Sementara kalau mengacu kepada defenisi IMF, maka kebijakan makroprudensial adalah kebijakan yang memiliki tujuan utama untuk memelihara stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan melalui pembatasan peningkatan risiko sistemik.
Mengapa kebijakan makroprudensial itu perlu?
Berdasarkan pengalaman krisis yang pernah terjadi, ternyata kebijakan pada level mikrosistem keuangan tidak cukup untuk mengatasi perilaku risk taking behavior institusi keuangan. Sementara kebijakan moneter yang yang difokuskan pada stabilitas harga tidak secara langsung menjangkau permasalahan di level mikrosistem keuangan.
Untuk itulah kebijakan makroprudential tersebut diperlukan, yakni kebijakan yang berfokus pada pencegahan risiko sistemik dan upaya peningkatan resillience sistem keuangan. Kemudian dapat menjangkau seluruh elemen dalam sistem keuangan (bank, Institusi Keuangan Non Bank (IKNB), korporasi, infrastruktur keuangan, pasar keuangan dan rumah tangga).
Tentu yang menjadi pertimbangannya juga adalah karakteristik dari sistem keuangan itu sendiri. Adapun yang menjadi karakteristik dari sistem keuangan tersebut yakni, interconnectedness, common risk factor, too big to fail, dan risk taking behavior.
Interconnected maksudnya keterkaitan sistem keuangan yang mengakibatkan dampak krisis cepat meluas di dalam atau ke luar sektor lain (spillover effect). Common risk factor yakni adanya risiko pada aktivitas bisnis di sistem keuangan yang umumnya terakumulasi di satu sektor yang sama. Too big to fail artinya potensi spillover akan meningkat jika institusi yang bermasalah adalah institusi sistemik. Risk taking behavior merupakan perilaku ambil risiko yang berlebihan yang mengakibatkan ketidakseimbangan di sistem keuangan.
Untuk lebih mendukung penjelasan tentang pentingnya kebijakan makroprudensial tersebut, sahabat pembaca dapat juga menyaksikan video berikut.
Melalui video tersebut, kita juga  menyaksikan beberapa instrumen kebijakan makroprudensial yang pernah dikeluarkan oleh Bank Indonesia untuk meredam perilaku perbankan yang berlebihan dalam mengikuti siklus ekonomi. Seperti Loan to Value (LTV), Contercyclical Buffer (CCB), Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM), Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan lain sebagainya.Â
Faktanya, berbagai kebijakan tersebut telah membuat stabilitas sistem keuangan nasional aman dan terjaga. Bahkan beberapa kali bangsa kita selamat dari guncangan ekonomi global yang pernah terjadi. Termasuk krisis 2008.
Sekarang kita kembali diperhadapkan dengan sebuah guncangan masalah, pandemik Covid-19. Bila tidak menyikapinya dengan cerdas, bukan tidak mungkin kita mengalami gejolak ekonomi.
Nah, berdasarkan pemaparan Perry Warjiyo (Gubernur Bank Indonesia), sebagai update indikator perekonomian terkini  (2/4), BI dan pemerintah telah mencoba melakukan berbagai langkah antisipatif.