Mohon tunggu...
Sofah D. Aristiawan
Sofah D. Aristiawan Mohon Tunggu... Penulis - Sofah D. Aristiawan

Pengagum Demokrasi

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Percakapan Seorang Bocah tentang Perahu Kertas, Banjir Jakarta, dan Film Before The Flood (2016)

16 Agustus 2018   16:12 Diperbarui: 16 Agustus 2018   16:44 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bisnis yang tamak menyulap hampir semua pohon-pohon rindang jadi beton yang menjulang. Hingga orang teriak pesimis: "Jakarta butuh lahan untuk taman kota sedikitnya 19.920 hektare, 30% dari total luas wilayahnya, yang kini barulah cuma 14,94% (Pemerintah DKI Jakarta, 2016)." Lucunya, justru tanah resapan itu tak terurus dan diubah jadi misalnya etalase mal dengan keramik yang memukau.

Lalu, di manakah sebetulnya pemerintah? Pejabat-pejabat yang bertanggung jawab seakan setengah hati mengambil sikap, sambil berujar, "Banjir kayak begini memang sudah dari sananya, sudah akut, satu per satu kami mesti mengatasinya." Agaknya pejabat itu keliru.

Bukan karena blueprint penanggulangan dini banjir yang berjalan terseok-seok nan lamban, tetapi lebih pada sulitnya menolak misalnya keinginan membangun mal baru yang seperti tiada henti-hentinya itu, atau sekadar menertibkannya supaya tunduk dan memperhatikan lingkungan, juga kepentingan umum.

Atau sebentar, bocah itu mulai curiga, bisakah kita berasumsi tak ada suap atau tidak ada godaan janji pengembang yang justru membelokkan perencanaan kota? Lebih dari itu, si bocah mengerutkan keningnya: "Walaupun para pengembang itu acuh tak acuh, toh banjir ini pun bukan cuma menyasar rumah-rumah warga, semua dilibas tak pandang bulu, termasuk basemant dan jalanan depan mal atau gedung-gedung perkantoran itu. Semua rugi."

Lantas, adakah dana yang digelontorkan untuk mencegah air bah itu kembali, setidaknya untuk keberlangsungan bisnis mereka, yakni agar kerugian besar itu tak berulang?

Mungkin, yang paling mudah dan lagi trendi lewat CSR (Corporate Social Responsibility) sebagai bentuk kepedulian pada sekitar, termasuk untuk mengantisipasi bencana itu berulang. Seperti Taman Semanggi, Taman Suropati, Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Kalijodo dan 60 RPTRA lainnya.

Tapi, sang bocah iseng berpikir, "Kalau sudah begitu, memang berapa persenkah dana sosial itu bila disandingkan dengan total rupiah yang masuk ke brankas besi mereka per tahunnya?" Bocah itu cuma bisa angkat bahu...

Film Before The Flood (2016)
Banjir Jakarta ialah bencana. Ia juga tak berdiri sendiri rupanya. Boleh jadi, ada sumbangsih dari apa yang dicemaskan oleh para pakar ekologi, yaitu kerusakan alam. Dan banjir merupakan reaksi lain dari alam yang kecewa.

Serupa bencana yang kerap terjadi dalam tahun-tahun terakhir ini: kekeringan panjang di benua Afrika, suhu panas mencapai 40 derajat celsius di Australia, sementara itu, di bagian utara bumi menghadapi salju yang kian tebal.

Nampaknya, di abad 21 ini, kita mulai menyadari kekeliruan manusia dalam mencecap semangat menaklukkan alam paska Revolusi Industri pada akhir abad ke-18.

Kita bisa melihatnya, bagaimana dari tahun ke tahun bumi kian rusak dengan iklim yang mulai susah diprediksi dalam film dokumenter produksi National Geographic yang rilis akhir tahun 2016. Bocah itu nampaknya baru saja menonton film dengan Leonardo DiCaprio sebagai aktor utamanya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun