Pernah nggak, kamu terbangun jam 2 pagi? Bukan karena mimpi buruk, tapi karena pikiranmu lebih berisik dari suara jangkrik di luar jendela. Kamu menatap tumpukan stok barang di sudut ruangan, membuka aplikasi catatan keuangan yang angkanya tak kunjung beranjak naik, lalu bertanya pada langit-langit kamar, "Apa yang salah, ya? Kok bisnisku gini-gini aja?"
Kalau kamu pernah merasakannya, selamat, kamu tidak sendirian. Perasaan itu adalah 'lagu kebangsaan' jutaan pelaku UMKM di seluruh Indonesia. Sebuah perjuangan sunyi yang dilakoni di balik senyum ramah saat melayani pelanggan dan postingan ceria di media sosial.
Kita semua tahu, jadi pengusaha itu butuh mental baja. Kadang ramai, seringnya sepi. Kadang untung, tak jarang harus nombok ongkos kirim dari kantong pribadi. Tapi musuh terbesar seorang pejuang UMKM seringkali bukanlah kerugian atau sepinya orderan. Musuh terbesarnya adalah rasa sepi dan kebingungan.
Sepi karena merasa berjuang sendirian. Bingung karena tak tahu harus bertanya pada siapa saat mentok. "Gimana cara foto produk biar bagus cuma pakai HP?", "Gimana cara naikin harga tanpa ditinggal pelanggan?", "Legalitas usaha ini penting nggak sih buat bisnis sekelas warung rumahan?" Pertanyaan-pertanyaan itu berdengung di kepala, tanpa ada jawaban yang memuaskan.
Semangat ada, produk berkualitas, tapi rasanya seperti menyetir di tengah kabut tebal tanpa peta dan tanpa GPS. Inilah kenyataan pahit yang dihadapi banyak sekali pahlawan ekonomi kita.
Tapi, bagaimana jika ada sebuah tempat yang memberimu peta, kompas, sekaligus teman seperjalanan untuk menembus kabut itu?
Gadepreneur Pegadaian mengubah perjuangan sunyi UMKM jadi kisah sukses. Lewat pelatihan dan komunitas, UMKM tumbuh tangguh dan tak lagi sendirian. - Tiyarman Gulo
Saat Pegadaian Tak Lagi Hanya Soal Emas dan Gadai
Banyak dari kita mengenal Pegadaian sebagai tempat untuk "menyelesaikan masalah". Butuh dana cepat, kita datang ke sana. Tapi sejak beberapa tahun terakhir, Pegadaian telah bertransformasi. Lewat sebuah inisiatif berhati besar bernama Gadepreneur, mereka mengubah perannya dari "penyelesai masalah" menjadi "pencipta solusi pertumbuhan".
Diluncurkan sejak 2018, Gadepreneur adalah program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) yang dirancang khusus untuk menjadi kawah candradimuka bagi para UMKM. Ini bukan sekadar seminar satu hari yang setelahnya kamu dilupakan. Bayangkan ini sebagai sebuah sekolah kehidupan bisnis, lengkap dengan kurikulum praktis, mentor yang peduli, dan teman sekelas yang senasib sepenanggungan.
Program ini berdiri di atas pilar-pilar yang paling dibutuhkan UMKM.
Pelatihan Intensif. Bukan teori bisnis yang muluk-muluk, tapi resep praktis yang bisa langsung kamu terapkan besok pagi. Dari cara membuat konten viral, mengelola keuangan anti-boncos, sampai teknik negosiasi dengan pemasok.
Pendampingan Berkelanjutan. Setelah pelatihan, kamu tidak dilepas begitu saja. Ada mentor yang siap menjadi tempat bertanya, memvalidasi ide, dan memberimu 'senggolan' semangat saat kamu mulai kendur.
Akses Pasar yang Lebih Luas. Dari yang tadinya hanya jualan di grup RT, kamu akan dibukakan pintu untuk ikut pameran, bazaar, bahkan terhubung dengan ekosistem digital yang lebih besar.
Akses Permodalan. Tentu saja, ini DNA Pegadaian. Namun, modal di sini diberikan sebagai bahan bakar untuk akselerasi, setelah mesin bisnismu dipastikan sehat dan siap tancap gas.
Yang lebih menyentuh, program ini merangkul semua kalangan, termasuk mereka yang seringkali terpinggirkan: para perempuan kepala keluarga, sahabat-sahabat disabilitas dengan karya luar biasa, hingga para eks pekerja migran yang ingin membangun kembali hidup di tanah air. Ini adalah bukti bahwa pemberdayaan ekonomi adalah hak semua orang.
Kisah Ibu Sarah dan Rendang Legendarisnya
Agar ini tidak terdengar seperti brosur perusahaan, izinkan saya menceritakan kisah tentang Ibu Sarah.
Ibu Sarah, seorang ibu rumah tangga di sebuah komplek padat, punya satu 'kekuatan super': resep rendang warisan keluarganya benar-benar legendaris. Siapa pun yang mencicipi pasti ketagihan. Berbekal pujian tetangga, ia memberanikan diri membuka PO (Pre-Order) lewat status WhatsApp.
Awalnya lumayan. Tapi setelah setahun, bisnisnya terasa jalan di tempat. Omzetnya stagnan, cukup untuk jajan anak tapi jauh dari kata "mandiri secara finansial". Kemasannya hanya plastik bening biasa. Fotonya seadanya, diambil di atas meja makan dengan cahaya lampu kuning. Ia sering merasa minder melihat produk rendang kemasan di supermarket yang tampak begitu profesional. Rasa sepi dan bingung yang kita bicarakan tadi? Itu adalah sarapan sehari-hari Ibu Sarah.
Suatu hari, ia melihat iklan program Gadepreneur di media sosial. Awalnya skeptis. "Ah, paling cuma seminar biasa," pikirnya. Tapi ada satu kalimat yang menarik hatinya, "Ubah Hobimu Jadi Bisnis Juara". Dengan sedikit dorongan dari suami, ia pun mendaftar.
Di hari pertama pelatihan, dunianya seakan dijungkirbalikkan.
Sesi Branding. Mentor menjelaskan, "Ibu-ibu, Bapak-bapak, Anda bukan lagi 'penjual rendang' atau 'penjahit rumahan'. Anda adalah CEO dari perusahaan Anda sendiri!" Kalimat itu seperti menyetrum semangat Ibu Sarah.
Sesi Fotografi Produk. Hanya dengan HP dan selembar karton putih, ia diajari cara mengambil foto rendang yang membuat siapa pun yang melihatnya langsung menelan ludah. Cahaya dari jendela ternyata adalah studio foto terbaik.
Sesi Keuangan. Untuk pertama kalinya, ia benar-benar paham cara memisahkan uang bisnis dan uang dapur. Ia diajari cara menghitung Harga Pokok Penjualan (HPP) dengan benar, sehingga ia tahu persis berapa keuntungan dari setiap kemasan rendang yang terjual.
Namun, 'sihir' terbesarnya terjadi saat jam istirahat. Ia berkenalan dengan Pak Budi, perajin tas kulit yang punya masalah serupa dengannya. Ia juga bertemu Mba Ayu, penjual kopi literan yang bingung soal perizinan. Mereka bertukar nomor, membuat grup WhatsApp "Alumni Gadepreneur Batch 7".
Grup itu menjadi penyelamatnya. Saat ia bingung mencari supplier kemasan yang bagus, Pak Budi langsung memberinya kontak. Saat ia ragu soal desain stiker, Mba Ayu dan anggota lain memberikan masukan. Rasa sepi itu menguap, digantikan oleh kehangatan sebuah komunitas.
Singkat cerita, lahirlah "Rendang Nenek Sarah" dengan kemasan vakum modern dan stiker desain profesional. Foto-fotonya di Instagram kini jauh lebih menggoda. Berkat pendampingan, ia berani mendaftarkan usahanya ke marketplace. Puncaknya, ia terpilih menjadi salah satu UMKM binaan untuk mengisi stand di sebuah pameran besar yang difasilitasi Pegadaian.
Hari ini, omzetnya naik lima kali lipat. Ia bahkan sudah bisa mengajak satu tetangganya untuk membantu proses pengemasan. Dari dapur sempit di rumahnya, Ibu Sarah kini menjadi primadona lokal, sebuah bukti nyata bahwa ilmu dan komunitas adalah tuas pengungkit paling kuat.
Ada 'Markas Besar' Bernama GadePreneur Space
Kisah Ibu Sarah tidak akan lengkap tanpa menyebut 'markas besar' para pejuang UMKM ini, GadePreneur Space. Ini bukan kantor Pegadaian. Bayangkan ini sebagai sebuah co-working space yang didedikasikan sepenuhnya untuk UMKM.
Di sini, para alumni dan anggota komunitas bisa datang untuk sekadar bekerja, bertemu dengan mentor, berkolaborasi dengan sesama anggota, atau bahkan menggunakan studio mini yang disediakan untuk memotret produk mereka. Ini adalah ruang fisik yang mewujudkan semangat kolaborasi yang diajarkan di dalam kelas. Tempat di mana ide-ide baru lahir dari obrolan santai sambil menyeruput kopi.
Misi Mulia di Balik Semua Ini
Kisah Ibu Sarah dan ribuan UMKM lainnya adalah detak jantung dari misi besar Pegadaian. Program Gadepreneur bukanlah sekadar program CSR untuk 'gugur kewajiban'. Ini adalah investasi jangka panjang untuk membangun pilar-pilar ekonomi bangsa dari akarnya.
Dengan memberdayakan UMKM, Pegadaian sedang membangun kemandirian. Dengan merangkul kelompok rentan, mereka sedang menenun jaring pengaman sosial yang lebih kuat. Setiap UMKM yang berhasil 'naik kelas' berarti terciptanya lapangan kerja baru, bergeraknya roda ekonomi lokal, dan lahirnya inspirasi baru bagi lingkungan sekitarnya.
Sekarang, Giliran Ceritamu
Kembali ke kamu yang mungkin sedang membaca ini di tengah keheningan malam, ditemani tumpukan stok dan sejuta pertanyaan di kepala. Kisah Ibu Sarah bukanlah dongeng. Itu adalah sebuah kemungkinan.
Perjuanganmu itu nyata. Kelelahanmu itu valid. Tapi ketahuilah, kamu tidak harus menanggungnya sendirian. Bantuan itu ada, komunitas itu nyata, dan jalan untuk tumbuh tangguh itu terbentang di depanmu.
Pegadaian, lewat Gadepreneur, telah menyalakan ribuan lilin di tengah kegelapan. Mereka telah memberikan peta kepada mereka yang tersesat dalam kabut.
Jika kamu atau seseorang yang kamu kenal pernah merasakan 'tangan dingin' dari program Gadepreneur, manfaatkan GadePreneur Space, atau mendapat dukungan yang mengubah arah bisnismu, bagikanlah ceritamu. Kisahmu bisa menjadi percikan api bagi orang lain yang hampir padam semangatnya.
Dan jika kamu adalah orang yang saat ini masih merasa sendirian dalam perjuanganmu, jangan biarkan mimpimu terkubur dalam kebingungan. Cari tahu tentang Gadepreneur. Mungkin ini adalah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang selama ini menggantung di langit-langit kamarmu.
Karena tumbuh tangguh itu indah, tapi tumbuh tangguh bersama-sama? Itu adalah sebuah kekuatan yang tak terkalahkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI