Mohon tunggu...
tirta ramanda
tirta ramanda Mohon Tunggu...

lahir di Singapor

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Beragama Tetapi Tidak Ber-Tuhan

5 Desember 2013   07:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:18 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

BERAGAMA TETAPI TIDAK BERTUHAN

Setiap hari, kita melihat televisi, mendengar radio dan membaca koran, disuguhi berbagai macam tindakan anarkhis seperti; pembunuhan sadis, mutilasi, anak menghamili ibunya, bapak memperkosa anak kandungnya, korupsi dilakukan oleh pejabat yang sangat dihormati, ustadz memperkosa siswinya,pertikaian geng, pertikaian kelompok, pertikaian antar suku dan lain sebagainya. Kita ketahui bersama bahwa Negara Indonesia mengakui berbagai macam agama yang dituangkan dalam UUD 1945. Negara memerintahkan setiap warga negara wajib memeluk salah satu agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia. Artinya tidak seorangpun warga negarapun tidak mengakui adanya Tuhan. Semua tempat ibadah dipenuhi oleh umatnya untuk mendapatkan pencerahan mengenai arti hidup dan setelah kehidupannya nanti. Semua agama mengajarkan kebaikan dan kebajikan. Namun kenyataan dilapangan mengatakan berbeda, dimana masyarakat yang satu dengan yang lain saling membunuh, orang yang satu dengan yang lain saling mencederai, seolah olah manusia Indonesia tidak ber-Tuhan. Sehingga timbul pertanyaannya, dimana letak Agama sebagai alat untuk memperbaiki akhlak masyarakatnya dari sifat sifat negatif ?

Saya pernah berkunjung ke negara Jepang,sebagian besar masyarakatnya tidak beragama namun kebalikannya dari negara kita, seolah-olah mereka ber-Tuhan. Hal ini terlihat dari bagaimana tindakan dan tingkah laku penduduknya tersebut dalam bermasyarakat, penuh dengan sikap toleran dan saling hormat menghormati. Salah satu contoh; menteri yang ketahuan korupsi, secara jantan mengundurkan diri bahkan tidak tahan menanggung malu mengakhiri hidupnya dengan cara harakiri. Bagaimana dengan kita? Para koruptor dikala tertangkap oleh KPK tersenyum sumringah dan melambaikan tangan bak selebriti tanpa penyesalan. Dimana letak nilai-nilai keagamaan yang telah diajari oleh para pemimpin masing-masing agama yang kita anut? Jika apa yang telah diajarkan kepada kita sudah baik, mengapa prilaku sebagian masyarakat menjadi demikian.

Kita ingat di masa-masa kecil saya dahulu di Bali, hidup bagaikan di syurga mengapa demikian? Permasalahannya, kami menemukan kedamaian, sepeda tidak dikunci, rumah tidak di pagar, namun saat ini masyarakat takut untuk meninggalkan harta bendanya di pinggir jalanakan dicuri, takut akan rumahnya di rampok. Seiring dengan berjalannya reformasi, kebebasan dalam mengemukakan pendapat, norma-norma hidup sudah ditelantarkan salah satu contoh; anak sudah berani melawan orang tua, tidak ada rasa hormat kepada guru. Kenyataan ini, merupakan kegagalan dari pendakwah masing-masing agama kepada umatnya, sehingga pemahaman agama dimaknai secara dangkal.

Permasalahan tersebut diatas disebabkan oleh faktor-faktor diantaranya: liberalisme adalah sebuah paham yang didasarkan pada kebebasan dan persamaan hak, yang bermimpi akan lahirnya suatu masyarakat yang bebas, baik dalam cara berpikir ataupun bertindak bagi setiap individu.Oleh karena itu, liberalisme menolak adanya pembatasan dalam segala hal, terutama oleh negara dan agama. Di Barat yang mula-mula muncul adalah liberalisme intelektual yang mencoba untuk bebas dari agama dan dari Tuhan, namun dari situ lahir dan tumbuh liberalisme pemikiran keagamaan yang disebut juga theological liberalism.

Secara ideologis, liberalisme adalah suatu paham yang membebaskan diri dari ajaran agama. Mereka mengakui adanya tuhan tapi tidak mau terikat dengan ajaran Tuhan (agama), atau beragama tapi tidak mau tunduk pada ajaran Nabi, beragama tanpa Tuhan atau sebaliknya Bertuhan tanpa agama. Kemungkaran dianggap sebagai kebebasan berekspresi, dan penolakan ajaran agama serta penistaan agama dianggap kebebasan berpendapat.

Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh subur di bawah naungan sistem demokrasi. Karena keduanya sama-sama mendasarkan pada kebebasan mayoritas,kebebasan berpikir, kesetaraan gender, emansipasi.

Nicholas F. Gier, dari University of Idaho, Moscow, Idaho menyimpulkan karakteristik pemikiran tokoh-tokoh liberal Amerika Serikat adalah sebagai berikut :

Pertama, percaya pada Tuhan, tapi tidak mau terikat dengan ajaran Tuhan (agama). Mereka tidak mau terikat oleh apapun selain untuk kepentingan hawa nafsunya. Dalam liberalisme, konsep Tuhan (teologi) dan doktrin agama, merupakan persoalan yang dianggap mengganggu kebebasan. Karena itu, sebagaimana kaum atheis, kaum liberal juga mengejek dengan mengatakan ‘tuhan telah mati’. Manusia yang tidak terikat ajaran agamabagai binatang liar, susah dikendalikan, sesat dan menyesatkan.

Kedua, memisahkan antara ajaran agama dan moral. Mereka berkesimpulan bahwa orang yang tidak beragama sekalipun dapat menjadi moralis. Oleh karena kaum liberal dianggap humanis dan moralis, meskipun prilakunya telah menistakan agama. Gagasan liberalisme berangkat dari olah akal sesat dan bejat. Agenda liberalisme dilakukan melalui gaya hidup yang hedonistik. Gaya hidup hedonis yang mengusung kebebasan berperilaku seperti free sex sebagai propagandis zionisme yang hendak merusak masyarakat.

Ketiga, menolak agama dalam urusan negara/publik. Kaum liberal sesungguhnya kaum anti agama. Sekalipun mereka mengaku beragama, tapi tidak mau terikat dengan ajaran yang sesungguhnya.

Bercermin dari hal tersebut diatas, hendaknya kita kembali keajaran agama yang telah mengajarkan kita untuk berbuat kebajikan, menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Kita harus ingat bahwa hidup hanya sebentar saja, sehingga perlu diisi dengan yang bermanfaat, agar kehidupan diakhirat nanti, akan memperoleh kehidupan yang sebenarnya dalam kedamaian yang abadi. Tinggal kita memilih, kita ingin kehidupan dunia semu? Atau menginginkan kehidupan yang indah didunia dan di akhirat ? Wallahualam...

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun