Mohon tunggu...
Tivana Fachrian
Tivana Fachrian Mohon Tunggu... Seniman - Coupleblogger

We wilt have poetry in our life. And adventure. And love. Love above all!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Seserahan Sanggan dalam Upacara Panggih: Simbolisme Bermuatan Nilai Luhur Ajaran Agama dan Budaya

5 Mei 2020   08:24 Diperbarui: 8 Juni 2021   13:30 13301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sanggan, sumber tertera)

Upacara panggih merupakan satu di antara serangkaian upacara pernikahan dalam adat Jawa. Panggih dalam Bahasa Jawa berarti bertemu. Maka, upacara panggih bisa diartikan sebagai sebuah upacara pertemuan antara mempelai laki-laki dan perempuan. Prosesi ini biasanya diadakan di kediaman pihak perempuan. 

Dalam upacara ini terdapat berbagai prosesi yang memuat simbolisme-simbolisme dengan makna yang luhur serta dapat dikait eratkan pula dengan beberapa nilai keislaman. Salah satunya, ada prosesi seserahan sanggan. 

Sanggan artinya bawaan, merupakan simbolisme dari penebusan pengantin perempuan. Artinya, orangtua sang mempelai perempuan menyerahkan putri yang diasuhnya sedari kecil kepada seorang laki-laki yang dipercaya. 

Laki-laki ini kedepan akan memberikan nafkah baik lahir maupun batin, menjaga, membimbing dan mengarahkan, serta bertanggung jawab atas perbuatan istrinya. 

Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Allah dalam Al Qur'an "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu." (At-Tahrim: 6). 

Baca juga : Panggih Pengantin

Lalu Nabi SAW pernah bersabda, mengenai apa hal terjadi jika suami gagal dalam menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya "Maka aku adalah suami yang fasik, ingkar dan aku rela masuk neraka, aku rela malaikat menyiksaku hingga hancur tubuhku." (HR. Muslim).

Kemudian, apa saja yang ada dalam sanggan? Pertama ada satu tangkep atau dua sisir pisang raja matang pohon, kemudian suruh ayu, gambir, kembang telon (mawar, melati, kenanga), serta benang lawe. Seluruhnya ditata dalam satu wadah khusus berupa keranjang anyaman. Pembawa sanggan berada di depan dari rombongan keluarga mempelai pria.

Pisang sanggan terdiri dari dua kata yaitu pisang dan sanggan. Pisang mengandung arti "jenis buah-buahan" dan sanggan yang berarti "segala hal untuk menyangga" (Poerwadarminta, 1939:543). 

Pisang sanggan ini menjadi bintang utama dalam prosesi ini. Tentunya, makna dari pisang sanggan masih berkaitan dengan simbolisme mengenai pengalihan kewajiban kedua orang tua kepada suami.

Selanjutnya suruh ayu, berasal dari dua kata suruh berarti "daun sirih" dan ayu berarti "cantik". Daun sirih harus dalam kondisi yang baik, mengandung maksud daunnya masih utuh dan segar. 

Baca juga : Tradisi Pernikahan Adat Jawa di Lumajang

Suruh ayu menggambarkan penampilan mempelai yang musti terlihat segar dan menarik; menyimbolkan kebahagiaan. Daun sirih yang digunakan harus yang temu ros atau bertemu dua ruasnya hal ini melambangkan pertemuan pasangan. 

Pernikahan merupakan hari yang bahagia, sebab Allah telah mempertemukan dua insan manusia yang berjodoh. Firman Allah dalam Q.S. Ar Rum ayat 21 "Dan di antara tanda-tanda-Nya yang agung sekaligus menunjukkan kekuasaan-Nya dan keesaan-Nya, bahwa Dia menciptakan untuk kalian -wahai orang laki-laki- dari jenismu pasangan-pasangan agar jiwa kalian merasa cenderung dan tenang kepadanya karena ada kesamaan di antara kalian. 

Dan Dia menjadikan rasa cinta di antara kalian dan mereka. Sesungguhnya di dalam hal itu sungguh terdapat bukti-bukti dan tanda-tanda yang jelas bagi orang-orang yang berfikir, karena hanya orang-orang yang berfikir sajalah yang bisa mendapatkan faedah dari pemikiran akal mereka."

Yang ketiga adalah gambir. Gambir merupakan kelengkapan dalam menginang, biasanya digunakan supaya rasanya semakin mantap jadi makna simbolik penggunaan gambir dalam upacara panggih melambangkan kemantapan. Orang yang sudah siap untuk menikah berarti sudah mantap dengan pilihannya. 

Dijelaskan dalam Q.S An Nisa' ayat 19 yang artinya "Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak."

Kemudian kembang telon; terdiri dari tiga macam bunga terpilih diantara bunga yang lain; mawar, melati dan kantil. Dipilih tiga macam bunga tersebut jika dikeratabasakan menjadi apa kang binawar (mawar) saking kedaling lathi (mlathi) bisa kumanthil-kanthil ing wardaya, yang artinya apa yang dinasihatkan oleh orang tua hendaknya selalu dapat diingat oleh calon mempelai. 

Baca juga : Pentingnya Mempertahankan Nilai Budaya pada Upacara Perkawinan Adat Jawa

Nasihat orang tua merupakan salah satu kunci kebahagiaan yang harus terus diingat agar kehidupan pernikahan selalu dalam kedamaian. Firman Allah Ta'ala "Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya" (QS. Al Isro': 23).

Yang terakhir adalah lawe wenang, terdiri dari dua kata; lawe berarti benang lembut yang akan ditenun (Poerwadarminta, 1939:263). Wenang berarti bisa atau dapat (Poerwadarminta, 1939: 660). Lawe wenang merupakan uba rampe pisang sanggan dalam upacara panggih. 

Lawe wenang digunakan untuk mengikat lintingan daun sirih. Ikatan lawe wenang ini mempunyai makna simbolik ikatan pernikahan. Dipilih benang yang berwarna putih mempunyai makna simbolik suci. Lawe wenang mempunyai makna simbolik bahwa pernikahan merupakan merupakan ikatan yang lembut dan suci. 

Ikatan ini dapat menjaga kehormatan, Muhammad 'Abdurrahman bin 'Abdurrahim Al Mubarakfuri berkata bahwa yang dimaksud menjaga kehormatan adalah menjaga diri dari zina. 

Ath Thibiy berkata, "Gelora cinta sangat berat bagi manusia untuk menahannya seandainya bukan karena pertolongan Allah, tentu ia tidak bisa menjaga diri dari zina. Menjaga kesucian diri seperti ini sangatlah berat karena sudah merupakan tabiat dan jika terus dibiarkan, maka akan muncul sifat kebinatangan yang itu sungguh hina. Adapun jika kesucian seseorang  benar-benar terjaga, maka ia telah menggapai kedudukan mulia para malaikat." (Tuhfatul Ahwadzi, 5: 291).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun