Kedua, belum ada kok penelitian lanjutan yang memberikan kesimpulan resmi bahwa melonjaknya kasus positif Covid-19 dikarenakan banyaknya masyarakat memakai masker scuba atau buff. Ketiga, penelitian yang dilakukan Duke University diataspun menyebutkan angka persentase efektifitas masker jenis bandana dan scarf ialah 44 - 49 persen, bukan 0 - 5 persen seperti pemberitaan yang selama ini dipublikasikan.
Oleh sebab itu, kebijakan larangan mungkin harusnya diimbangi dengan kebijakan kompensasi. Maksudnya bagi para pedagang yang sudah terlanjur stok barang. Berapa modal yang sudah dikeluarkan diganti sesuai besarannya. Misal saat ini harga rata-rata masker scuba adalah 5.000, maka bisa dipastikan harga ambilnya adalah 2.000 - 2.500 per biji.Â
Maksimal kompensasi 300 biji selebihnya harus ikut dimusnahkan. Sehingga besaran kompensasi 600.000 - 750.000. Dengan begitu bisa meminimalisir keresahan dan menjawab keluhan para pedagang masker.
Untuk warga biasa non pedagang diberikan masker standar gratis karena terlanjur banyak beli masker scuba. Seperti apa yang dilakukan pemerintah Kota Mojokerto kemarin. Melalui instansi terkait dan perangkat terkecil (RT/RW) Â membagikan masker gratis sebanyak 3 buah untuk setiap KK di semua wilayah kota Mojokerto.Â
Bahwa kedisiplinan masyarakat tentang pentingnya protokol kesehatan belum sepenuhnya tertanam dengan baik adalah sebuah fakta empiris. Bisa jadi hal itu bukan karena salah kebijakannya, melainkan kurang tegasnya penegakan aturan ini untuk ditaati dan dilaksanakan.
Masa adaptasi selama enam bulan harusnya sudah lebih dari cukup bagi semua lapisan masyarakat, untuk sadar betapa pentingnya menerapkan protokol kesehatan. Tapi mengapa sampai dengan hari ini masih saja kita jumpai para pelanggar prokes dibiarkan tanpa penindakan.
Sekiranya kita ingat kembali hal-hal apa saja yang termasuk dalam kategori protokol kesehatan ala Covid-19.