Dalam dunia modern, konsumsi tidak lagi sekadar soal memenuhi kebutuhan dasar seperti makan, pakaian, atau tempat tinggal. Lebih dari itu, konsumsi telah menjadi bagian dari identitas sosial, status, dan cara seseorang mengekspresikan dirinya. Seorang pekerja yang membeli iPhone terbaru mungkin tidak hanya menginginkan fitur teknologi canggih, tetapi juga ingin menunjukkan status dan gaya hidup tertentu. Seorang penggemar mode yang membeli tas merek mewah bukan hanya ingin membawa barang dengan nyaman, tetapi juga ingin menyampaikan citra tertentu tentang dirinya kepada dunia. Â
Jean Baudrillard, seorang filsuf dan sosiolog asal Prancis, membahas fenomena ini dalam bukunya "The Consumer Society" (1970). Ia berpendapat bahwa dalam masyarakat modern, konsumsi telah melampaui kebutuhan material dan berubah menjadi sebuah sistem simbol. Benda-benda yang kita konsumsi bukan hanya memiliki nilai guna, tetapi juga makna sosial yang mengonstruksi realitas kita.Â
Konsumsi sebagai Sistem Simbol.
Baudrillard menolak pandangan ekonomi klasik yang melihat konsumsi hanya sebagai respons terhadap kebutuhan manusia. Menurutnya, dalam masyarakat modern, konsumsi tidak lagi berpusat pada fungsi benda itu sendiri, tetapi lebih pada apa yang diwakili oleh benda tersebut. Â
Ketika seseorang membeli mobil mewah seperti Lamborghini atau Rolls-Royce, ia tidak hanya membeli alat transportasi, tetapi juga simbol status, kesuksesan, dan eksklusivitas. Pemilik mobil tersebut ingin menunjukkan kepada dunia bahwa ia memiliki kekayaan dan gaya hidup yang berbeda dari kebanyakan orang. Dalam hal ini, mobil bukan sekadar kendaraan, tetapi sebuah kode sosial yang memiliki makna lebih dalam. Â
Baudrillard melihat dunia modern sebagai tempat di mana objek-objek konsumsi memiliki "nilai tanda" (sign value), bukan hanya "nilai guna" (use value). Sebuah barang tidak hanya dipakai untuk fungsinya, tetapi juga untuk menunjukkan sesuatu tentang pemiliknya. Â
Sebagai contoh, seseorang yang memakai jam tangan Rolex tidak hanya ingin tahu waktu, tetapi ingin menunjukkan kepada orang lain bahwa ia memiliki selera, kemapanan, dan kelas sosial tertentu. Sementara itu, orang yang memakai baju thrift atau pakaian bekas dari pasar loak mungkin ingin menyampaikan citra dirinya sebagai individu yang anti-kapitalisme, unik, atau berbeda dari tren konsumsi massal. Â
Baudrillard menyoroti bahwa konsumsi dalam masyarakat modern adalah konsumsi makna. Barang-barang yang kita beli adalah bagian dari sistem tanda yang digunakan untuk berkomunikasi, seperti bahasa. Â
Bagaimana Konsumsi Membentuk Identitas?.
Salah satu gagasan utama Baudrillard adalah bahwa dalam masyarakat konsumsi, individu tidak hanya membeli barang, tetapi juga membangun identitas mereka melalui konsumsi. Barang-barang yang kita pilih mencerminkan kepribadian kita dan cara kita ingin dilihat oleh orang lain. Â
Sebagai contoh, seseorang yang memilih menggunakan produk Apple (iPhone, MacBook, iPad) sering kali ingin diasosiasikan dengan kreativitas, inovasi, dan estetika desain yang minimalis. Sementara itu, seseorang yang lebih memilih menggunakan laptop gaming seperti ROG atau Alienware mungkin ingin menunjukkan identitasnya sebagai gamer atau penggemar teknologi tinggi. Â
Di media sosial, fenomena ini semakin jelas. Banyak orang membeli barang bukan hanya untuk digunakan, tetapi juga untuk dipamerkan di Instagram, TikTok, atau platform lainnya. Mereka berfoto dengan produk mewah, memamerkan makanan di restoran mahal, atau menunjukkan perjalanan ke destinasi eksotis. Bagi Baudrillard, ini adalah bukti bahwa konsumsi telah berubah menjadi cara kita membangun citra diri dan mengomunikasikan siapa kita kepada dunia. Â
Dalam dunia yang semakin didominasi oleh citra dan simbol, orang lebih peduli pada bagaimana sesuatu "terlihat" daripada bagaimana sesuatu "digunakan". Sebuah pakaian desainer bisa dibeli hanya untuk dipakai satu kali dalam sebuah acara tertentu, lalu tidak lagi digunakan. Seorang kolektor sepatu bisa memiliki puluhan pasang sneaker edisi terbatas yang hanya disimpan sebagai barang koleksi, bukan untuk dipakai sehari-hari. Â
Simulasi dan Hyperreality dalam Konsumsi.
Baudrillard juga memperkenalkan konsep "simulasi" dan "hyperreality", yang semakin relevan dalam era digital. Ia berpendapat bahwa dalam masyarakat modern, kita tidak lagi mengonsumsi realitas, tetapi versi yang telah dimanipulasi dari realitas itu sendiri. Â
Sebagai contoh, banyak restoran atau kafe dirancang bukan hanya untuk menyajikan makanan yang enak, tetapi juga untuk menciptakan pengalaman visual yang bisa diposting di media sosial. Orang datang ke restoran bukan hanya untuk makan, tetapi juga untuk mengambil foto dan membagikannya di Instagram. Dalam hal ini, makanan menjadi sekunder dibandingkan dengan citra yang ingin ditampilkan. Â
Hal yang sama terjadi dalam industri pariwisata. Banyak tempat wisata yang sebenarnya "biasa saja" menjadi terkenal karena foto-foto yang diedit dengan filter di media sosial. Orang mengunjungi tempat-tempat ini bukan karena ingin menikmati keindahan asli, tetapi karena ingin mengalami versi realitas yang telah dikonstruksi oleh media. Â
Dalam konsep hyperreality, Baudrillard berargumen bahwa kita hidup dalam dunia di mana batas antara realitas dan ilusi semakin kabur. Dalam dunia konsumsi, barang-barang yang kita beli sering kali lebih tentang fantasi yang kita bayangkan daripada kegunaan sebenarnya. Â
Misalnya, ketika seseorang membeli produk kecantikan yang dipromosikan oleh selebriti atau influencer, mereka mungkin tidak hanya membeli produk tersebut karena kualitasnya, tetapi karena mereka ingin merasa lebih dekat dengan gaya hidup selebriti tersebut. Mereka membeli ilusi bahwa dengan memakai produk itu, mereka bisa menjadi bagian dari dunia yang lebih glamor dan menarik. Â
Dampak Masyarakat Konsumsi terhadap Kehidupan Sosial.
Kritik utama Baudrillard terhadap masyarakat konsumsi adalah bahwa konsumsi telah menjadi cara utama kita memahami dunia. Akibatnya, banyak orang yang terjebak dalam siklus konsumsi yang tidak berujung, di mana kebahagiaan diukur berdasarkan barang-barang yang dimiliki. Â
Salah satu dampak negatifnya adalah munculnya budaya materialisme yang berlebihan. Banyak orang merasa harus selalu membeli barang baru untuk tetap relevan secara sosial. Misalnya, dalam dunia mode, tren pakaian berubah sangat cepat, menciptakan fenomena "fast fashion" di mana orang terus membeli pakaian baru meskipun mereka tidak membutuhkannya. Â
Selain itu, konsumsi yang berlebihan juga memicu masalah sosial, seperti utang yang menumpuk akibat dorongan untuk membeli barang yang sebenarnya tidak diperlukan. Fenomena "buy now, pay later" yang semakin populer adalah contoh bagaimana masyarakat semakin terdorong untuk mengonsumsi secara impulsif tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang. Â
Baudrillard juga menyoroti bahwa dalam masyarakat konsumsi, hubungan antarmanusia sering kali dikendalikan oleh citra dan status sosial. Orang lebih tertarik untuk menjalin hubungan dengan individu yang memiliki simbol kekayaan atau popularitas tertentu, daripada melihat karakter dan nilai sejati seseorang.Â
Jean Baudrillard memberikan perspektif yang tajam tentang bagaimana konsumsi telah berevolusi dari sekadar pemenuhan kebutuhan menjadi sistem simbol yang membentuk identitas dan realitas sosial. Dalam masyarakat modern, kita tidak hanya membeli barang untuk digunakan, tetapi juga untuk menunjukkan siapa kita dan bagaimana kita ingin dilihat oleh orang lain. Â
Dengan memahami teori Baudrillard, kita bisa lebih kritis dalam melihat bagaimana konsumsi mempengaruhi kehidupan kita. Apakah kita membeli sesuatu karena benar-benar membutuhkannya, atau karena ingin membangun citra tertentu? Apakah kita benar-benar menikmati sesuatu, atau hanya terjebak dalam ilusi yang diciptakan oleh media dan industri kapitalis? Â
Di era digital yang semakin didominasi oleh citra dan media sosial, pemikiran Baudrillard tetap relevan. Dengan kesadaran yang lebih dalam tentang makna konsumsi, kita bisa lebih bijak dalam mengelola keinginan, menghindari jebakan materialisme, dan menemukan kebahagiaan yang tidak hanya bergantung pada kepemilikan barang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI