Mohon tunggu...
t. ernayuni
t. ernayuni Mohon Tunggu... Sekedar Menulis Kata

Suka nulis cerpen hasil nyuri waktu ketika rebahan dan ngelamun, daripada ngehalu mending corat-coret disini, ya kan? 😁😊📝

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen : Luka

3 September 2025   12:16 Diperbarui: 3 September 2025   12:16 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto :canva/ t.ernayuni 

Langit masih pekat saat sirene ambulans memecah keheningan dini hari. Di UGD, Dr. Farhan menghela napas. Pagi buta seperti ini biasanya membawa kasus-kasus darurat yang tak terduga. Pintu gawat darurat terbuka, dan dua remaja laki-laki mengendarai satu motor.

 Mereka bertiga, salah satu dari mereka tergeletak lemas di jok belakang, diapit oleh kedua temannya yang panik. Saat motor berhenti tepat di depan pintu UGD kedua remaja itu menyeret tubuh temannya yang sudah lunglai dan Sekujur tubuhnya berlumuran darah, meletakkannya di lantai UGD, lalu segera menghilang secepat kilat setelah meminta pertolongan dokter.

"Dok, tolong dia!" teriak salah satu dari mereka, suaranya gemetar.

Farhan bergegas mendekat. Begitu mereka meletakkan pasien di brankar, kedua remaja itu menghilang secepat kilat, meninggalkan pasien tergeletak di depan UGD. Farhan tertegun, kecewa. Bagaimana bisa mereka meninggalkan temannya begitu saja?

Ia melirik name tag yang tertera di baju seragam putih abu-abu korban. Luka, 16 tahun. Nama yang ironis. Farhan segera membuka baju pasien itu, dan saat itulah ia melihat kengerian yang sesungguhnya. Lengan kanan Luka sudah putus, hanya menyisakan pangkal bahu yang menganga dengan darah yang masih mengalir deras. Luka sayatan lain juga tampak di sekujur tubuhnya.

Wajah Farhan mengeras, amarah dan keprihatinan bercampur aduk. Ia tahu, Luka adalah korban tawuran. Hanya karena masalah sepele, nyawa dipertaruhkan. Bersama perawat, ia berusaha sekuat tenaga menghentikan pendarahan. Jarum infus, perban, alat-alat medis, semua digunakan demi satu tujuan: menyelamatkan nyawa anak ini.

Dua jam kemudian, pintu UGD kembali terbuka. Kali ini, sepasang suami istri datang dengan napas terengah-engah, masih dengan pakaian tidur seadanya. Air mata sudah membasahi pipi sang ibu bahkan sebelum ia melihat putranya.

"Dok, bagaimana anak saya? Luka di mana?" tanya sang ibu panik.

Farhan menunjuk ke arah brankar tempat Luka terbaring tak berdaya. Sang ibu langsung menghambur, memeluk tubuh lemah putranya. "Nak, kenapa kamu jadi begini?" bisiknya, suaranya pilu. Luka hanya bisa menatap ibunya dengan mata sayu. Ada begitu banyak hal yang ingin ia sampaikan, permohonan maaf, kata-kata terakhir, tapi suaranya tak mau keluar.

Waktu menunjukkan pukul 6 pagi. Detak jantung Luka semakin melemah. Monitor di sampingnya menunjukkan garis lurus panjang. Luka telah pergi. Ia mengembuskan napas terakhirnya di pelukan sang ibu, tanpa sempat berucap sepatah kata pun. Kepergiannya meninggalkan luka yang dalam, bukan hanya bagi keluarganya, tetapi juga bagi Farhan.

Farhan menatap jasad Luka dengan kekecewaan yang mendalam. Ia merasa miris. Para pelaku dan teman-teman Luka yang mengantarkannya ke UGD, kini menghilang seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Seolah-olah nyawa seorang teman tidak berarti. Tawuran, yang berawal dari emosi sesaat, kini merenggut sebuah nyawa dan meninggalkan sebuah keluarga yang hancur. Farhan hanya bisa berharap, kejadian ini tidak akan terulang lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun