Sejak usia sekolah dasar, Ibu Sherly sudah gemar merajut. Ia belajar dari ibu-ibu tetangga rumahnya, di desa ini. Di desa ini, kebiasaan anak kecil untuk membantu ibu-ibu merajut benang jadi berbagai aksesori handmade telah berlangsung dari lama dan pekerjaan merajut untuk dibuat sebagai souvenir untuk dijual ke beberapa tempat wisata telah jadi kebiasaan yang dianggap turun temurun.
Â
"Dulu mainan saya bukan boneka, tapi benang. Seneng aja kalau lihat hasilnya jadi barang lucu," ujarnya dengan hangat dan sedikit tersenyum.
Â
Ia melanjutkan cerita, dimana setelah menikah di usia muda pada 16 tahun, Ibu Sherly menjadikan hobi yang ia lakukan sedari kecil itu sebagai sumber penghasilan. Usahanya dimulai dari menjajakan dagangan menjual pouch kecil di area wisata Tangkuban Perahu dan Ciater. Modal awalnya hanya Rp5 juta. Kini, setelah berjalan hampir satu dekade, rumahnya menjadi tempat diproduksinya ribuan souvenir handmade setiap bulan.
Â
Titik Balik Bersama Amartha
Â
Tahun 2023, menjadi titik balik bagi perjalanan wirausaha yang ia tekuni selama ini. Melalui kelompok wirausaha tanggung renteng yang ia kelola bersama 5 orang ibu-ibu lainnya, Ibu Sherly bergabung dengan Amartha. Melalui modal usaha senilai 5 juta rupiah pertahun yang Amartha berikan pada tahun pertamanya bergabung. Ibu Sherly maksimalkan pinjaman itu untuk membeli benang-benang rajut dengan kualitas premium, dengan berbagai varian rajut yang ia kembangkan menjadi model-model terbaru. Tidak lupa juga untuk membeli alat bantu produksi seperti jarum dengan kualitas yang baik dan peralatan tambahan yang mendukung produksi aksesori rajutnya.
Â