2. Kritik Rawlsian terhadap Cortex DJP
Ketimpangan Akses dan Transparansi: Cortex tidak transparan dalam mengungkapkan bagaimana algoritma menilai risiko pajak, sehingga wajib pajak tidak bebas mengetahui atau membela diri atas keputusan yang memengaruhi mereka. Ini melanggar prinsip kebebasan Rawls.
Bias Sistemik terhadap UMKM: Cortex cenderung memberatkan wajib pajak kecil atau UMKM yang kurang sumber daya, bertentangan dengan prinsip perbedaan yang mengharuskan ketidaksetaraan menguntungkan yang paling rentan.
Ketiadaan Jalur Koreksi atau Banding: Jika wajib pajak tidak memiliki mekanisme banding yang jelas dan terbuka, maka keadilan prosedural tidak terpenuhi.
3. Kritik dari Perspektif Aristotle
Ketidakadilan Distributif: Cortex memperlakukan wajib pajak secara sama tanpa mempertimbangkan kontribusi dan kapasitas mereka, padahal keadilan menurut Aristotle adalah memberi yang pantas bagi yang pantas.
Tujuan Sosial yang Keliru: Fokus Cortex pada efisiensi penerimaan pajak tanpa mendorong partisipasi sukarela dan pendidikan pajak menyimpang dari tujuan sosial perpajakan menurut Aristotle.
Kurangnya Penyesuaian Kontekstual: Cortex mengabaikan konteks lokal dan karakteristik wajib pajak, padahal keadilan harus mempertimbangkan keadaan konkret.
4. Kritik dari Perspektif Amartya Sen
Mengabaikan Ketimpangan Kapabilitas: Cortex menilai kepatuhan secara formal tanpa memperhitungkan kemampuan riil wajib pajak, sehingga tidak adil bagi mereka yang kurang mampu.
Minimnya Partisipasi Wajib Pajak: Cortex beroperasi sebagai “black box” tanpa ruang partisipasi wajib pajak dalam evaluasi risiko.