Mohon tunggu...
Roza Metabiarawati
Roza Metabiarawati Mohon Tunggu... Lainnya - Tulisan disini adalah tulisan yang ingin saya tulis

Semua tulisan berdasarkan apa yang ingin saya tuliskan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Mempertahankan Nilai Budaya pada Upacara Perkawinan Adat Jawa

11 November 2020   08:07 Diperbarui: 11 November 2020   08:26 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kebahagiaan juga bisa dirasakan dalam suatu yang sacral. Seperti pernikahan adalah contoh ritual bagi orang Jawa yang dianggap sebagai klimaks dari trilogi ritus kehidupan mereka metu-mantu-mati atau lahir-nikahmati. 

Perkawinan ini merupakan fase penting pada proses pengintegrasian manusia di dalam tata alam yang sakral. Orang mengatakan bahwa perkawinan adalah menutupi taraf hidup lama dan membuka taraf hidup yang baru. 

Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya upacara ini merupakan upacara terbesar dan paling meriah bila dibandingkan dengan upacara inisiasi yang lain (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997/1998:187). 

Adat istiadat tata cara perkawinan Jawa dulunya berasal dari keraton. Tata cara adat kebesaran perkawinan Jawa itu hanya boleh dilakukan di dalam tembok-tembok keraton atau orang-orang yang masih keturunan atau abdi dalem keraton, yang di Jawa kemudian dikenal sebagai priyayi. 

Ketika kemudian Agama Islam di keratin-keraton di Jawa, khususnya di keraton Yogyakarta, sejak itu tata cara adat perkawinan Jawa berbaur antara budaya Hindu dan Islam, sehingga semua orang bisa melaksanakan tata upacara adat keraton Yogyakarta.

Dalam prosesi upacara perkawinan, ternyata tidak mudah menyelenggarakannya. Tahap demi tahap serta pernak-pernik upacara adat setiap daerah di seluruh Nusantara, masing-masing memiliki tingkat sendiri-sendiri. 

Dari mulai saat keluarga sang calon pria menanyakan apakah si wanita sudah ada yang memiliki atau belum, upacara lamaran, upacara hantaran, penentuan jam dan tanggal pernikahan, upacara pemasangan bleketepe, upacara siraman, upacara perkawinan, pesta, sampai upacara pembubaran panitia.

Pada zaman sekarang perkawinan yang menggunakan upacara adat semakin sedikit, karena banyank yang beranggapan bahwa pernikahan menggunakan adat adalah hal yang kuno. Sekarang sudah banyak yang menggunakan pernikahan secara modern, termasuk jug arias pengantin atau dukun manten banyak melupakan ritual yang sejak dahulu selalu di jalankan sebelum merias pengantin.

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk suatu keluarga bahagia dan kekal. Dari pasangan demi pasangan itulah selanjutnya terlahir bayi-bayi pelanjut keturunan yang pada akhirnya mengisi dan mengubah warna kehidupan ini. 

Perkawinan adat merupakan suatu hal yang sangat menarik untuk dikaji dalam sebuah studi sejarah maupun budayanya, apalagi yang dilaksanakan pada kerajaan di daerah tertentu, misalnya di Jawa dengan Kraton Yogyakarta. 

Hal ini dapat memberikan banyak sekali kajian tentang kebudayaan setempat (local genius), nilai-nilai yang terkandung dalam upacara itu mencerminkan kondisi sosial, filosofis, dan kepercayaan masyarakat mengenai pandangan kehidupan. Upacara perkawinan adat ini diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap dunia pariwisata dengan semakin maraknya pengunjung lokal maupun asing yang ingin menyaksikan jalannya prosesi perkawinan adat di lingkungan Keraton Yogyakarta.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun