Mohon tunggu...
Thom Aja
Thom Aja Mohon Tunggu... Praktisi

Bapak-bapak yang ingin anaknya menjadi presiden

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Handphone: Racun yang Tidak Disadari, Menyelinap di Setiap Sudut Kehidupan

8 Agustus 2025   18:00 Diperbarui: 8 Agustus 2025   17:39 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Efek buruknya tak main-main. Sebelum ponsel pintar menguasai segalanya, orang memiliki waktu tenang sebelum tidur untuk melakukan introspeksi: mengingat apa yang terjadi sepanjang hari, memikirkan hal-hal yang patut disyukuri, atau menyusun rencana untuk esok. Proses ini membantu pikiran jernih dan tubuh segar saat bangun. Kini, momen itu hilang, digantikan oleh informasi berhamburan yang masuk tanpa filter. Otak bekerja hingga detik terakhir sebelum tidur, bahkan saat terlelap pun masih membawa “sampah digital” ke alam bawah sadar.

Interaksi yang Makin Merosot

Dampaknya pun merembet ke hubungan sosial. Interaksi manusia merosot tajam, kita menjadi cuek dengan lingkungan sekitar. Duduk bersebelahan di ruang tunggu? Lebih memilih menunduk ke layar daripada menyapa. Bertemu teman lama? Hanya foto sebentar untuk diunggah, lalu kembali sibuk masing-masing. Rasa peduli dan peka terhadap sekitar terkikis pelan-pelan. Pertanyaannya: apakah kita benar-benar hidup berdampingan dengan manusia lain, atau hanya hidup di antara avatar dan notifikasi?

Minimnya Kesadaran dan Edukasi

Kesadaran akan penggunaan handphone di waktu dan tempat yang tepat nyaris nol. Edukasi terkait ini? Hampir tak terdengar. Kalau pun ada, hanya sebatas forum kecil atau kampanye singkat yang menguap tanpa gaung di luar sana. Bandingkan dengan gencarnya iklan provider dan produsen gadget yang membombardir kita dengan pesan bahwa “selalu terhubung” adalah sebuah keharusan. Tak heran, generasi muda tumbuh dengan keyakinan bahwa momen hening tanpa ponsel adalah tanda kesepian atau keterbelakangan.

Pertanyaan yang Menggelitik

Mari kita ajukan pertanyaan yang lebih menggelitik:

  • Apa yang sebenarnya kita cari dari ponsel, sehingga tak bisa lepas barang sebentar?
  • Apakah kita takut ketinggalan informasi, sekadar FOMO (Fear of Missing Out), atau takut menghadapi pikiran sendiri?
  • Apakah kita benar-benar “terhubung” dengan orang lain, atau justru semakin jauh dari hubungan yang nyata?
  • Berapa banyak waktu produktif dan momen berharga yang hilang karena kebiasaan ini?

Generasi Muda di Ujung Jurang Digital

Bagi anak-anak dan remaja, situasinya lebih mengkhawatirkan. Mereka tumbuh dengan normalisasi bahwa tidur dengan handphone di tangan adalah hal biasa, bahwa menonton video di toilet adalah hiburan lumrah, bahwa interaksi tatap muka kalah penting dibanding pesan instan. Jika tak ada intervensi, generasi selanjutnya mungkin akan jauh lebih terputus dari dunia nyata. Lalu, bagaimana masa depan interaksi sosial, konsentrasi, dan kesehatan mental mereka?

Mengembalikan Kendali

Ponsel, pada dasarnya, hanyalah alat. Ia tidak berbahaya jika digunakan tepat sasaran: membantu pekerjaan, mempermudah komunikasi, atau mengakses informasi penting. Racun itu muncul ketika kita kehilangan kendali, membiarkan alat ini mengatur ritme hidup. Ketika setiap momen kosong harus diisi dengan scroll, ketika rasa cemas muncul hanya karena ponsel tak ada di dekat kita, saat itulah kita sudah menjadi budak layar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun