Mohon tunggu...
JPIC Kapusin Medan
JPIC Kapusin Medan Mohon Tunggu... Lainnya - Capuchin Brother

Fransiskan Kapusin

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Menjadi Suluh di Dalam Pendidikan

25 November 2021   15:41 Diperbarui: 25 November 2021   16:06 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manusia merupakan satu-satunya makhluk hidup yang berakal budi. Akal budi menuntun manusia untuk berpikir dan berefleksi menuju pengetahuan yang benar dan kesejatian integritas diri. Akal budi juga membuat manusia menjadi bijak sana. Karena itulah, manusia diberi gelar homo sapiens (makhluk yang bijak).

Perkembangan akal budi dipengaruhi oleh dinamika kemajuan peradaban zaman dan mediasi yang mendukung seperti (fenomena) alam dan interaksi dengan manusia lain. Di dalam interaksi ini ada saling transfer ilmu dan pengalaman hidup.

Dalam bahasa sehari-hari, kegiatan ini disebut sebagai proses belajar-mengajar. Di dalam proses ini, ada yang bertindak sebagai guru dan ada murid. Guru mengajar/mendidik, sementara murid belajar atau diajar/dididik.

Guru memegang peranan sentral dalam mengajari atau mengarahkan murid seutuhnya untuk mengerti akan siklus kehidupan ini, kemudian berpikir kritis terhadap permasalahan di dalamnya, dan pada akhirnya mengambil keputusan yang tepat agar dapat mempertahankan eksistensi dirinya.

Kalau salah didik, guru malah menciptakan peradaban manusia yang kacau dalam berpikir, merasa, dan bertindak. Bukan lagi pengetahuan yang benar atau kesejatian integritas diri yang didapat, tetapi kesesatan. Lantas apa yang harus diperhatikan oleh para guru?

Sosok didaktis

Guru harus sadar bahwa di genggaman tangannya roda kreasi (creatio) atau penciptaan peradaban manusia yang maju berada. Untuk itu, guru mesti hadir sebagai seorang figur atau sosok yang didaktis.

Dikatakan sebagai sosok didaktis, karena guru identik dengan pendidikan, pengajaran, dan pelatihan. Ketiga hal ini menjadi fundasi penting yang harus diperhatikan oleh para guru dalam mengembangkan integritas diri murid; dengan pendidikan sebagai sentralnya.

Sebagai seorang pendidik, guru memiliki tugas yang begitu ekstra. Ia diwajibkan untuk mampu bergaul dengan semua anak muridnya. Guru juga bertanggung jawab untuk mentransformasikan berbagai nilai kehidupan yang kompleks kepada para murid.

Di samping itu, guru memiliki peranan dalam mengarahkan para murid menjadi manusia yang memiliki akhlak yang baik, pikiran yang cerdas, dan soft skill yang mumpuni. Hingga pada akhirnya, para murid mampu mencapai kebahagiaan, kemandirian, dan kemerdekaan diri, serta bertanggung jawab atas hidupnya.

Sebagai seorang pengajar, guru memberikan tuntunan kepada para murid agar memiliki pengetahuan atas ilmu-ilmu formal. Bagaimana pun, murid mesti memiliki kapasitas memadai atas satu, dua, tiga atau lebih studi formal. Karena, hal ini sangat penting mengingat berbagai peluang yang bisa dimanfaatkan lewat pelajaran untuk mencapai kesuksesan dan kebahagiaan dalam hidup di masa mendatang.

Sementara itu, sebagai seorang pelatih, guru membantu para murid agar terbiasa dengan pendidikan dan pengajaran yang diberikan. Pelatihan dilakukan demi membantu para murid mengembangkan potensi dalam dirinya menjadi satu keutamaan dan hard skill.

Agar proses di atas dapat berlangsung dengan mantap, guru semestinya memiliki kiat-kiat yang sungguh dibutuhkan oleh murid di tengah perkembangan dirinya dan zaman. Cara ini akan membantu guru sampai pada pendidikan yang mutakhir dan up to date.

Pendidikan komprehensif

Kedua, guru harus menjadikan pendidikan yang komprehensif sebagai basis dalam pelayanan luhurnya mendidik banyak orang. Pendidikan yang komprehensif itu meliputi pendidikan karakter, intelektual, dan tubuh.

Menurut Ki Hadjar Dewantara (1889-1959), bapak pendidikan bangsa Indonesia, pendidikan merupakan upaya untuk memajukan pertumbuhan budi pekerti (kekuatan batin dan karakter), pikiran (intelektual), dan tubuh peserta didik. Hal ini sudah dipraktikkan oleh Ki Hadjar dalam Perguruan Taman Siswa yang didirikannya  pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta.

Bagi Ki Hadjar, figur guru adalah dasar dan model pendidikan. Maksudnya, guru mesti tampil sebagai teladan yang menunjukkan pribadi ideal yang berkarakter positif. 

Untuk itu, guru tidak hanya bertindak sebagai pemasok ilmu pengetahuan dan keterampilan sebanyak-banyaknya kepada murid. Namun, guru harus pertama sekali menunjukkan apa yang diajarkannya lewat hidup sehari-hari (the living model). Disinilah penanaman (implantatio) nilai karakter menjadi semakin unggul dan koheren.

Pendidikan karakter harus menjadi yang utama dalam pendidikan, pengajaran, dan pelatihan murid. Jangan sampai, para murid memiliki keunggulan akademis, namun miskin secara karakter (akhlak), tumpul akan hati nurani, dan tidak memiliki kepekaan terhadap masyarakat atau lingkungan sekitar. 

Poin selanjutnya adalah pendidikan intelektual yang berkaitan dengan bidang akademik murid. Guru bertanggung jawab dalam menuntun para murid sampai pada kreativitas dan kecerdasan dalam mengoptimalkan daya nalar atau analisisnya.

Hal ini tentu dilakukan lewat pengajaran ilmu pengetahuan di sekolah atau tempat lain yang mendukung. Mata pelajaran dan kurikulumnya seharusnya dikemas secara menarik agar intelektualitas murid menjadi makin tajam dan kritis. 

Murid harus dibantu merekam apa yang dipelajari. Untuk itu, guru diharapkan kreatif dan sungguh dekat serta bersahabat dengan para murid.

Sementara itu, guru memiliki tanggung jawab dalam pendidikan tubuh murid. Sejalan dengan tugas guru sebagai pelatih, pendidikan tubuh dimaksudkan agar guru mampu memaksimalkan dan mengoptimalkan kreativitas murid yang tampak lewat kemampuan fisiknya. Guru juga harus bertanggung jawab melindungi anak didik agar tidak dianiaya atau disiksa dengan tidak bertanggung jawab.

Suluh yang bernyala

Ketiga, guru harus memiliki spiritualitas pembawa terang di dalam kegelapan. Guru hadir sebagai suluh yang bernyala untuk memberantas kebodohan, kesesatan, dan keterbelakangan bangsa yang diabdinya.

"Engkau s'bagai pelita dalam kegelapan ...." Itu adalah petikan syair yang begitu memesona sekaligus mengandung makna mendalam dari Hymne Guru ciptaan Sartono (1936-201) yang selalu dinyanyikan setiap 25 November.

Tak bisa dibayangkan, jika tidak ada guru di Indonesia ini. Betapa gelap dunia jadinya, karena diliputi kebodohan dan kenaifan. Maka, syukurlah ada sosok guru yang menghalau kegelapan tersebut.

Hanya saja, terang yang dipancarkan oleh guru terkadang hampir padam. Mengapa? Karena, guru sendiri tidak mampu menjaga cahaya dalam dirinya. 

Tercatat berbagai kasus kekerasan (fisik dan seksual), korupsi, kolusi, nepotisme, dan kecurangan yang justru mencuat dari kalangan para guru.

Guru juga kurang mengoptimalkan tugasnya dalam dunia pendidikan baik di sekolah maupun tempat lain. Bukan rahasia lagi, bahwa ada guru yang datang ke sekolah hanya untuk mengisi presensi di buku atau finger print. Alih-alih mengajar, ia mencari kesibukan lain di perpustakaan atau kantin.

Selain itu, masih terjadi kasus bahwa guru malas datang ke sekolah. Guru malas mengajar dan justru mempersalahkan siswanya yang kurang mengerti pelajaran yang diajarkan. Padahal, guru tidak kreatif dalam mengajar, tetapi konservatif dengan metode atau pengalaman yang telah dialaminya ketika ia dididik tiga atau empat puluh tahun yang silam.

Masih ada waktu untuk memperbaikinya. Masih cukup asa untuk memotivasi kembali para guru agar terang pengetahuan, kebajikan, dan kebijaksanaan yang diberikan lewat pendidikan tetap bernyala sekaligus memberikan kehangatan kepada banyak orang. 

Pendidikan di negara Indonesia harus semakin maju. Masyarakat Indonesia harus semakin cerdas dan memiliki karakter, akal budi, dan keahlian yang kuat.

Karena, di dalam UUD 1945 terdapat cita-cita luhur bangsa, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Tugas ini terutama diemban oleh para guru dan terlebih lewat pendidikan.

Mencerdaskan kehidupan bangsa harus dilakukan sekarang. Waktu terus berputar dan zaman terus berganti. Jangan sampai Indonesia selalu dan semakin tertinggal dari dunia luar.

Apalagi, di tengah pandemi Covid-19 ini, tantangan semakin banyak dan bobotnya berat. Guru sudah semakin jarang berinteraksi secara langsung kepada muridnya. Karena, situasi saat ini mengharuskan pihak guru dan murid melakukan pembelajaran secara daring.

Guru sudah minim dalam mengontrol perkembangan karakter, intelektual, dan keterampilan murid. Akan tetapi, janganlah hal ini menjadi angin kencang yang mengganggu nyala suluh guru. 

Malahan, guru mesti mencari dan  memanfaatkan peluang yang ada. Guru juga harus humble untuk banyak belajar mengoptimalkan pendidikan yang tersalur lewat media elektronik zaman ini. Kiranya, harapan ini bukanlah sesuatu yang utopis-idealis.

Semoga, dalam memperingati hari Guru Nasional 25 November 2021 ini, makin banyak terlahir atau tercipta guru-guru yang andal dan mampu menyesuaikan diri dengan zaman. 

Semoga makin banyak guru yang betul-betul menjadi suluh pembawa terang bernyala dalam pendidikan bangsa. Karena, memang sudah seharusnya demikian!

Selamat Hari Guru Nasional, 25 November 2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun