Mohon tunggu...
Titania Priantika
Titania Priantika Mohon Tunggu... Lainnya - unpopular blogger.

July, 2001.

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Wayang Kulit Setiap Malam

24 November 2024   13:38 Diperbarui: 24 November 2024   13:42 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saya cukup heran, mengapa akhir-akhi ini cukup sering menonton pertunjukkan wayang kulit meskipun sekadar video di YouTube? Yang membuat saya heran adalah saya yang dulu tidak begitu menikmati hal ini, saya merasa dalang yang membawakan cerita tidak sesuai dengan selera saya.

Sebetulnya saya cukup beruntung, menjadi sosok yang mendengar dan mengetahui cerita wayang sejak kecil. Ramayana dan Mahabaratha, lakon, dan karakter di dalamnya sudah jadi asupan sebelum tidur sejak kecil. Dulu saya diceritakan oleh Eyang Kakung, tapi beranjak dewasa sudah tidak diceritakan lagi. Lalu siapa yang menlanjutkan penceritaan itu? Saya usahakan sendiri. Saya coba mencari tahu karena penasaran, mungkin benar jika seiring berjalannya waktu, manusia akan berpikir kritis dan berusaha mencari tahu jawabannya. Misalnya saja, kalau dipikir-pikir sosok Arjuna bisa memiliki Sembadra tidak akan ditemukan pada era modern, karena Arjuna dan Sembadra adalah saudara sepupu. Atau Ontoseno(anak Werkudara) menikah dengan Janakawati(anak Arjuna), mereka adalah saudara sepupu dekat.

Beranjak dewasa, saya mencoba menerima hal-hal tidak logis yang diceritakan dalam cerita pewayangan, tapi juga mencoba menerima hal logisnya. Ini alasan mengapa saya tidak pernah menganggap cerita wayang sebagai sesuatu yang membosankan, karena bisa dipelajari dari berbagai sisi.

Harus saya akui, satu-satunya sosok dalang yang mampu menggugah semangat saya untuk menonton pertunjukkan wayang adalah Ki Seno Nugroho. Dengan pembawaan cerita, perbedaan suara, ciri khas karakter, hal-hal lucu, semua membuat saya masuk ke dalam ceritanya. Sehingga pesan yang ingin disampaikan dalam sebuah lakon sampai kepada saya. Tentu saya pun belajar bahasa Jawa, karena sebagai keturunan suku Jawa, saya kurang mahir berbahasa Jawa.

Saya mengerti dan memahami bahwa anak muda seusia saya atau setidaknya yang sepantaran dengan saya tidak suka dengan hal-hal tradisional seperti wayang kulit, maka saya sangat setuju dengan penbawaan Ki Seno Nugroho yang tidak kaku dan membuat penonton dapat membayangkan adegannya secara nyata. Saya bersyukur masih dapat menonton videonya di YouTube, bahkan mendengarkannya saja mampu membuat saya membayangkan apa yang terjadi di antara karakter-karakternya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun