Mohon tunggu...
The Handa
The Handa Mohon Tunggu... Freelancer

Pembelajar~

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Analisis Hukum terkait Konten Film yang Dipublikasi melalui New Media

6 September 2025   14:25 Diperbarui: 6 September 2025   14:25 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa ini, menonton film tidak lagi terpaku pada konsep bioskop dengan ticketing-nya atau tayangan televisi (yang harus menunggu berbulan-bulan  setelah film turun layar).

Internet dengan segala kemudahannya menawarkan cara lain yang lebih murah dan praktis. Melalui YouTube atau website streaming film gratisan, kita sudah dapat menikmati sebuah karya film. Bahkan ada website streaming film gratisan yang mampu menayangkan film tanpa jeda yang lama dengan waktu tayang film di bioskop.

Permasalahannya adalah bagaimana UU Perfilman (UU No 33 Tahun 2009) memandang mengatur tentang peredaran dan penayangan sebuah film melalui platform new media ?

Menurut UU No 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, yang memiliki hak untuk mengedarkan dan menayangkan film adalah pelaku kegiatan atau pelaku usaha pengedaran dan pertunjukan film yang meliputi perseorangan, organisasi, pemerintah, dan pemerintah daerah yang telah berbadan hukum Indonesia (UU No 33 No 2009 Bagian Keempat Pasal 25 Ayat 1-3, Bagian Kelima Pasal 29 Ayat 1-3).

Pertunjukan film dapat dilakukan melalui:  layar lebar (bioskop, gedung pertunjukan nonbioskop, dan lapangan terbuka), penyiaran televisi; jaringan teknologi informatika, dan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri (UU No 33 No 2009 Bagian Kelima Pasal 30  1-4). Dalam UU ini, pendistribuisin  dan penayangan film melalui internet belum diatur secara spesifik, termasuk juga hukuman untuk pelanggarannya.  Pihak yang seharusnya menangani pengedaran dan penayangan film menurut UU No 33 tahun 2009 adalah menteri melalui Peraturan Menteri.

Beberapa problem lain yang muncul dari fenomena ini yaitu nihilnya sensor dan kaburnya hak cipta karya film yang ditayangkan melalui new media (terutama YouTube dan website streaming gratisan). UU No 33 tahun 2009 BAB VI yang membahas tentang sensor film menyatakan bahwa seharusnya film yang akan diedarkan maupun ditayangkan telah memiliki surat tanda lulus sesor. Namun kembali pada problem pertama, film yang ditayangkan di new media (terutama YouTube dan website streaming gratisan) tidak melalui tahapan standarisasi pengedaran dan pertunjukan film yang ditetapkan dalam UU perfilman, maka tahap sensoring pun dilompati dengan mudah.

Hak cipta film dalam tayangan film di YouTube dan website streaming gratisan pun agaknya kabur. Hal ini dapat dilihat dari adanya distorsi, mutilasi, modifikasi film; tidak adanya izin dari pencipta film; fiksasi film (perekaman gambar dan suara yang dapat dilihat, didengar, digandakan, atau dikomunikasikan melalui perangkat apapun); penyediaan atas fiksasi pertunjukan yang dapat diakses publik. 

Pemerintah agaknya kecolongan dalam melakukan tugasnya selama melakukan pengawasan terhadap pembuatan dan penyebarluasan konten pelanggaran hak cipta dan hak terkait; mencegah pembuatan dan penyebarluasan konten pelanggaran hak cipta dan hak terkait; mengawasi tindakan perekaman dengan menggunakan media apapun terhadap film yang memiliki hak terkait di tempat pertunjukan (UU No. 28 Tahun 2014 BAB VIII Pasal 54).

Referensi :      

UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun