Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Socio-Demokrasi, Ketika Sukarno Mendahului Zizek, Badiou, Laclau-Mouffe

25 Juni 2020   02:42 Diperbarui: 13 April 2024   23:07 1498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Slavoj Zizek dan Soekarno [Ilustrasi by Coffee4Soul.club, sumber gambar: Welt.de]

Dalam The Courage of Hopelessness, Zizek menulis kritiknya terhadap demokrasi liberal yang mengabdi kepentingan kapitalisme.

"Democracy is thus the democracy of the markets, the permanent plebiscie of market fluctuations. The space for democratically elected political agents to make decisions is sevverely limited, and the political process delas predominantly with issues towards whics capitalism is indifferent (like cultural wars)."[2]

Sukarno sudah melihat kepalsuan demokrasi liberal ini sejak pengkhianatan kaum borjuis pascarevolusi Perancis.

"Marilah kita awas, jangan sampai Rakyat-jelata Indonesia tertipu oleh semboyan 'demokrasi' sebagai Rakyat-jelata Perancis itu, yang akhirnya ternyata hanya diperkuda belaka oleh kaum borjuis yang bergembar-gembor 'demokrasi', ---kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan---, tetapi sebenarnya hanya mencari kekuasaan sendiri."[3]

Menurut Sukarno, demokrasi liberal "hanyalah 'demokrasi' parlemen saja, 'demokrasi politik' saja. Demokrasi-ekonomi, keRakyatan-ekonomi, kesama-rasa-sama-rataan-ekonomi tidak ada, tidak adapun bau-baunya sedikit juga."[4]

Lalu bagaimana wujud demokrasi politik sekaligus demokrasi ekononi atau kerakyatan-ekonomi yang Bung Karno cita-citakan?

"Dengan demokrasi politik dan ekonomi, maka nanti Marhaen bisa mendirikan staat yang tulen staatnya Rakyat -- suatu staat yang segala urusnya politik dan ekonomi adalah oleh Rakyat, dengan Rakyat, bagi Rakyat ... untuk urusan apa sahaja dan terutama sekali urusan ekonomi haruslah di bawah kecakrawartian Rakyat itu. ..."[5]

Sepintas saya merasakan jalinan gagasan --yang berpilin tanpa sengaja-- antara Mentjapai Indonesia Merdeka dengan Hegemony and Socialist Strategy milik Laclau-Mouffe.

Sedikit catatan, dalam Hegemony and Socialist Strategy, Laclau dan Mouffe membuktikan bahwa demokrasi liberal memang sudah sejak dalam pikiran -- bukan cuma kelemahan dalam praktik -- menolak peran negara dalam mewujudkan keadilan sosial.

Hal tersebut tampak dalam pemikiran kaum libertarian (anarkis kanan) sebagai sendukung utama demokrasi liberal, seperti Hayek dan Milton Friedman. Tentang hal ini, secara ringkas saya tulis dalam "Laclau -Mouffe: Demokrasi Liberal Anti-Social Justice Sejak Dalam Pikiran".

Dalam Mentjapai Indonesia Merdeka, Sukarno menekankan pentingnya memperjuangkan kemerdekaan politik dari kolonialisme sebab kemerdekaan itulah jembatan emas menuju demokrasi politik dan demokrasi ekonomi, demokrasi yang "dibikin menjadi masyarakat yang tiada kapitalisme dan imperialisme."

Laclau dan Moufffe menempatkan revolusi demokratik -Revolusi Agustus 1945 juga adalah revolusi demokratik- yang berbuah kemerdekaan politik sebagai pijakan untuk memperluas praktik demokrasi ke segala lini kehidupan hingga ke unit-unit relasi yang paling dasar dalam kehidupan sehari-hari.

"This break with the ancien regime, symbolized by the Declaration of the Rights of Man, would provide the discursive conditions which made it possible to propose different forms of inequality as illegitimate and antinatural, and thus make them equivalent as forms of oppression."[6]

Dalam proposal Laclau-Mouffe, tugas kaum demokratik radikal pascarevolusi demokratik adalah memperdalam dan memperluas kontradiksi-kontradisi yang ada -dalam istilah Sukarno, 'sana mau kesana, sini mau kesini'- hingga mengakhiri relasi produksi kapitalis yang merupakan akar dari berbagai hubungan subordinasi.

Perbedaan Laclau - Mouffe dengan umumnya Marxist tradisional adalah keduanya menolak sosialisasi alat produksi dijadikan proyek istimewa proletariat.

"Ketika seseorang berbicara tentang sosialisasi alat-alat produksi sebagai satu elemen dalam strategi untuk demokrasi yang radikal dan majemuk, seseorang harus bersikeras bahwa ini tidak dapat berarti hanya manajemen diri pekerja"[7]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun