Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kasus Singa Duduk

30 Juni 2020   10:13 Diperbarui: 30 Juni 2020   10:28 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Charles meringis. "Oh, tolonglah, Kilesa. Baru sejam yang lalu. Tidak ada keterangan tentang itu. Lagipula, bukankah itu tujuan kita sebagai detektif? Mencari alibi para pelaku?"

Aku menggeleng, "Tujuan kita memecahkan kasus, sobat, menangkap pelaku. Bukan mencari alibi."

Charles menaikkan bahu. Tanpa sadar, kami telah tiba di depan pintu masuk Grand Cengkareng. Dengan menunjukkan tanda pengenal polisi, staff dan security tidak mengenakan prosedur pemeriksaan dan langsung membawa kami menuju lift. Di samping lift beberapa staff apartemen sudah berkumpul dan berbisik -- bisik. Ya, itulah yang terjadi di TKP manapun. Berikan waktu sejam lagi dan seluruh apartemen akan menjadi heboh. Semoga manajer hotel sudah memerintahkan anak buahnya untuk tidak melakukan penyebaran berita.

Kami keluar dari lift dan berbelok di pojokan sesuai dengan tuntunan security. Dari kejauhan pintu no 505 sudah dalam posisi terbuka. Ada ribut -- ribut dan bunyi klik kamera, menandakan tim forensik masih bekerja. Pada akhirnya kami berada di ambang pintu.

Pemandangan pertama yang kulihat adalah seorang bapak -- bapak berumur sekitar lima puluhan, botak, mulut menganga, terjerembab dengan posisi tengkurap di depan meja rias berkaca. Karpet krem di bawahnya basah oleh merah darah. Di kepalanya terdapat sebuah lubang sebagai sumber dari merah darah tersebut. Aku tidak mengerti mengapa tim forensik membutuhkan waktu untuk menentukan apa yang membuat orang ini kehilangan nyawa, sementara lubang kematian tercetak dengan sangat jelas.

Mahmud menghampiri kami. Tangan kirinya memegang catatan, dan tangan kanannya memegang kamera mungil.

"Korban bernama Sapto Suryono. Ditembak di kepala. Waktu kematian kira -- kira pukul 06. 00 -- 07.00. Ya, kau bisa melihatnya dari darah yang masih hangat. Masih segar, kawanku, detektif yang hebat."

Aku menggeleng, "Tidak semestinya seorang tim forensik memiliki opini pribadi. Mereka seharusnya bertindak objektif."

"Dan seorang idealis. Baiklah. Bahkan aku bisa menebak. Kau lihat kaca di meja rias itu. Retak akibat peluru tajam. Peluru itu menembus kepalanya dan menghantam kaca. Namun kau lihat itu dengan lebih seksama. Ada yang aneh?"

Charles langsung beranjak menuju kaca rias dan meneliti retakan. Ia mengeluarkan kamera, bahkan alat ukur untuk meneliti diameter retakan yang terjadi. Ia berkata.

"Peluru yang menghantam kaca ini sangat spesial. Tidak dibuat di negara ini. Bisa jadi buatan Rusia atau Amerika. Kau tentu sudah mengamankan peluru yang menembus kaca ini?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun