Mohon tunggu...
Tias Tanjung Wilis
Tias Tanjung Wilis Mohon Tunggu... Administrasi - Murid kehidupan

Perempuan biasa yang suka berbagi cerita Berharap bisa membuat perubahan Menciptakan kesetaraan laki-laki dan perempuan Melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mau Solo Travel? Ini yang Harus Disiapkan

2 Maret 2018   11:55 Diperbarui: 11 Februari 2020   09:36 879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Koleksi pribadi

Bagi yang suka jalan-jalan, solo travel bisa jadi satu pilihan. Beberapa waktu lalu, saya solo travel ke beberapa kota di Italia dan Perancis. Saya pindah dari satu kota ke kota lain yang jaraknya lumayan. Dan itu semua saya lakukan sendiri. Tanpa teman. Tanpa travel agent. Benar-benar sendiri. Otomatis semua harus dipersipkan secara matang. Sharing pengalaman saya ini mungkin bisa menjadi referensi bagi yang berencana melakukan solo travel.

Saya sendiri lebih memilih jalan sendiri daripada group travel karena beberapa alasan.

Bebas

Alasan pertama (dan yang utama) kenapa saya putuskan memilih solo travel sebenarnya simple saja. Saya tidak suka diatur. Jalan bareng (apalagi dengan biro perjalanan) sudah pasti harus ikut jadwal yang sudah ditentukan. Mau kemana, dengan siapa, naik apa, makan apa, makan dimana, berangkat jam berapa, berapa lama ada di lokasi, dan seterusnya. Intinya, pasti ada serangkaian aturan yang harus kita ikuti.

Bebas ini juga berlaku dalam menentukan itinerary. Sebelum berangkat, saya sempat membandingkan itinerary yang ditawarkan beberapa biro perjalanan. Tidak ada satu pun yang bisa mengakomodir semua keinginan saya. Wajar sih, tapi kalau terlalu banyak yang akhirnya tidak bisa kunjungi, rasanya sayang uang yang sudah kita bayarkan.

Kebanyakan biro perjalanan akan membawa kita melihat tempat-tempat yang hits, populer, dan mainstream. Contohnya, kalau ke Paris, kita akan diajak ke Arc De Triomphe, Musee du Louvre, Des Invalides, Champs-Elysees, dan Notre Dame. Dan, perlu dicatat, tidak semua objek itu akan kita masuki. Kadang kita hanya diajak "melewati", mungkin foto-foto sebentar di bagian luar, kemudian pindah lagi ke objek yang lainnya.

Sementara, bagi saya mustahil pergi ke Perancis tanpa mengunjungi Chateau de Versailles, memasuki ruang demi ruangnya yang menakjubkan, berjalan di Galerie des Glaces, mengagumi Le Petit Trianon dan Hameau de la Reine yang indah itu. Solo travel memberikan kita kebebasan untuk bisa merencanakan semua sendiri, salah satunya soal itinerary.

Bebas ini juga menyangkut waktu. Seperti yang sudah saya jelaskan tadi, biro perjalanan biasanya sudah menentukan kapan berangkat, kapan makan, berapa lama di satu lokasi, kapan kumpul,kapan balik ke hotel, dan sebagainya. Ini semua dilakukan untuk mematuhi jadwal dan mencapai target yang sudah mereka tawarkan pada customer.

Saya bukan tipe orang yang suka menetapkan target, apalagi dalam hal traveling. Saya lebih suka santai, menikmati suasana, mempelajari sejarah, budaya, dan tiap detail daerah yang saya kunjungi.

Menantang

Dalam group travel, mungkin perasaan kita akan lebih tenang. Kalaupun ada masalah atau kesulitan, misalnya kendala bahasa, memahami petunjuk arah, atau milih menu makan, kita tidak perlu khawatir karena ada teman yang bisa bantu.

Solo travel tidak begitu. Semua harus diatasi sendiri. Saya punya pengalaman seru dan lucu soal ini. Jadi, waktu itu dari Paris saya mau ke Roma dengan naik Ryanair, pesawat low-cost gitu. Tiketnya sudah dibeli 3 atau 4 bulan sebelum berangkat.

Paginya, sekitar jam 5, setelah check out dari hotel, saya sudah sangat yakin dengan rute yang akan saya ambil. Bahkan sudah tanya ke ke resepsionis hotel. Dia bilang rute saya sudah oke. Saya langsung naik metro. Kebetulan dekat banget dengan hotel. Begitu mau sampai bandara, kira-kira 2 pemberhentian lagi, saya tidak sengaja ambil lagi tiket dari kantong dan saya baca. Ternyata alih-alih Charles de Gaulle (bandara yang sedang saya tuju), pesawat saya berangkat dari Beauvais airport. Saya salah bandara!

Saya bingung. Panik. Pesawat saya berangkat jam 09.10. Saya tidak punya akses internet. Tidak ada teman. Langsung saya tanya ke beberapa penumpang metro. Mereka baik-baik banget, tapi sayang mereka juga tidak tahu airport saya itu dimana. Mereka langsung ambil hp dan cari di google.

Ternyata bandara itu jauh banget. Di luar Paris. Untuk ke sana saya, harus naik metro ke arah Port Maillot. Dari situ saya harus naik shuttle bus yang berangkatnya beberapa jam sekali. Untuk ke bandara itu ternyata butuh beberapa jam. Hanguslah tiket saya. Padahal saya sudah beli bagasi juga. Hangus semua.

Beruntung, masih ada tiket ke Roma, berangkat sekitar jam 21.05. Tapi, karena belinya mendadak jadi harganya melambung. Tapi, saya masih beruntung karena tiket masih ada. Kalau tidak, saya harus tidur di bandara situ. Pengalaman itu tidak akan saya lupakan seumur hidup.

Singkatnya, kalau jalan sendiri, kita harus lebih hati-hati, lebih teliti. Semua harus dibaca, jangan sampai salah. Jangan sampai mengalami kejadian seperti saya.

Ketemu Teman Baru

Seperti cerita saya tadi, solo travel bisa menjadi cara yang efektif untuk bertemu dengan orang-orang baru. Group travel membuat kita terlalu fokus berinteraksi hanya dengan teman-teman di satu grup. Dengan solo travel, kapanpun dimanapun kita akan bertemu dengan orang-orang baru, berbicara dengan mereka, belajar budaya mereka, dan kalau kita mau, bisa melanjutkan pertemanan. Bagi saya, justru ini yang penting dari sebuah perjalanan. Belajar bukan hanya tentang tempat-tempat baru, tetapi lebih tentang manusianya.  

Kekurangan solo travel versi saya

Yang jelas, biaya pasti lebih mahal karena semua ditanggung sendiri. Kalau pergi bareng, kita bisa sharing biaya makan dan akomodasi. Diskon pun banyak ditawarkan untuk group travel,termasuk soal transportasi. Tapi ini semua kembali ke kitanya sih. Kalau kita mau, misalnya, mau sharing kamar orang asing yang baru aja ketemu bisa saja lebih hemat. Tapi ini tentu beresiko. Kedua, setiap masalah harus diatasi sendiri. Misalnya seperti cerita saya tadi, kendala bahasa, dan sebagainya. Dari segi keamanan, group travel saya rasa lebih bisa memberikan kita rasa aman dibanding pergi sendiri. Satu lagi, jalan sendiri itu artinya kalau kita capek, tidak ada yang mijitin. Kalau koper kita berat, tidak ada yang bantu bawa. 

Jadi, apa saja yang harus disiapkan biar solo travel kita aman dan nyaman?

Sebelum berangkat, ada baiknya kita buat check list untuk memastikan kita sudah punya semua yang butuhkan selama berada di negeri orang:

1. Paspor

Untuk memesan tiket pesawat, sudah harus ada paspor. Jadi pertama yang diurus adalah paspor. Karena tinggal di wilayah Jakarta Pusat, saya urus ke Kantor Imigrasi Jakarta Pusat. Syaratnya pengurusan paspor baru:

2. Tiket pesawat

Jaman sekarang gampang banget cari tiket pesawat. Tidak perlu ke travel agent. Semua bisa diurus sendiri. Banyak platform pemesanan tiket pesawat yang menawarkan harga bersaing. Misalnya, traveloka, tiket.com, tripadvisor, skyscanner, dan sebagainya. Saya waktu itu pakai Traveloka karena setelah saya bandingkan, harganya lebih murah dari yang lain. Awal tahun 2017 lalu, untuk pesawat Turkish Airlines, rute Jakarta-Roma PP, saya dapat tiket di harga Rp 10,2 juta. Kelebihan Traveloka, dia punya Smart Combo. Jadi kalau kita beli return ticket dengan maskapai yang sama, kita bisa dapat harga yang lebih murah. Kalau kita ada pertanyaan, responnya juga cepat. Cuma tidak bisa refund, mungkin karena harga promo.  

3. Akomodasi

Bukti pemesanan hotel selama perjalanan, juga jadi syarat untuk pengurusan visa. Untuk cari hotel, harus pakai aplikasi yang benar. Jangan yang abal-abal. Takutnya setelah kita bayar, hotelnya ternyata tidak sesuai dengan ekspektasi. Itu bisa sangat mengganggu. Sebelum membayar, pastikan lokasi apakah sudah sesuai, check in time nya kapan (ada beberapa tipe akomodasi yang tidak melayani check in 24 jam), fasilitasnya apa saja, ada pemanas ruangan atau tidak, dan seterusnya. 

Untuk pesan hotel, saya pakai booking.com karena menurut saya webnya user friendly, informatif, harganya murah, dan difasilitasi kalau kita mau komunikasi dengan pihak hotelnya. Nah, untuk akomodasi, saya pilih yang biasa saja. Tidak mewah, tapi juga tidak jelek-jelek amat. Yang penting bersih, nyaman, dan lokasinya strategis.

Berikut lodging yang saya pilih, siapa tahu ada yang butuh referensi:

  • Florence 

Selama di Florence saya menginap di Green Domus. Hotelnya nyaman. Fasilitas lengkap. Lokasinya sangat strategis. Dekat dengan stasiun Firenze Santa Maria Novella, bisa ditempuh dengan 15 menit jalan kaki. Hanya 20 meter dari Il Duomo a.k.a Cattedrale di Santa Maria del Fiore yang terkenal itu. Dengan tujuan wisata lain, seperti Ponte Vecchio, Uffizi Gallery, Ponte Vecchio, dll. juga sangat dekat. Tapi ada minusnya juga. Pas saya datang, saya tidak bisa masuk karena dikunci dan petugasnya tidak ada di situ. Kita harus menghubungi lewat telfon yang nomornya sudah tersedia di pintu gerbang. Cari telfon umum pun susah. Untung saya ketemu turis dari Jepang yang baik banget. Dia meminjamkan handphone-nya pada saya. Lima menit saya tunggu, sang petugas pun datang. Orangnya ramah dan helpful banget.  

  • Perancis

Di Perancis, saya memilih menginap di hotel ibis Paris Issy Les Moulineaux Val de Seine yang lokasinya antara pusat kota Paris dan Versailles. Jadi untuk mencapai keduanya tidak terlalu jauh. Kamarnya nyaman, bersih banget, WiFi lancar, pelayanannya oke banget, resepsionis siap 24 jam, dekat sekali dengan tramway T2 jadi akses kemana-mana mudah. Metro ada tapi lumayan jauh.

  • Roma

Saat di Roma, jujur saya bingung saat harus memilih lokasi hotel. Karena menurut saya semua lokasinya bagus dan bersejarah. Akhirnya saya pilih lodging Marvi Hotel di belakang Castel Sant'Angelo. Pertimbangannya, lokasi dekat dengan Vatican, Sungai Tiber, dan dari situ saya tinggal jalan ke arah selatan untuk mengeksplor tenpat-tempat bersejarah lainnya, mulai dari Castel Sant'Angelo sendiri, Vatican dan museumnya, Trevi Fountain, Pantheon, Roman Forum, hingga Colosseum. Tapi sayangnya, di hotel ini check in tidak bisa 24 jam, maksimal jam 22.00. Jadi kalau kita datangnya di atas jam itu, terpaksa menginap di bandara atau cari hotel lain yang bisa check in kapan saja.

Saran saya, cari hotel yang lokasinya strategis dan bisa check in 24 jam. Mungkin kita sudah buat itinerary sesempurna mungkin, tapi kita tidak akan pernah tahu kendala atau masalah apa yang akan terjadi di hari H nanti.      

4. Tiket transportasi selama di negara tujuan

Sebenarnya tiket ini tidak perlu kita beli di Indonesia. Tapi bagi orang-orang yang well prepared banget, ini pun bisa dipersiapkan mulai dari sini. Toh hotel sudah dipesan, jadi kita bisa tahu mau kemana dan kapan. Tinggal beli tiketnya saja. Untuk wilayah Eropa, banyak moda transportasi yang bisa dipilih. Waktu itu, dari Roma ke Florence saya pilih naik kereta. Tiketnya bisa dibeli langsung di stasiun atau secara online di http://www.trenitalia.com/.

5. Asuransi Perjalanan

Sebenarnya banyak asuransi yang menawarkan travel insurance. Tapi kemarin, setelah mencari info dari beberapa teman, saya pilih asuransi perjalanan AXA Mandiri. Belinya secara online di https://www.axa-mandiri.co.id. Polis asuransinya nanti harus mencantumkan: Nama tertanggung, periode asuransi, jumlah pertanggungan setara dengan Euro 30.000, mencakup seluruh wilayah Schengen dan mencakup seluruh periode kunjungan di wilayah Schengen.

picture1-5a98f62616835f609573b633.jpg
picture1-5a98f62616835f609573b633.jpg
6. Visa

Waktu itu, karena tujuan pertama saya ke Italia, saya mengurus visa di Schengen Visa Application Centre di Kuningan City Mall. Saran saya, urus saja sendiri, tidak perlu pakai jasa perantara. Gampang kok caranya. Lengkapi saja semua persyaratannya:

  • Form aplikasi. Sekarang bisa diisi secara online di alamat http://e-applicationvisa.esteri.it/moduloOnline.html#step-1. Jika sudah, cetak dan tandatangani.
  • Dua lembar pas foto berwarna, ukuran 35x45mm, background putih dan sesuai standard ICAO.
  • Paspor yang masih berlaku paling tidak 3 bulan setelah tanggal berakhirnya visa.
  • Fotokopi halaman biodata paspor.
  • Asuransi perjalanan.
  • Surat keterangan kerja yang menyatakan posisi dari pemohon, lama bekerja, konfirmasi ijin cuti untuk periode liburan tersebut, dan pernyataan akan kembali bekerja seusai liburan.
  • Surat referensi bank dan fotokopi otentik bukti keuangan pribadi selama 3 bulan terakhir.
  • Bukti pemesanan tiket penerbangan.
  • Jika kita apply kurang dari 5 hari kerja, aplikasi kita akan ditolak dan dikembalikan.
  • Fotokopi bukti pemesanan akomodasi untuk seluruh masa kunjungan di wilayah Schengen.
  • Fotokopi Kartu Keluarga. Jika ada keluarga yang mendampingi, sertakan juga Akte Perkawinan/Akte Kelahiran.

Untuk biaya visa short stay hanya Rp 955.000. Selain itu, ada service charge Rp 300.000, yang harus dibayarkan secara cash.

Keterangan lebih detail tentang persyaratan, cara apply, dan berapa biayanya, bisa dilihat di http://www.vfsglobal.com/italy/indonesia/.

7. Duit

Lots and lots of duit dalam debit, kredit, dan cash. Tapi ingat, jangan bawa uang cash terlalu banyak. Bahaya! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun