Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kasus Ibu-ibu Ganjen [Detektif Kilesa]

14 Agustus 2020   14:47 Diperbarui: 14 Agustus 2020   15:41 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.istockphoto.com

Rachel langsung menghardik dengan kata hus, namun Charlotte tertawa lepas. Sebenarnya tindakan Shanty menaikkan kembali mood di meja itu. Namun mood itu kembali turun. Seseorang di tengah meja memuntahkan isi mulutnya ke atas piring.

"Wek! Udang goreng mentega apanya? Masih mentah di dalam. Wek! Aku menyerah. Aku tidak tahan lagi."

Utari menyingkirkan piringnya dan segera berdiri dan mencari udara segar. Para waitress di kejauhan terlihat cemas dengan kelakuan Utari, dan Bu Hakim memerhatikannya dengan cemas pula. Nampaknya ia sudah lelah dengan keributan yang terjadi berulang kali. Akhirnya ia tersenyum dan berkata pada teman -- temannya.

"Kawan -- kawan, aku sudah berjanji untuk mengajak kalian touring kebun rayaku. Well, aku rasa hari inilah saatnya! Bagaimana kalau kita pergi sekarang? Masih ada waktu, bukan, sebelum kita pergi menyaksikan theatre terbatas sore nanti? Aku lihat kita pun sudah selesai bersantap siang."

Indira langsung menyetujui, "Usul yang bagus, Bu Hakim! Sudah lama aku ingin melihat kebun cengkehmu yang berbukit -- bukit itu. Ayo, teman -- teman, lebih baik kita pergi sekarang, mumpung masih ada waktu."

Widuri bersaudara saling bertatapan dan akhirnya saling mengangguk dan menyetujui. Kartika pun setuju, bahkan ia terlihat sumringah. Yang terakhir, walau dipenuhi kekesalan dan penyesalan, Utari juga setuju. Akhirnya, setelah menyelesaikan bill, semuanya beranjak meninggalkan tempat duduknya.

Aku membuang napas panjang. Menyaksikan orang -- orang ini, sudah seperti menyaksikan drama orang kaya di televisi. Sebenarnya ini adalah sebuah pengalaman baru bagiku, dan menyenangkan. Ah tunggu, masih ada yang harus kulakukan.

Aku beranjak dan menghampiri seseorang yang masih tinggal di kursi. Bu Hakim masih grasa -- grusu dengan tas tentengnya ketika aku tiba. Ia mendongak dan menatapku, wajahnya keheranan.

"Ya, ada apa, pak? Ada yang bisa saya bantu?"

Aku menggeleng, "Ah, bukan apa -- apa, Bu Hakim. Saya hanya seorang asing yang memerhatikan dari meja seberang."

Bu Hakim segera memotong, "Oh, kalau maksud bapak, bapak merasa terganggu atas tindakan teman -- teman saya, saya minta maaf..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun