Lautan manusia, gemerlap lampu, dan riuh suara penawaran diskon. Bagi jutaan orang, Pekan Raya Jakarta (PRJ) adalah sebuah festival, sebuah ajang rekreasi dan berburu barang murah. Orang datang untuk berjalan santai, mencicipi kerak telor, dan mungkin membawa pulang satu atau dua kantong belanjaan.
Namun, jika kamu perhatikan lebih saksama, ada sekelompok orang yang bergerak dengan ritme berbeda. Langkah mereka lebih cepat, mata mereka lebih awas, dan ponsel di tangan mereka nyaris tak pernah padam. Mereka bukan pengunjung biasa. Mereka adalah para "prajurit tak terlihat" di medan perang PRJ. Mereka adalah para jastiper, penyedia Jasa Titip.
Bagi mereka, lautan manusia ini bukanlah halangan, melainkan ladang. Gemerlap lampu pameran adalah penanda pundi-pundi rupiah. Dan di balik setiap "titipan" yang mereka terima, ada kisah tentang kerja keras, kaki yang pegal linu, dan manisnya cuan yang didapat dengan keringat sendiri.
Jastiper PRJ mengubah keramaian jadi ladang cuan. Dengan kerja keras dan kaki pegal, mereka bisa meraup jutaan rupiah sehari dari jasa titip belanja. - Tiyarman Gulo
Sejuta Sehari, Bayarannya Kaki Pegal dan Kepercayaan
Mari kita kenal salah satu prajurit ini, Meysya Ayu (25). Di tengah keramaian, ia menyusuri lorong JIExpo Kemayoran bukan untuk bersenang-senang, melainkan untuk sebuah misi. Misinya, mengeksekusi daftar panjang pesanan dari para pelanggannya.
Jangan kaget, di balik senyum dan langkah cepatnya, Meysya bisa mengantongi uang bersih hingga satu juta rupiah dalam satu hari.
"Sehari kalau bersih bisa sampai ratusan ribu hingga sejuta, itupun kalau banyak yang jastip," ungkap Meysya, seolah itu adalah hal yang biasa.
Bagaimana caranya? Ia mematok komisi sederhana, berkisar antara Rp10.000 hingga Rp25.000 untuk setiap barang yang ia belikan. Dalam sehari, ponselnya bisa diramaikan oleh 10 hingga 20 pesanan berbeda.
"Mulai dari sandal, alat masak, produk kecantikan, baju, sampai makanan ringan," jelasnya, menyebutkan barang-barang yang menjadi target buruannya.
Ini bukan pekerjaan iseng bagi Meysya. Ia sudah memulai bisnis jastip ini sejak 2024 dan langsung "ketagihan". Bukan hanya karena penghasilan yang menggiurkan, tapi mungkin juga karena adrenalin dan kepuasan saat berhasil menemukan semua barang pesanan.
Bukan Sekadar Belanja, Ini Maraton di Lautan Manusia
Angka satu juta rupiah sehari mungkin terdengar fantastis dan mudah. Kenyataannya, uang itu dibayar dengan harga yang mahal: kerja fisik yang luar biasa.
Bayangkan prosesnya. Pagi hari, Meysya membuka pesanan melalui media sosial dan WhatsApp. Setelah daftar terkumpul, ia memulai "maraton"-nya. Menyusuri hall demi hall yang luasnya puluhan hektar, melawan arus ribuan orang, sambil terus berkomunikasi dengan pelanggan untuk memastikan barang yang dibeli sudah benar.
"Kadang kaki pegal banget," akunya jujur. Ini bukan keluhan, melainkan sebuah fakta lapangan. Berjalan kaki berkilo-kilometer dalam satu hari adalah rutinitasnya.
Namun, di sinilah letak mentalitas seorang pejuang. "Tapi kalau pesanan banyak dan pelanggan puas, capeknya enggak berasa," lanjutnya. Kepuasan pelanggan dan dering notifikasi transferan menjadi "obat pereda nyeri" paling mujarab.
Kisah serupa datang dari Ranni (27), seorang jastiper veteran asal Bekasi yang sudah beraksi sejak 2023. Pengalamannya membuatnya lebih terorganisir. "Biasanya aku pribadi sudah nentuin maksimal pesanan. Paling banyak bisa 30 pesanan atau lebih," tuturnya.
Bagi Ranni, PRJ telah menjadi momen yang ditunggu-tunggu setiap tahun. Bukan hanya untuk cuan, tapi juga untuk menyapa para pelanggan setia yang sudah menjadi bagian dari ekosistem bisnisnya. "Lumayan buat tabungan. Ada juga pelanggan tetap yang tiap tahun order ke aku," katanya bangga.
Mengapa Fenomena Jastiper Begitu Subur?
Kisah Meysya dan Ranni adalah puncak gunung es dari sebuah fenomena ekonomi gig yang semakin matang. Mengapa jasa ini begitu laku keras? Jawabannya ada di dua sisi.
Dari sisi pelanggan, PRJ adalah surga diskon yang sulit diakses. Banyak orang yang,
Tidak punya waktu untuk datang.
Tinggal terlalu jauh dari Jakarta.
Membenci keramaian dan antrean panjang.
Ingin mendapatkan promo eksklusif PRJ tanpa harus bersusah payah.
Para jastiper hadir sebagai solusi. Mereka adalah "perpanjangan tangan" yang rela menerjang semua kerepotan itu demi sebuah komisi kecil.
Dari sisi penyedia jasa, ini adalah model bisnis dengan modal minimal. Yang kamu butuhkan hanyalah,
Kaki yang kuat dan stamina prima.
Sebuah smartphone dengan baterai penuh.
Reputasi dan kepercayaan. Ini adalah modal terpenting.
PRJ, bagi mereka, adalah peluang emas yang hanya datang setahun sekali. Sebuah ladang kerja keras yang hasilnya bisa dinikmati sepanjang tahun.
Pahlawan di Balik Layar
Saat Jakarta Fair 2025 terus berlangsung hingga pertengahan Juli, puluhan, bahkan mungkin ratusan jastiper lain seperti Meysya dan Ranni akan terus bersiaga. Mereka akan terus berjalan, terus mencari, dan terus melayani.
Jadi, lain kali saat kamu mengunjungi PRJ dan melihat seseorang yang tampak sibuk dengan ponselnya sambil membawa banyak kantong belanjaan dari berbagai merek, jangan buru-buru menghakimi. Bisa jadi, kamu sedang melihat seorang prajurit ekonomi yang sedang berjuang di medannya.
Mereka bukan sekadar "tukang titip". Mereka adalah micro-entrepreneur, ahli logistik dadakan, dan kurator promo terbaik. Mereka adalah bukti nyata bahwa di era digital ini, peluang bisa diciptakan dari mana saja, bahkan dari keramaian dan keluhan pegal di kaki.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI