Mohon tunggu...
Akhdan Primayuda
Akhdan Primayuda Mohon Tunggu... Mahasiswa

Sebagai seorang yang sering mempertanyakan arti hidup, saya menaruh semuanya dalam tulisan fiksi. Manusia terbatas karena kebebasan orang lain. Namun, manusia memiliki kebebasan dalam berfantasi. Saya hanya tidak mau memendam kebebasan yang tak seharusnya terkekang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

pesta piyama kelinci

3 Agustus 2025   18:39 Diperbarui: 16 Agustus 2025   09:16 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Yang terhormat, Mas Isal selaku penemu pola pikir dampak perubahan kinerja otak terhadap perilaku konsumtif masyarakat.

"untuk seseorang yang telah membuat kekacauan disebuah negara. Kamu beruntung, mendapatkan tiket undangan menuju pesta piyama kelinci. Tempat paling indah untuk merayakan detik, menit, tahun, dekade perhitungan mundur keruntuhan dunia."

Surat yang tertulis singkat dan padat. Isal menyayangi surat itu, kendati tak tahu harus kemana. Surat itu terlalu singkat dan tidak bisa dimengerti olehnya. Kadang ia berpikir bahwa itu adalah sebuah candaan dari tetangganya. Sandy.

Namun kali ini ia tampak sangat serius akan surat itu. Karena, ia baru saja melihat cap yang begitu rapi dan merah merona. Ia mencium aromanya seperti warna merah darah. Tidak mungkin bagi sandy untuk menggoreskan tangannya hanya untuk lelucon semata.

Setelah sekian lama ia mencerca dunia, Isal tak pernah membayangkan adanya apresiasi akan itu. Dirinya yang selalu merasa kurang akan upah yang ia dapatkan. Hanya untuk membeli kebutuhan dirinya sendiri. Berada diujung jurang dunia, dihimpit oleh orang-orang yang merasa lebih tinggi dari dirinya padahal sama saja. Hanya melihat dari sudut pandang sempit, dan perihal kuantitas yang tak bernilai.

"bagai lalat yang berterbangan pada langit-langit tanpa tahu angkasa yang lebih luas."

Senyuman paling serius seseorang yang menyempitkan sudut pandangnya. Ketenaran yang terkekang oleh keberadaan fiksi, bahkan fantasi yang ia buat untuk menjadi penenang bagi dirinya yang sudah tahu akan "pernak-pernik kabupaten megah" disandingkan dengan "pencapaian di kota kecil."

Dalam kebingungan akan surat yang ia terima, lelah mencari jawaban melalui sisi-sisi paling sempit kertas yang terlanjut kusut, ia berdiam sejenak. 

"Bagaimana seseorang yang mengirim undangan ini tahu akan tempat tinggalnya yang kumuh?"

Ia tak tahu harus mencari jawaban itu kemana lagi, hingga larut malam. Kegundahan ini membunuhnya. Jam tengah malam yang sunyi ini meraup banyak sekali kekecewaan akan keseriusannya. Dengan rasa kesal ia pergi menuju minimarket dekat rumah membeli kopi. Mungkin sekelas kopi dapat membawa angin segar untuk kewarasannya.

Diluar. Kota itu sangat sepi tak seperti biasanya sebelum ia mulai menyebarkan siaran ilegal tentang kebusukan manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun