Kisah mengerikan ini dimulai pada Rabu, 20 Agustus 2025. Muhammad Ilham Pradipta, sang Kepala Cabang Pembantu BRI, baru saja menyelesaikan urusannya di kantor pusat PT Lotte Mart Indonesia, Ciracas, Jakarta Timur. Saat menuju area parkir, malapetaka itu datang. Sekelompok orang menyergapnya, memaksanya masuk ke dalam mobil, dan membawanya pergi.
Keluarga dan rekan kerja panik. Ilham, yang dikenal sebagai pribadi yang baik, tiba-tiba lenyap tanpa jejak.
Kecemasan itu berubah menjadi duka yang mendalam keesokan harinya. Sosok yang mereka cari ditemukan dalam kondisi yang tak bisa digambarkan dengan kata-kata. Jasadnya tergeletak tak bernyawa. Tangan dan kakinya terikat kencang, sementara matanya dilakban rapat, seolah pelaku ingin memastikan korban tidak melihat wajah mereka dan tidak bisa melarikan diri hingga napas terakhirnya.
Polisi segera menyimpulkan ini bukan perampokan biasa. Ini adalah penculikan dan pembunuhan yang telah direncanakan dengan sangat matang.
Misteri di Balik Motif Bisnis, Utang, atau Dendam?
Pertanyaan terbesar yang menggantung di udara saat ini adalah Mengapa?
Mengapa seorang pengusaha teknologi yang terlihat mapan, dengan bisnis yang punya misi sosial, tega merencanakan kejahatan sekeji ini?
Penyidik menduga kuat motifnya berakar pada urusan bisnis. Apakah ini soal utang-piutang yang macet? Persaingan bisnis yang tidak sehat? Atau ada proyek gagal yang melibatkan uang dalam jumlah besar antara Dwi Hartono dan korban? Semua kemungkinan itu kini sedang didalami oleh pihak kepolisian.
Mereka juga tengah menelusuri aliran dana yang digunakan Dwi Hartono untuk menyewa para eksekutor. Membiayai sebuah operasi penculikan lintas provinsi jelas membutuhkan uang yang tidak sedikit. Dari mana dana itu berasal? Apakah dari kantong pribadinya, atau dari kas perusahaan yang seharusnya digunakan untuk mengembangkan aplikasi "Guruku"?
Sementara itu, rumah megah di Kota Wisata kini membisu. Gerbang tinggi yang biasanya terbuka untuk klien dan karyawan, kini tertutup rapat. Lampu-lampu padam, tak ada lagi aktivitas. Para tetangga yang dimintai keterangan hanya bisa menggelengkan kepala. Mereka mengenal Dwi Hartono sebagai sosok yang tertutup, jarang bersosialisasi, tapi tak pernah sekalipun membuat masalah. Mereka tak pernah menyangka, di balik ketenangan itu, tetangga mereka adalah seorang perencana pembunuhan.
Pelajaran Pahit dari Sebuah Topeng
Kasus Dwi Hartono adalah cermin retak bagi kita semua. Sebuah pengingat yang pahit bahwa citra yang ditampilkan di dunia maya atau di lingkungan kerja bisa jadi hanyalah sebuah topeng yang dibuat dengan sangat hati-hati. Di baliknya, bisa tersimpan kerapuhan, keputusasaan, atau bahkan kegelapan yang tak terbayangkan.
Kisah "Guruku" yang seharusnya menjadi cerita inspiratif tentang inovasi pendidikan, kini tercoreng oleh darah dan kejahatan. Ironisnya, seorang pria yang membangun platform untuk "mengajar", justru memberikan pelajaran paling kelam tentang sifat manusia. Bahwa kebaikan dan kejahatan bisa bersemayam di dalam satu raga yang sama, menunggu pemicu yang tepat untuk menunjukkan wujud aslinya.