Mohon tunggu...
Thariq Qudsi
Thariq Qudsi Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Fakultas Hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Skenario Politik pada Pesta Demokrasi: Mencederai Nilai Demokrasi

21 Desember 2022   05:50 Diperbarui: 21 Desember 2022   06:00 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Thomas Aquinas adalah seorang filsuf tradisi Kristen pada Abad Pertengahan, yang berpandangan bahwa aturan hukum adalah aturan perilaku yang ditujukan untuk kebaikan bersama. Hukum dibuat oleh orang-orang yang peduli dengan masyarakat. 

  1. Dasar Hukum Pembenar dalam Keberlangsungan Pemilu: Apakah Sistem Regulasi Sudah Sesuai Moralitas?

Dalam penyelenggaraan Pemilu terdapat beberapa parameter yang perlu diperhatikan sebagai indikator apakah telah memenuhi sifat demokratis atau tidak. Parameter utama yang digunakan sebagai indikator adalah melihat dari sisi moral dan hukum bagaimana hubungannya dengan etika dalam penyelenggaraan Pemilu baik dari segi lembaga maupun keberlangsungannya. Topik ini telah dibahas dalam jurnal "RELASI HUKUM DAN MORAL DALAM SISTEM PENEGAKAN ETIKA PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA" yang ditulis oleh Sofi Rahma Dewi seorang Hakim Ad Hoc Pengadilan HAM Tingkat Pertama Pengadilan Negeri Makassar dalam disertasi Universitas Sumatera Utara. Jurnal ini menyatakan bahwa adanya relasi dari bagaimana moral dan hukum diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilu dapat mempengaruhi etika dari penyelenggara Pemilu. 

Mengenai regulasi dari keberlangsungan Pemilu telah diatur dalam Dalam Pasal 22E ayat (1) dinyatakan bahwa pemilu didasarkan pada asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Selain itu, mengenai lembaga negara yang menyelenggarakan pemilu diatur melalui Pasal 22E ayat (5), yaitu Komisi Pemilihan Umum bersifat nasional, tetap dan mandiri. Dalam pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menyebutkan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan (DKPP) adalah unit penyelenggara pemilu. Mengenai kewenangan dan kewajiban menjaga kemurnian berlangsungnya Pemilu adalah sebuah tanggung jawab yang dipikul dan harus secara intens dalam penekanan prinsip Pemilu untuk mencapai hasil dan usaha yang demokratis. 

  1. Muncul Dugaan Kecurangan di Setiap Pelaksanaan Pemilu: Isu Apa yang Menjadi Kayu Bakar?

Problematika skenario politik dalam Pemilu tidaklah menjadi rahasia umum lagi bahwa hal ini telah sering terjadi di setiap perhelatan Pemilu. Skenario politik umumnya akan menciptakan berbagai asumsi-asumsi publik terhadap peserta Pemilu dengan mengabaikan kapabilitas seseorang apakah layak atau tidak menjadi bakal terpilih dalam Pemilu. Asumsi ini merupakan hasil dari penilaian masyarakat terhadap kinerja calon yang terpilih pada Pemilu sebelumnya, sehingga menimbulkan rasa was-was terhadap adanya pengaturan licik di dalam Pemilu.

Pembahasan mengenai problematika yang terjadi antara skenario politik dalam Pemilu dengan kepuasan masyarakat dalam menerima hasil Pemilu telah dibahas dalam berbagai jurnal. Hal ini diakibatkan banyak indeks yang menunjukkan ketidakpuasan rakyat Indonesia dari hasil Pemilu, ditemukan berbagai macam faktor sebagaimana dibahas dalam jurnal "Kekacauan Pemilu 2019: Fenomena Firehose of falsehood dalam Relasi Sikap terhadap HOAX dan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Komisi Pemilihan Umum" yang ditulis oleh Lusy Asa Akhrani, Ika Herani, Ibnu Asqori Pohan, Muhammad Afif Alhad, dari Universitas Brawijaya. Dalam jurnal ini dimuat bahwa selama keberlangsungan Pemilu ditemukan adanya fenomena "fire of falsehood" yang merupakan skenario propaganda politik dalam pemilu dengan menyebarkan isu-isu HOAX secara intens sampai isu yang ditanamkan menjadi hal yang dianggap benar oleh masyarakat. Fenomena ini memiliki dampak dalam hubungan kepercayaan masyarakat dengan KPU yang semakin menurun, berdasarkan data yang telah didapatkan melalui survei kepada 558 koresponden menyatakan adanya pengaruh isu HOAX terhadap kepercayaan politik masyarakat. Oleh karena itu dalam keberlangsungan Pemilu masyarakat akan cenderung memperhatikan berita yang berlalu-lalang sebagai penilaian terhadap kinerja KPU yang nantinya akan menentukan rasa percaya atau tidaknya setelah ada penjelasan secara jelas dari pihak KPU dan pihak yang diberitakan.

Skenario politik dalam Pemilu yang paling marak dan hangat di Indonesia adalah penerapan sistem oligarki. Dalam jurnal "Peran Oligarki Partai Politik Dalam Mempengaruhi Perilaku Memilih Anggota DPRD: Studi Kasus Proses Pemilihan Wakil Gubernur DKI Jakarta Tahun 2020 Oleh DPRD" oleh Alfitra Akbar, Meidi Kosandi dari  Universitas Indonesia menyebutkan bahwa Penerapan sistem ini memiliki beberapa dampak dalam terpengaruhnya bagaimana masyarakat menyikapi keberlangsungan pemilu mulai dari menyadari mekanisme sistem oligarki dan menyaring informasi kapabilitas dari seorang calon yang akan diusung, sehingga dapat turut serta mengawasi berjalannya Pemilu. Mekanisme oligarki dapat dilihat dari tiga tahapan pemilu, yaitu proses kandidasi, proses kampanye dan puncaknya dari hal ini terlihat pengaruh oligarki partai politik dalam aktivitas untuk memilih anggota fraksi. Sistematis pelaksanaan kebijakan partai politik adalah memiliki ekspansi relasi melalui fraksi di parlemen yang digunakan untuk membentuk unsur disiplin partai yang memiliki kemampuan atas perumusan pertimbangan negara. Hal ini mempertegas adanya seonggok permainan politik dalam pertarungan kekuasaan antar fraksi di DPRD yang mana hal ini juga mengimplikasikan pertarungan partai politik dalam rangka membangun konstruksi kepentingan masing-nasing pada Pemilu. Contoh nyata dalam penjabaran sebelumnya dapat ditarik kasus pada sejumlah isu yaitu, mengenai isu yang ada dalam pemilihan wakil gubernur Provinsi DKI Jakarta dapat dijadikan contoh kajian yang sempurna. Keberhasilan dalam menginjeksikan keinginan politik dalam regulasi sistem Pemilu, dapat digolongkan menjadi kriteria pertama adanya urusan politik dalam pertarungan kursi jabatran pada Pemilu. Dalam berjalannya pemilihan merupakan satu tahapan akhir pada proses politik pemilihan Wakil Gubernur DKI Jakarta oleh DPRD dan juga menjadi tahapan yang dikaji dengan menyeluruh pada kajian ini aktivitas oligarki ditilik dengan melihat sejauh mana peran oligarki mampu berperan dalam hal yang berpengaruh untuk memilih para anggota parlemen. Dalam hal ini, perilaku voting para parlemen saat membuat kebijakan bersama perlu diteliti dari berbagai perspektif dan teori. Pada cakupan Indonesia, penelitian Maswardi (2010) menyatakan bahwa aktivitas memilih anggota partai bergantung kepada sistem pemilu yang sudah ada sebelumnya. Sistem proporsional yang menjadi pedoman di Indonesia masa ini dapat menciptakan partai dan fraksi yang menahan anggota fraksi, hal ini merupakan akibat dari wakil rakyat dipilih oleh rakyat dari partai politik lalu dalam waktu bersamaan mereka adalah wakil rakyat sekaligus. Hal ini dikhawatirkan dapat memicu anggota fraksi lebih bertanggung jawab pada pimpinan mereka dibanding dengan konstitusi (Rauf, 2010). Penelitian yang berhubungan oleh Bilal menyatakan adanya keberadaan elit partai pada sistem proporsional multi partai meski tetap didominasi olehpendapat individu anggota fraksi namun hal ini masih dianggap butuh untuk melakukan pengurangan kepentingan antar anggota parlemen dalam merumuskan kebijakan (Dewansyah, 2010).

  1. Komparasi Pemilu dengan Negara Lain: Kriteria Pemilu Taraf Internasional

Pelaksanaan Pemilu di Indonesia dapat berkaca kepada pelaksanaan Pemilu dalam memilih parlementer dari negara negara tetangga sebagaimana dalam sebuah studi mengenai bagaimana mewujudkan pemilu yang memiliki integritas berjudul "KRITERIA PEMILU BERINTEGRITAS: BELAJAR DARI AUSTRALIA" oleh M. Prakoso Aji UPN "Veteran" Jakarta, Indonesia. Dalam jurnal ini dipaparkan, bahwa upaya pemilu yang murni terwujudkan pada standar internasional dapat dilaksanakan jika adanya serapan nilai-nilai pemilu demokratis, serta tercukupinya hak pilih serta kesetaraan politik untuk masyarakat. Guna menciptakan sebuah pemilu yang murni juga dibutuhkan alat penyelenggara dan pengawasan pemilu yang memiliki kemampuan integritas, transparan, juga akuntabel. Pada hal ini, berpatokan pada standar pemilu internasional suatu pemilu yang dianggap demokratis jika sesuai pada syarat yang ditetapkan oleh International Institute for Democracy and Electoral Asistence (IDEA) yaitu ada langkah pendaftaran pemilih dipublikasi daftar pemilih yang transparan dan akurat. Mengenai hal ini, juga adanya jaminan proteksi pada hak warga negara yang telah lulus kualifikasi dengan cara melalui aturan hukum jaminan hak pilih, pemberian suara, juga akurasi daftar pemilih. Terpenuhinya hak pilih warga negara yang demokratis juga adilan dapat dipancarkan dengan cara melalui pelaksanaan pemilu yang bebas dan adil.

  1. Metabolisme dari Skenario Politik dalam Pemilu Menghasilkan Dampak pada Aktivitas Masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun