Mohon tunggu...
Theodore Dharma
Theodore Dharma Mohon Tunggu... Dokter - Tedjamartono

hanya seorang biasa yang baru belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Badai Sitokin dan Covid-19, Saat Sistem Imun Tidak Bekerja Seperti Semestinya

24 September 2020   00:56 Diperbarui: 24 September 2020   01:01 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sudah hampir 10 bulan wabah Covid-19 melanda dunia, dengan jumlah kasus terinfeksi dan kematian yang terus meningkat setiap harinya. Sembari menunggu vaksin dan pengobatan khusus, banyak hal yang sudah pemerintah Indonesia lakukan. 

Himbauan untuk bekerja dan belajar dari rumah, serta pembatasan sosial berskala kecil hingga besar. Saat ini kita dihadapkan dengan New Normal, kebijakan Pemerintah agar kita tetap produktif namun tetap aman selama wabah Covid-19, dimana beberapa tempat kerja dan wisata kembali di buka, pembatasan sosial pun mulai di longgarkan di beberapa daerah, tentu dengan diterapkannya protokol kesehatan.

Di Indonesia, selain berjuang melawan Covid-19, kita juga sedang berjuang untuk meyakinkan kepada masyarkat mengenai bahaya Covid-19, bukan untuk membuat kita takut, namun agar kita waspada akan virus tersebut. 

Kita tau, dengan mengikuti himbauan dari pemerintah, kita berperan untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 ini. Namun yang saat ini yang terjadi di negara kita adalah perdebatan di masyarakat mengenai penyebab kematian pada pasien Covid-19. Apakah seseorang benar meninggal karena Covid-19 atau karena penyakit bawaan. 

Banyak yang beranggapan bahwa penyakit bawaan adalah penyebab utama kematian pada pasien yang terkonfirmasi Covid-19 sehingga mereka merasa bahwa Covid-19 ini tidaklah berbahaya.

Berdasarkan data, pasien dengan penyakit penyerta seperti Hipertensi, Obesitas, Penyakit Paru Kronis, Diabetes, Penyakit Jantung, Penyakit Ginjal, dan penyakit bawaan lainnya memiliki kemungkinan 12 kali lebih tinggi dari pasien tanpa penyakit penyerta untuk meninggal, dengan penyebab kematian langsung adalah Covid-19. 

CDC (Pusat Penendalian dan Pencegahan Penyakit di Amerika) mencatat hampir 90% dari pasien terkonfirmasi Covid-19 memiliki penyakit penyerta. 

Walaupun data mengatakan pasien dengan penyakit penyerta memiliki resiko untuk terinfeksi dan meninggal lebih tinggi, bukan berarti kita yang tidak memiliki penyakit penyerta bisa menurunkan kewaspadaan kita terhadap Covid-19 ini.

 Di Berbagai negara termasuk Indonesia memiliki beberapa kasus pasien terkonfirmasi Covid-19 tanpa penyakit penyerta, bahkan berakhir dengan kematian. P

enelitian di Italia, Jerman dan USA dengan teknik otopsi pada pasien dengan Covid-19 menunjukan adanya kerusakan sel di Paru-paru dan kerusakan pembuluh darah yang disebabkan oleh infeksi Covid-19. 

Tidak ada yang bisa memastikan penyebab kematian pada pasien terkonfirmasi Covid-19 selain melakukan pemeriksaan otopsi. Yang bisa kita lakukan adalah memperkirakan berdasarkan kondisi dan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. 

Salah satu hal yang bisa kita lakukan agar tidak memperdebatkan ini ialah memiliki pengetahuan kita tentang Covid-19 ini sejelas mungkin, dari sumber yang terpercaya, dan dari penelitian yang ada. Mari kita pelajari lebih dalam tentang Covid-19.

Covid-19 adalah penyakit sistem pernafasan yang disebabkan oleh mutasi RNA virus Severe Acute Respiratory Syndrome CoronaVirus 2 (SARS-CoV-2). SARS-CoV-2  termasuk dalam golongan betacoronavirus, serupa dengan dua coronavirus yang pernah menjadi  wabah yaitu Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus (SARS-CoV) pada tahun 2002-2003 atau dikenal dengan sindrom pernapasan akut berat dan Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-CoV) pada tahun 2012-2013 atau dikenal dengan sindrom pernapasan timur tengah. 

SARS-CoV-2 utamanya menyebar melalui kontak langsung melalui droplet (cairan dari saluran pernafasan). Salah satu cara virus tersebut masuk ke sel inang adalah dengan berikatannya spike glycoproteins, bagian yang paling imunogenik (bagian yang paling memicu aktifnya respon kekebalan tubuh seseorang yang terinfeksi) dari virus corona dengan reseptor Angiotensin Converting Enzyme-2 (ACE-2). Sebaran reseptor ACE-2 terbanyak adalah pada alveolus di paru-paru, jantung, ginjal, dan usus. 

Di organ tersebut virus yang berhasil masuk kedalam sel inang melepas RNA dan berplikasi sehingga mereka semakin banyak dan menyebar ke sel lainnya sehingga menimbulkan gejala.

Penelitian menunjukan bahwa gejala Covid-19 ini bervariasi dari gejala yang ringan hingga gejala berat yang bisa membahayakan nyawa seperti Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) atau gangguan pernapasan berat karena kerusakan alveolus akibat penumpukan cairan dari pembuluh darah kapiler di paru-paru , Multi Organ Dysfunction Syndrome (MODS) atau penurunan fungsi organ pada pasien sehingga tidak mampu mempertahankan kondisi tubuh untuk berfungsi dengan normal, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) atau kelainan yang mengakibatkan darah membeku secara berlebihan sehingga, gumpalan darah menyumbat dan menghalangi aliran darah untuk mencapai organ tubuh tertentu,  dan Syok Sepsis atau kondisi kegawatdaruratan yang disebabkan oleh peradangan di seluruh tubuh akibat infeksi.

Penelitian di wuhan pada 1099 pasien menunjukan keluhan mereka yaitu demam (88%), batuk kering (67%), lemas (37%), sesak nafas (18,7%), nyeri otot (14,9%). Keluhan lainnya seperti nyeri kepala, nyeri tenggorokan, dan gejala pencernaan. Gejala paling berat adalah pneumonia atau peradangan pada paru-paru, dengan ARDS pada 3.4% pasien.

Para peneliti memercayai bahwa penyebab beratnya keluhan pada pasien adalah akibat fenomena Cytokine Storm atau Badai Sitokin. Sudah lama diketahui bahwa Badai Sitokin berperan penting pada proses sistem kekebalan tubuh selama infeksi virus. 

Sitokin merupakan protein yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi dan memicu terjadinya inflamasi (mekanisme tubuh untuk melindungi diri dari infeksi atau cidera dengan mengaktifkan sel-sel proinflamasi).

Pada kondisi normal, sel yang terinfeksi virus akan dihancurkan oleh sel NK dari sistem imun bawaan dan CD8 dari sistem imun adaptif melalui beberapa tahapan. 

Hal ini menyebabkan kematian dari sel yang terinfeksi. Saat sel NK dan CD8 tidak dapat menghancurkan sel yang terinfeksi, hal tersebut memicu aktifnya reaksi inflamasi yang ditandai dengan pengaktifan sitokin proinflamasi seperti TNF, Interferon (IFN- dan IFN-) dan beberapa Interleukin seperti IL-1, IL-6, IL-18, dan IL-33. Badai sitokin adalah aktivasi berlebihan respon imun tersebut hingga merusak sel-sel tubuh.

Ada beberapa hipotesis akan terjadinya fenomena Badai Sitokin pada Pasien Covid-19, salah satunya ialah replikasi dari SARS-CoV-2 yang sangat cepat menyebabkan banyak sel rusak dan mati, sehingga memicu aktifnya mediator-mediator proinflamasi secara berlebihan. 

Hipotesis lainnya adalah terlibatnya antibodi untuk melawan spike glycoproteins dari SARS-CoV-2 yang justru memicu terbentuknya akumulasi sel proinflamasi di paru-paru. 

Hal tersebut disertai data bahwa peningkatan sitokin proinflamasi ditemukan pada pasien Covid-19 dengan gejala yang berat dan pada pasien yang dirawat di ICU (Unit Perawatan Intensif) di China.  

Sehingga Badai sitokin dipercaya sebagai faktor yang berkaitan dengan tingkat keparahan pasien. Fenomena Badai Sitokin pada pasien Covid-19 dapat menyebabkan keluhan seperti ARDS, MODS, DIC melalui beberapa cara. 

Fenomena tersebut dikatkan dapat menyebabkan kerusakan sel endotelial dan sel epitelial di paru-paru. Salah satu sitokin yaitu IFN- dan IFN- menstimulasi masuknya sel inflamasi melalui beberapa mekanisme melibatkan Fas--Fas ligand (FasL) atu TRAIL Death Receptor 5 (DR5) dan menyebabkan apoptosis sel epitel alveolus dan sel pernapasan di paru-paru. 

Kerusakan sel endotelial dan epitelial akan menyebabkan kerusakan pada sel pembatas antara pembuluh darah kecil di paru-paru dan sel epitel alveolus sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan pembengkakan sel alveolus akibat terisi cairan, sesuai dengan gambaran ARDS. 

Proses kerusakan sel endothelial juga berlaku untuk organ lainnya sehingga akan menyebabkan kebocoran plasma, kerusakan pembuluh darah kecil, dan gangguan pembekuan darah yang berlebihan, sesuai dengan gejala MODS, dan DIC.

SARS-CoV, MERS-CoV, dan SARS-CoV-2 menunjukan tingkat kematian yang tinggi dibandingkan virus corona yang lain, dan dihubungkan dengan Badai Sitokin, ini memungkinkan respon inflamasi memiliki peran yang penting. Maka pengobatan yang harus diberikan selain membunuh virus terkait ialah bagaimana peran anti inflamasi dalam menekan keparahan gejala. 

Beberapa obat yang sering digunakan oleh Rheumatologist adalah Chloroquine, Hydroxychloroquine, IL-6R antagonist (Tocilizumab), dan IL-1 antagonist. Sementara itu NSAID seperti Ibuprofen tidak dianjurkan karena bisa menyebabkan keluhan semakin memburuk berkaitan dengan ACE-2.

Inflamasi merupakan bagian dari respon sistem kekebalan tubuh untuk melindungi diri dari infeksi atau cidera pada sel. Namun pada Covid-19 terjadi respon berlebih dari sitokin ataupun chemokine yang dikenal dengan istilah Badai Sitokin. 

Badai Sitokin bisa menyebabkan gejala berat seperti ARDS, MODS, dan DIC yang dapat mengakibatkan kematian. Fenomana ini dapat terjadi pada semua pasien Covid-19. Hal-hal yang berkaitan dengan fenomena ini ialah jumlah virus, sifat virus, serta kekebalan tubuh. 

Setelah mempelajari bahaya Covid-19 ini, diharapkan masyarakat tetap waspada namun tidak memiliki ketakutan yang berlebihan. Dengan mengikuti protokol Kesehatan, tetap waspada akan bahaya Covid-19 dan memiliki informasi yang tepat adalah kunci kita selama  pandemi Covid-19 ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun