Anda dan pasangan sedang duduk manis, menyusun daftar lagu cinta untuk hari pernikahan. Lagu "Kangen" dari Dewa 19 wajib ada, "Kamulah Satu-Satunya" untuk momen potong kue, dan mungkin beberapa lagu hits lain untuk dinyanyikan bersama teman-teman. Semuanya terasa sempurna.
Tiba-tiba, Anda membaca sebuah berita, "Putar Lagu di Hajatan Wajib Bayar Royalti!"
Dunia serasa runtuh. Di tengah pusingnya memikirkan biaya katering, gedung, dan baju pengantin, kini muncul "pajak musik"? Jangan-jangan nanti ada petugas datang menagih di tengah acara resepsi? Keringat dingin mulai bercucuran.
Tenang. Tarik napas dalam-dalam. Jangan dulu batalkan organ tunggal atau playlist Spotify Anda. Polemik yang bikin geger ini sejatinya lebih sederhana dari yang Anda bayangkan. Dan di pusat badai ini, ada seorang Ahmad Dhani yang "ngamuk" di media sosial. Uniknya, kemarahan sang maestro ini justru menjadi kunci untuk memahami semuanya.Â
Mari kita urai benang kusut ini bersama-sama, dengan bahasa paling sederhana.
Ahmad Dhani kritik royalti hajatan. Faktanya, hukum hanya mewajibkan untuk penggunaan komersial. Pesta nikahan pribadi gratis karena non-komersial. - Tiyarman Gulo
Kemarahan Sang Maestro, "Sistem Ancur Banget!"
Ahmad Dhani, seorang musisi yang dikenal paling vokal soal hak royalti, tiba-tiba meledak. Tapi bukan mendukung penarikan royalti di hajatan, ia justru mengkritik keras sistemnya.
"Ini siapa sih yang bikin sistem kok ancur banget," tulisnya di akun media sosialnya.Â
"Pantes nasib komposer ancur."
Tunggu dulu. Bukankah Dhani seharusnya senang lagunya dihargai? Kenapa dia malah marah?
Di sinilah letak kesalahpahaman banyak orang. Ahmad Dhani memang pejuang royalti sejati, tapi sasarannya jelas. Para pemain besar. Ia selama ini getol menagih haknya dari penyanyi-penyanyi papan atas yang menggelar konser megah dengan tiket jutaan rupiah, atau dari stasiun TV yang meraup untung dari iklan. Baginya, di situlah "ikan pausnya" berenang.
Sementara untuk "ikan teri" seperti musisi kafe, pengamen, atau organ tunggal di hajatan, Dhani justru punya pandangan berbeda. Ia pernah berkata,Â