Mohon tunggu...
JPIC Kapusin Medan
JPIC Kapusin Medan Mohon Tunggu... Lainnya - Capuchin Brother

Fransiskan Kapusin

Selanjutnya

Tutup

Diary

Tak Ada Alasan untuk Mengeluh

4 Januari 2021   22:16 Diperbarui: 12 Januari 2021   15:34 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Sejenak, istirahat di depan laptop setelah sekian tugas terselesaikan sembari meneguk segelas air hangat. Mencoba untuk relaksasi, karena di awal 2021 ini, daftar target dan tugas sudah minta untuk disentuh dan diotak-atik. Jemari sudah pegal, apalagi pinggang. Mata sudah memerah dan keluar air. Pikiran sudah tak mampu 'berputar' menguntai kata demi kata supaya mantap. Akhirnya, ada sedikit keluhan, "Huffft... Padahal sudah malam, setidaknya bisa sedikit tenang. Ini ngak! Tugas lagi dan tugas lagi!".

Tak sengaja, ketika buka facebook, aku terkenang dengan sesosok motivator yang rohaniwan atau rohaniwan yang motivator. Terserahlah mau pakai frasa yang mana, yang jelas ia sudah tiada (alm.). Ia seorang pastor Kapusin berdarah Belanda, kelahiran 5 Desember 1925. Namanya adalah P. Edward Verrijt, OFMCap. Orang memanggilnya dengan Pastor Edward, atau Pastor Verrijt, atau oppung. Lama bertugas di Indonesia dan ditempatkan secara khusus di Seminari Menengah Christus Sacerdos, Pematangsiantar. Hingga pada saat akhir hidupnya, ia tetap tinggal di seminari tersebut. Tak banyak yang kuketahui tentang dia, yang penting aku sempat berjumpa dan belajar bersyukur atas hidup dengan almarhum pada 2013-2014. Saat itu aku masih seorang seminaris, kelas Rethorica. Dan lebih senangnya, aku menjadi satu dari sekian orang yang menemani beliau saat detik-detik kepergiannya ke pangkuan Sang Ilahi pada 5 Desember 2016. Tepat di hari ultahnya ke 91.

***

Hampir setiap malam (kala itu), P. Edward (panggilanku ke almarhum) datang ke Rethorica pada jam rekreasi (21.00-22.00 WIB). Kadang ia datang sendiri dengan tongkatnya, kadang ia diantar seorang bruder, dan kadang ia dijemput dari komunitas pastoran. Awal masuk Rethorica, beberapa teman, kurang lebih 7 orang,  duduk manis di hadapannya dan mendengar pertanyaan serta mendapat wejangan inspiratif dari beliau; termasuklah aku di dalamnya. Selain itu, kami mencoba improving bahasa Inggris dengan P. Edward, karena ia selalu memancing kami berbicara dengan bahasa Inggris. Sekian waktu, kami betah dan semangat untuk belajar. Hanya, mulai muncul rasa bosan juga, karena (mungkin sudah sangat tua dan pikun) hampir setiap seperempat jam, beliau selalu mengatakan atau menanyakan hal yang sama, meski sudah dijawab secara berulang pula. Akhirnya, pelan-pelan seminaris mundur dan hanya saya dan seorang teman yang hampir selalu menemani P. Edward dan mengantarnya kembali ke pastoran.

Pertanyaan yang selalu muncul adalah 

"Has it been a good day for you?"


Jawaban kami, "Yes, it has been a good day for me." Lalu, P. Edward akan menyambung:

"And, me too. It has been a good day for me. There is no reason to complain."

Setiap seperempat jam, inilah yang terulang. Setelah itu, jeda sejenak. Beliau senyum memandang kami satu per satu. 

***

Ada saja hal menarik yang kuperoleh dari sang misionaris itu. Hingga kini, masih terpatri di hatiku, secara khusus ungkapannya, "Tak ada alasan untuk mengeluh. Ya.. ya.., saya senang menjadi seorang Kapusin. Saya tak punya alasan untuk mengeluh dengan seminaris, sebab mereka manusia, bukan malaikat. Kalau mereka nakal, itu wajar. Saya bersyukur bahwa satu hari bisa hampir selesai dan menjadi hari yang baik bagi saya. Tak ada alasan untuk mengeluh." Kurang lebih kalimat itu yang pernah kucatat dalam jurnal harian saat masih seminaris. Sudah lama, sudah tujuh tahun.

Yah, there is no reason to complain. Tak ada alasan untuk mengeluh. Menarik memang merefleksikan ungkapan legendaris sang almarhum. Bagiku pribadi, ada optimisme kuat akan segala yang telah terjadi. Ada pula harapan ke depan untuk hal yang lebih baik. Ada juga ungkapan syukur atas hal-hal yang dialami satu hari. Bahwa kurang sempurna kegiatan itu dilakukan hari ini, ya. Tetapi, hendaklah itu direnungkan secara baik dan positif dari ketidaksempurnaan manusiawi.

Selain itu, aku melihat bahwa berserah kepada Tuhan adalah kunci penting. Manusia bukanlah malaikat, apalagi tuhan. Wajar, manusia hidup dalam kelebihan sekaligus dalam kekurangan, sebab hanya Tuhan yang Mahasempurna. Bersykurlah, bahwa satu hari sudah bisa dilalui dan diisi dengan kegiatan. Bersykurlah bahwa di penghujung hari ini, kita masih bisa bergerak, berpikir, dan bertemu dengan orang lain. Bersyukurlah bahwa sekalipun masih ada kegagalan, Tuhan tetap memberikan kesempatan untuk istirahat sejenak dan mempersiapkan diri untuk esok dan masa depan.

Tak ada alasan untuk mengeluh. Nah, kenalah ungkapan almarhum P. Edward dengan yang kualami saat ini. Keluhanku tiada artinya dibanding kesempatan yang kuterima dari Dia. Betapa aku masih lemah dan belum utuh memaknai hari yang akan berlalu ini. Betapa aku masih berfokus pada rutinitas dan keletihan badani. Seharusnya aku bersyukur, bahwa hari ini aku masih bisa ke kantor, bekerja, bertemu dengan orang banyak, dan menyapa tanaman dan sayur. Seharusnya aku bersyukur, bisa meninggalkan 2020 dan hidup di 2021. Tak ada alasan untuk mengeluh.

Hari ini adalah emas berharga dari Tuhan. Hari ini terjadi hanya sekali seumur hidup. Betapa ini mesti menjadi a good day for me. Penderitaan dan kesulitan orang di luar sana, masih lebih variatif dengan yang kurasakan saat ini. Betapa mereka berjuang untuk sesuap nasi, mendapat tempat tinggal yang layak, dan memfasilitasi sekolah anaknya. Betapa masih banyak orang yang butuh pekerjaan. Betapa banyak orang yang mencari nafkah untuk bertahan hidup. Sekali lagi, there is no reason to complain. Lebih tinggi dari sini (menurut ajaran iman), betapa besarnya pengorbanan Yesus dengan segala penderitaan dan siksaan untuk menyelamatkan dunia ini. Maka, kesulitan dan keletihan yang kurasa tak ada apa-apanya. 

***

Walau mungkin sulit, tapi bukanlah kemustahilan, mari kita mulai kembali belajar dan terus berusaha. Merasa bersyukur atas setiap hari yang masih bisa kita rasakan. Atas hari yang masih bisa kita isi. Atas hari yang masih bisa kita habiskan entah sendiri pun bersama keluarga. Yakinlah, bahwa setiap saat akan timbul kesulitan dan tantangan. Itu sudah menjadi bagian dari hidup yang tak perlu ditolak, namun diolah dan diatasi secara bijak. Segala kesulitan, kata orang bijak, menjadi jembatan yang mengantar seseorang kepada kebahagiaan hidup.

Bisa saja, dalam hari ini apa yang kita harapkan belum terwujud. Bisa saja, apa yang kita targetkan belum tercapai. Bisa saja, kita belum terdaftar menjadi penerima vaksin Covid. Tetapi, dengan pengharapan yang teguh, semua akan indah dan terwujud pada waktunya. Sudah hampir akan 4 hari kita melalui Januari 2021 dengan segala dinamikanya:

Tetaplah semangat. 

Tetaplah dalam pengharapan akan terwujudnya niat baik. 

Tetaplah sabar dan bekerja keras. 

Tetaplah teguh dalam iman, sebab Tuhan akan menunjukkan waktu yang tepat.

Tetaplah bersyukur untuk yang baik dan kurang baik yang kita terima.

Dan tetaplah mengurangi dan menghentikan (kalau bisa) keluhan-keluhan yang bisa membuat kita menjadi semakin negative thinking, pesimis,dan apatis. Psikologi kita pun akan terganggu jika sering mengeluh. Imunitas tubuh kita akan turut melemah. Akhirnya, kita sakit dan urusan akan makin runyam.

And, there is no reason to complain ~ 

Salam rindu buat P. Edward Verrijt OFMCap dalam kebahagiaan surgawi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun