Sebagai contoh, seseorang yang memilih menggunakan produk Apple (iPhone, MacBook, iPad) sering kali ingin diasosiasikan dengan kreativitas, inovasi, dan estetika desain yang minimalis. Sementara itu, seseorang yang lebih memilih menggunakan laptop gaming seperti ROG atau Alienware mungkin ingin menunjukkan identitasnya sebagai gamer atau penggemar teknologi tinggi. Â
Di media sosial, fenomena ini semakin jelas. Banyak orang membeli barang bukan hanya untuk digunakan, tetapi juga untuk dipamerkan di Instagram, TikTok, atau platform lainnya. Mereka berfoto dengan produk mewah, memamerkan makanan di restoran mahal, atau menunjukkan perjalanan ke destinasi eksotis. Bagi Baudrillard, ini adalah bukti bahwa konsumsi telah berubah menjadi cara kita membangun citra diri dan mengomunikasikan siapa kita kepada dunia. Â
Dalam dunia yang semakin didominasi oleh citra dan simbol, orang lebih peduli pada bagaimana sesuatu "terlihat" daripada bagaimana sesuatu "digunakan". Sebuah pakaian desainer bisa dibeli hanya untuk dipakai satu kali dalam sebuah acara tertentu, lalu tidak lagi digunakan. Seorang kolektor sepatu bisa memiliki puluhan pasang sneaker edisi terbatas yang hanya disimpan sebagai barang koleksi, bukan untuk dipakai sehari-hari. Â
Simulasi dan Hyperreality dalam Konsumsi.
Baudrillard juga memperkenalkan konsep "simulasi" dan "hyperreality", yang semakin relevan dalam era digital. Ia berpendapat bahwa dalam masyarakat modern, kita tidak lagi mengonsumsi realitas, tetapi versi yang telah dimanipulasi dari realitas itu sendiri. Â
Sebagai contoh, banyak restoran atau kafe dirancang bukan hanya untuk menyajikan makanan yang enak, tetapi juga untuk menciptakan pengalaman visual yang bisa diposting di media sosial. Orang datang ke restoran bukan hanya untuk makan, tetapi juga untuk mengambil foto dan membagikannya di Instagram. Dalam hal ini, makanan menjadi sekunder dibandingkan dengan citra yang ingin ditampilkan. Â
Hal yang sama terjadi dalam industri pariwisata. Banyak tempat wisata yang sebenarnya "biasa saja" menjadi terkenal karena foto-foto yang diedit dengan filter di media sosial. Orang mengunjungi tempat-tempat ini bukan karena ingin menikmati keindahan asli, tetapi karena ingin mengalami versi realitas yang telah dikonstruksi oleh media. Â
Dalam konsep hyperreality, Baudrillard berargumen bahwa kita hidup dalam dunia di mana batas antara realitas dan ilusi semakin kabur. Dalam dunia konsumsi, barang-barang yang kita beli sering kali lebih tentang fantasi yang kita bayangkan daripada kegunaan sebenarnya. Â
Misalnya, ketika seseorang membeli produk kecantikan yang dipromosikan oleh selebriti atau influencer, mereka mungkin tidak hanya membeli produk tersebut karena kualitasnya, tetapi karena mereka ingin merasa lebih dekat dengan gaya hidup selebriti tersebut. Mereka membeli ilusi bahwa dengan memakai produk itu, mereka bisa menjadi bagian dari dunia yang lebih glamor dan menarik. Â
Dampak Masyarakat Konsumsi terhadap Kehidupan Sosial.
Kritik utama Baudrillard terhadap masyarakat konsumsi adalah bahwa konsumsi telah menjadi cara utama kita memahami dunia. Akibatnya, banyak orang yang terjebak dalam siklus konsumsi yang tidak berujung, di mana kebahagiaan diukur berdasarkan barang-barang yang dimiliki. Â