Mohon tunggu...
Timotius Cong
Timotius Cong Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Penginjil

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Prinsip Baik Orangtua Tidak Selalu Cocok Buat Anak

19 Mei 2020   15:17 Diperbarui: 3 Juni 2020   13:13 1256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi prinsip orangtua untuk anak (Sumber: Pixabay.com)

Dia merekomendasikan seorang dokter di rumah sakit swasta dan bersedia membantu semua biaya pengobatan. Hati saya sangat bersyukur. Saya berpikir, sudah waktunya melangkah lagi, setelah 2 tahun vakum. Apalagi melihat dia tambah parah. Waktu main piano di gereja, saat dia menggerakkan kaki menginjak pedal, tangan kanan juga ikut menonjok mukanya. 

Mulailah saya mendaftar ke dokter syaraf tersebut. Puji Tuhan, pada pertemuan pertama, di depan dokter, putra saya kumat, tangannya tiba-tiba menonjok mukanya. Dokter langsung berkata bahwa anak saya mengalami epilepsi.

Saya bertanya, "Setahu saya, bukankah epilepsi itu berbusa dan tidak sadar?". Dokter menjawab, "Epilepsi banyak jenisnya. Salah satunya seperti ini." 

Dokter pun langsung memberikan resep obat untuk dicoba selama 2 minggu. Jika cocok, obat ini harus diminum selama 2 tahun berturut-turut. 

Bersyukur, saat minum obat tersebut, langsung tidak kumat lagi. Selama 2  minggu kemudian dengan sukacita, saya kontrol lagi anak saya ke dokter. 

Dokter memberikan obat dan menyarankan anak saya untuk minum obat Penitoin  2 kali 1 biji pagi dan sore. Tidak boleh lupa, kalau lupa dan kumat harus mengulang dari nol lagi selama 2 tahun. 

Dengan hati bahagia, kami sekeluarga senantiasa mengingatkan agar pagi dan malam minum obat. Bahkan, kami minta dia untuk pasang alarm jam 06.00 pagi dan jam 06.00 sore. Terhitung maret 2018.

Setengah tahun berlalu tanpa kumat, lalu kami kontrol ke dokter.  Satu tahun juga berlalu tanpa kumat, kami kontrol lagi ke dokter. Kali ini disertai pemeriksaan darah untuk melihat fungsi hati. Ternyata obat tersebut menyebabkan masalah pada fungsi hati. Tetapi dokter menghibur, "Tidak apa-apa, setelah berhenti minum obat ini, akan normal lagi."

Akhirnya, 2 tahun juga berlalu tanpa kumat. Hati senang, karena sebentar lagi, anak saya akan sembuh tanpa obat. Selama 2 tahun memang tidak kumat, tetapi itu karena bergantung obat. Apa yang terjadi saat obat dihentikan? Itu yang menjadi pertanyaan saya. Hal yang tidak terduga terjadi, waktu untuk kontrol ke dokter yaitu Maret 2020 ternyata bertepatan dengan Pandemi Covid-19. Jadi ada rasa takut ke rumahs akit, padahal waktu berhenti obat sudah sampai.

Akhirnya, saya terpaksa menghubungi dokter syaraf lewat WA, untuk meminta petunjuk cara menghentikan obat. Setelah mengikuti petunjuk, di mana dosis obat sudah bisa dikurangi dari 2 kali 1 menjadi 1 kali 1. 

Besoknya, epilepsi putra saya kambuh lagi. Mulai saat itu, saya kaget dan merasa bahwa usaha yang kami lakukan dengan meminum obat selama 2 tahun, tidak menyembuhkan penyakitnya. Obat tersebut, hanya menahan penyakitnya. Mulai maret lalu saya shock dan sedih. Merasa pengobatan selama 2 tahun sia-sia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun