"Buktikan dengan semangat sikapmu. Atau ketegasan melihat aku milik orang, maaaas...".
Wiwid menjerit, menangis, mencakar pipi merah basah itu! Air mata deras menghujam lantai tanah teras. Meresap dan menghilang!
Ia tepis uluran tangan Ikhsan. Ia tantang tatap Ikhsan dengan dengan getar bibir yang dahsyat! Ikhsan menatap wajah ayu, itu. Memerah, dan berkaca-kaca!
"Aku, menunggu keajaiban Dik. Hanya itu yang aku bisa. Aku meminta miracle itu, untuk kita!", bisik Ikhsan lirih, bersamaan jatuhnya dua tiga air mata yang sudah cukup lelah menggenang di sudut matanya.
Membisu!
Wiwid melangkah mendekat. Ia usap air mata itu yang kini berdiam di sudut bibir Ikhsan. Lembut, dengan ketajaman tatap mata Wiwid, yang masih tersisa.
Pagi yang melelahka, bagi sejoli yang berjiwa asmara dalan kerundungan duka. Takdir serasa semakin mengaburkan janji-janji dan mimpi-mimpi. Ikhsan terpaku. Menatap tajam gemulai langkah menjauh dari dirinya. Langkah itu gontai! Serasa semakin membuat lama sosok itu untuk menghilang.
Kabut pun tak mampu menutupi seribu rasa langkah duka Wiwid. Meninggalkan Ikhsan bersama sisa usap Lembut yang masih dirasa.
    (bersambung...)
karya      : 7   Januari 2018
diposting  : 20 Juli 2020
Salam,
Akhmad Fauzi
*foto dari indokaskus.blogspot.com
*Nama, waktu, situasi, dan tempat hanya fiksi belakaÂ