Karyawan yang ramah tersebut langsung menebak kesaya, dari Philipin? Tidak, dari Indonesia jawabku.
Oh karyawan itu langsung omong melayu. Wah senang sekali, akhirnya saya berbicara bahasa Indobnesia dan  karyawan  itu bicara melayu.
Karena saya kebingungan memilih makanan di daftar menu yang banyak itu. Akupun langsung bertanya, makanan apa andalan rumah makan ini.
Dia langsung menyebut masakan- masakan faforit pelangan dari Indonesia. Misalnya bebek panggang separuh atau utuh dipotong- potong kecil, lengkap dengan tulang, ayam kuluyuk, nasi goreng ikan asin, ca kangkung, cumi goreng bumbu merica , sapo tahu dan lain sebagainya.
Akhirnya kami memesan makanan yang disebut di atas dan sebagai makanan pembuka sup pangsit udang dan baso cumi- cumi buatan restoran tersebut.
Sebelumnya kami memesan teh melati atau Jasmin Tee.Â
Makan dengan sumpit, sendok dan garpu.
Sebelum makanan kami datang , kami menerima mangkok- mangkok kecil dan sumpit. Wah aku langsung bilang saya tidak bisa makan pakai sumpit. Dengan tersenyum ramah karyawan restoran tersebut memberi saya dan suami piring, garpu dan sendok.
Sementara anak- anak tetap makan pakai sumpit dan mangkok kecil. Ya anak- anak biasa dan terbiasa pakai sumpit.
Anak- anak merasa sebagai anak Asia, mungkin menurut mereka, sebagai anak Asia ya harus bisa makan pakai sumpit.
Anak- anak sejak kecil, bila liburan di Indonesia dan makan  di restoran  Cina selalu ikut- ikutan bulik dan omnya, yaitu adik- adik saya yang mengajari mereka pakai sumpit.
Sejak itu anak- anak pintar makan pakai sumpit dan kadang mereka pamerkan kalau makan makanan  China  bersama teman- teman Jermannya.
Tentu saja anak- anak juga luwes makan pakai tangan kalau maminya goreng ikan dan sambal.