Mohon tunggu...
Theresia sri rahayu
Theresia sri rahayu Mohon Tunggu... Guru - Bukan Guru Biasa

Menulis, menulis, dan menulislah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

[SuDuk] Kompasiana: Antara Hadiah, Musibah, dan Kegilaan yang Indah

22 Januari 2016   15:35 Diperbarui: 22 Januari 2016   18:35 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan November 2015, pertama kali berkenalan dengan Kompasiana. Awalnya biasa saja, hanya menjelajah berbagai artikel yang "menggelitik" dan jadi topik pilihan. 

Lalu, entah kenapa muncul perasaan bangga karena merasa paling update tentang berbagai hal di depan teman - teman. Padahal yg dibahas, topik - topik menarik yang juga sudah dikupas secara lugas dan tuntas oleh para senior K'ers. 

Tantangan mulai terasa, saat seorang teman membuat postingan di FB bahwa tulisannya terpilih menjadi highlight di Kompasiana. Lalu postingan tersebut menuai banyak komentar. Diantaranya, ada yang mengatakan keren, hebat, salut, bangga. Bahkan ada juga yang mengajak berkenalan dengan teman saya. Wah, kebetulan dia sudah berkeluarga. Kalau belum, bisa jadi numpang cari jodoh sekalian. 

Saya merasa iri terhadap teman saya. Tapi rasa iri itu, saya jadikan sebuah akar tanaman kreasi saya yang nantinya akan dapat berbuah baik. Jadi, mulailah saya membuka seluruh hati untuk mendaftar di Kompasiana. 

Hadiah

Sebagai member baru, saya googling  berhari - hari tentang bagaimana caranya berselancar di dunia Kompasiana. Ibarat kata pepatah, malu bertanya nyasar ke mana - mana. Heheehe ... akhirnya saya menemukan petunjuk (cuma udah lupa sumbernya) tentang tips dan trik ngompasiana. Diantaranya, akun perlu diverifikasi, mengikuti trending topic, bersalaman dengan para K'ers dengan cara memberi vote nilai dan komentar pada karya mereka, memantau artikel pilihan (highlight) dan headline serta topik pilihan. 

Ritual itu sudah saya jalani setiap hari. Nafsu saya untuk selalu update dengan Kompasiana, setiap hari semakin menggebu. Kapan saja, dimana saja, dan bagaimana saja, saya pasti pantau setiap postingan di Kompasiana. 

Namun, kali ini saya juga berikhtiar untuk ikut meramaikan postingan artikel yang setiap beberapa detik langsung tayang di rubrik "terbaru". Ikhtiar itu saya lakukan dengan menuliskan artikel pertama saya di Kompasiana. Judulnya "Guru Honorer: Dibayar Murah Dengan Rupiah, Dibayar Mahal Dengan Amal'. 

Postingan pertama ini, rupanya menjadi buah yang baik untuk saya. Ketika saya publish di Kompasiana, ada banyak yang membaca, memberi nilai, dan komentar. Selain itu, ketika saya bagikan di FB, saya juga mendapat banyak komentar yang merupakan pujian tentang artikel itu. 

Bagi saya, mendapat pujian atas hasil karya sendiri, buah pemikiran sendiri, merupakan hadiah yang tak terkira. Apalagi ketika artikel itu terpilih menjadi HIGHLIGHT, hati saya seperti berbunga - bunga. Dan makin lengkaplah hadiah saya, ketika teman - teman pun mengucapkan selamat untuk keberhasilan yang saya capai di Kompasiana. 

Bulan Desember, diadakan Event Menulis Puisi untuk Jokowi dan Lomba Puisi Natal. Saya termotivasi mengikutinya. Dan untuk Puisi Natal, saya termasuk sebagai pemenangnya. Dari banyaknya puisi Natal yang diterima oleh admin, hanya diambil 10 besar puisi Natal terbaik, termasuk puisi saya yang berjudul "Suatu Malam di Padang Gembala". Terima kasih Admin Fiksiana Community sebagai penyelenggara event ini.

 

 

 

 

Musibah

Di dunia ini ada beberapa hal yang sudah ditakdirkan untuk berpasangan. Walaupun sebenarnya, kedua hal yang berpasangan itu saling bertolak belakang. Misalnya : sukses - gagal, menang - kalah, tinggi - rendah, baik - buruk, dst. 

Jika dalam uraian di atas, saya merasa bahagia karena mendapat hadiah sebagai ungkapan perasaan Suka, maka sekarang saya akan mengungkapkan beberapa musibah sebagai duka saya ketika menjadi member baru di Kompasiana. 

Ketika saya sedang memproses pendaftaran akun di Kompasiana, saya merasa sangat kesulitan membuat user name. Entah kenapa, apakah masalah jaringan yang kurang bersahabat saat itu ? Ataukah karena hal lain. Berhari - hari saya coba register, tapi tetap belum bisa. 

Akhirnya, saya mencoba lagi dengan memakai smartphone lain. Dan sekali coba, langsung bisa. Tapi saya yakin, bukan karena pengaruh smartphone. Karena kalau dibandingkan, spek Smartphone semula, lebih bagus dan canggih dibanding smartphone kedua. Nah, lho. 

Tahap berikutnya, kesulitan saat upload foto di akun Kompasiana. Namun, hal ini dapat segera diatasi. Walaupun sempat bikin kesal juga. Apalagi saat saya menunggu akun saya "TERVERIFIKASI". Saya merasa gelisah sekali. Setiap saat saya lirik smartphone saya. Masuk ke akun Kompasiana. Berharap sudah ada tulisan dan ceklist hijau di sana. Saya kembali googling dan berdasarkan saran dari seorang K'ers yang sama - sama pernah galau, saya menghubungi admin Kompasiana via email. Dan, email itu menyampaikan bahwa saya harus kirim ulang foto identitas diri, karena yang sebelumnya tidak terbaca. 

Demi terverifikasi, saya kirim ulang identitas diri yang diminta. Dan setelah beberapa minggu di PHP in oleh Kompasiana, akhirnya, akun saya TERVERIFIKASI. Puji Tuhan. Terbayar sudah keluh kesah ini.

Masalah - masalah yang saya alami di atas, ternyata menjadi awal musibah yang tidak pernah saya harapkan. Di balik kebanggaan saya atas terverifikasinya akun Kompasiana, saya mendapat teguran keras dari suami. Pertama, berupa sindiran halus, namun kemudian menjadi teguran yang serasa menampar saya secara tidak langsung. 

Seorang teman penulis mengatakan, bahwa penulis itu cenderung autis. Ia akan menarik diri dari lingkungan sosial dan tenggelam dalam bahasa - bahasa yang ia tuangkan melalui karya yang dihasilkannya. Dan itulah yang saya alami. Sekian lama saya memendam keinginan saya untuk menulis, membuat saya lupa diri dan mengingkari kodrat saya sebagai seorang perempuan sekaligus istri yang bersuami. 

Semenjak saya rajin menulis, saya lebih banyak menghabiskan waktu dengan smartphone saya. Ketika di rumah, saya betah duduk berjam - jam memegang smartphone sambil membuat artikel. Sedangkan untuk urusan rumah tangga, sering saya nomor duakan. Kami mulai kehilangan quality time. Bahkan saat saya mengajak suami pergi refreshing ke obyek wisata, kami malah sibuk dengan smartphone masing - masing. 

Suami jadi bersikap dingin. Dan saya semakin tenggelam dengan ambisi saya untuk mengejar highlight dan headline. Akhirnya kondisi kesehatan saya menurun. Beruntung, saya tidak perlu diopname. Saat itu suami terlihat kurang peka dengan kondisi saya. Dan akhirnya kami saling mendiamkan. Namun, kondisi itu menyadarkan saya, bahwa selama ini saya yang salah. Pola makan yang tidak teratur dan kurang istirahat, adalah penyebab penyakit yang saya rasakan. 

Saat ini, ketika suami melihat saya belum makan dan kurang istirahat, maka dia mulai bernyanyi "Semua di rumah tapi sibuk sendiri". Hmmm ... korban iklan kataku. Tapi memang benar juga. Apakah K'ers yang lain merasakan hal yang sama ?

Musibah berikutnya yang saya alami adalah kejadian beberapa hari yang lalu. Lengan sebelah kanan saya, terasa sakit. Posisinya di dekat siku. Akibatnya saya mengalami kesulitan menggerakkan tangan kanan. Jangankan untuk aktivitas berat seperti mengangkat benda, untuk saya angkat ke atas pun, rasanya sakit dan berat. Padahal sebelumnya, tidak ada aktivitas fisik berat yang saya lakukan, pun tidak terbentur. Saya coba olesi dengan krim hangat dari apotek dan bahkan sudah diurut. Tapi masih terasa sakit. Kemarin, saya coba dengan menempelkan jahe yang sudah ditumbuk lebih dahulu, dan sepanjang hari tangan saya diikat dengan kain kassa. Sekarang kondisinya sudah membaik. 

Kegilaan yang Indah

Jujur saja, saya tidak merasa kapok untuk tetap menulis di Kompasiana. Sekalipun saya mendapat banyak kesulitan, tantangan, dan hal - hal yang boleh dibilang musibah seperti di atas. 

Keinginan saya untuk terus menulis, saya anggap sebagai sebuah kegilaan yang indah. Betapa tidak, berbekal sebuah smartphone, saya merasa semakin bebas dalam berkelana. Apalagi di Kompasiana, saya ditantang untuk selalu kreatif menghasilkan tulisan - tulisan dalam berbagai rubrik. Tapi bagi saya, rubrik fiksiana adalah rumah yang tepat. Di sana, saya bebas menjadi siapa saja, bahkan saya bisa berandai - andai menjadi "sesuatu". Saya berhak memilih jutaan nama, tempat, dan waktu yang akan saya ekspresikan. Dan saya bisa keluar masuk ke belahan dunia manapun, bahkan dunia yang hanya bisa saya mengerti dengan cara saya sendiri. Keluar dari kotak nyaman saya, menjelajah atmosfer yang baru, dan berkenalan dengan para pemimpi dan penjelajah lainnya melalui berbagai karya kreatif. 

Dan mengalami itu semua, benar - benar saya merasa gila. Tapi kegilaan yang indah.

 

*Bandung,0116

Ilustrasi :   http://trikseosimple.blogspot.com/2013/08/suka-duka-penilain-kontes-seo-suka-seo.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun