Mohon tunggu...
Cerpen

Tumbuh di Negeri Seberang

24 Maret 2017   06:58 Diperbarui: 24 Maret 2017   16:00 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setelah lomba berakhir kami pergi ke Penang, Malaysia untuk jalan-jalan dan shopping.Sesampainya di sana kami langsung menuju ke restoran untuk makan malam. Aku sudah duduk di sebelah temanku tetapi karena terlalu ramai dan tidak ada yang ingin pindah, aku terpaksa pindah ke tempat cowok yang di sana ada dia. Ketika aku duduk di tempatku sebelumnya dia terus melihat ke arahku, ketika aku duduk di depannya dia terus melihat layar hpnya, dan akhirnya aku pindah ke tempat anak cewek lainnya, dia kembali melihat ke arahku. Namun ketika aku melihatnya, dia langsung melihat ke arah lain. Aku mulai merasa ada perubahan sikap darinya.

 Setelah selesai makan malam, kami pergi menuju Hotel untuk menginap. Setelah kamar dibagikan, aku dan 2 temanku yaitu Sandra dan Arsya mendapat kamar nomor 106 dan dia mendapat kamar nomor 104. Setelah mandi, teman dekatku yaitu Thalia datang ke kamar kami, dan kami pun bercerita tentang banyak hal. Sampai saat Thalia dan Arsya membawa rekaman suara Thalia yang isinya “Janganlah gantung Nia tu bang, kasihan dia. Kalo suka ya suka aja kalo enggak gantung aja sampai kering sampai ada orang lain yang ambil” dengan nekatnya mengetuk kamar dia dan memperdengarkan rekaman suara tersebut, hp Thalia terlepas dari tangannya dan satu kata yang disebutnya hanyalah “Babi”. Sungguh mereka ini sangat nekat.

Esoknya, kami saling melihat seolah tidak ada yang terjadi semalam, setelah sarapan kami menuju bus lalu pergi ke pusat perbelanjaan. Sesampainya di sana, kami diintruksikan untuk menuju money changerterlebih dahulu untuk menukar uang. Namun, aku dan Thalia pergi ke toilet dahulu, setelah itu kami pergi ke money changer anehnya disana hanya guru, dia, dan teman-temannya, yang lainnya sudah pergi. Ketika dia dan temannya sudah selesai sedangkan kami belum, dia masih berdiri di tempat itu sampai salah satu temannya berkata “Kenapa kita masih di sini? Siapa yang kita tunggu?”, “Yaudah lanjut” katanya. Setelah kami selesai, kami berdua melihatnya berjalan sendiri di belakang seperti menunggu seseorang. Dan akhirnya kami selisih jalan. Setelah lama berjalan, aku dan Thalia berpapasan dengannya, dan Thalia melihat dia terus memperhatikanku.

Akhirnya kami pergi ke Malaka, karena memakan waktu 7 jam kami harus menginap di bus. Saat di jalan aku tiba-tiba merasa tidak enak badan, ketika sampai ke tempat makan, aku langsung muntah-muntah, dan tidak menyentuh makananku sedikitpun. Setelah makan, saat kami hendak kembali ke bus, aku sempat muntah lagi, jadi ketika semua udah masuk ke bus, tinggal aku dan Thalia yang masih di kamar mandi. Entah kenapa dia seperti menungguku dengan berdiri di depan bus sambil berbicara dengan guru pendamping, namun ketika aku melihatnya dia langsung masuk ke dalam bus. Setelah masuk ke dalam bus, guru kami memutarkan sebuah film, karena aku sedang tidak enak badan, guruku menyuruhku tidur lebih awal, saat tengah malam aku tebangun, saat aku membuka penutup muka aku langsung bersin-bersin karena udara yang dingin, dia tiba-tiba menoleh ke arahku dan menutup ac yang berada di dekatku. Saat itu aku merasa melihat sosok bang Revan yang dulu aku kenal.

Setelah sampai di Dumai, orangtuaku tidak bisa menjemputku di pelabuhan, orangtuaku menyuruhku untuk pulang bersama bang Revan. Di mobilnya kami duduk bersebelahan, tetapi tidak ada satupun yang memulai pembicaraan, setibanya di rumahku, dia membawakan koperku kedalam rumah. “Makasih tante, bang, gak mau mampir dulu tante?” ujarku, ”Gausah deh Nia nanti ngerepotin, Nia kan lagi sakit juga, tante duluan yaa” jawab mama bang Revan, “Iya, hati-hati di jalan tante” ujarku.

Setelah banyak yang terjadi di Thailand, Thalia menanyakan perasaan bang Revan padaku. “Bang, sebenarnya abang tu sayang gak sih sama Nia?”, “Abang gak suka siapa-siapa, mending suruh dia lupain abang, abang mau fokus sama masa depan abang, abang cuman anggap dia adik abang sendiri sejak kecil sampai sekarang tetap gitu”, “Okelah bang, nanti Thalia suruh dia move ondari abang, kalau dia terus suka gitu nanti dia yang sakit hati”.

Setelah mendengar semua itu dari Thalia, aku pun akhirnya memutuskan untuk melupakannya, tetapi rasanya sulit sekali mengingat sudah 5 bulan aku menyukainya. Bahkan ketika aku berpapasan dengannya, air mataku jatuh begitu saja. Setiap hari rasanya selalu menyedihkan, setiap melihatnya rasanya sedih. Tiada lagi hari menyenangkan, semuanya tenggelam dengan kesedihan, apapun yang dilakukan ada aja yang salah.

Dan akhirnya setelah satu tahun menghilang aku mendengar kabar bahwa dia lulus di AIM (Akademi Imigrasi) sekolah yang dia dambakan. Aku turut senang sekaligus sedih dengan kepergiannya. Aku kembali menjalani sekolah seperti biasanya. Sekarang aku sudah duduk di kelas 2 SMA. Tetapi aku masih saja memikirkannya, sampai sekarang sampai detik ini. Entah kenapa, bang Steven teman terdekatnya mengajakku bertemu di kelasku, setelah semuanya pulang, dia datang ke kelasku kemudian masuk dan duduk di hadapanku.

“Ada apa bang, mengajak Vania bertemu?” tanyaku. “Sebenarnya abang mau cerita sama adek masalah Revan.” Jawabnya. “Emang dia kenapa bang?” , “Menurut pandangan abang, Revan tu sayang sama adek, tapi dia ragu sama perasaannya sendiri, ngeliat adek nangis aja matanya berkaca-kaca, habis adek sama dia bicara tu dia nangis, dia tu gak tega lihat adek terluka tu, tapi waktu dia udah hampir sadar sama perasaannya dulu waktu di Thailand, tiba-tiba orang yang dia suka dulu alumni lah tiba-tiba ngekontak dia, lumanyan dekatlah lagi setelah dulu lost contact,tapi dia masih sering ngintai adek lewat Thalia, abang sama kawan-kawan abang lainnya. Tapi abang gak tau cara buat dia sadar kalau dia sayang sama adek tu gimana, kalian sama-sama sayang tapi kalian sama-sama diam, aku yang geram liatnya”, “Serius bang?”, “Iya serius”, “Jadi adek harus gimana?” , “Itulah yang abang gak tau, tapi jodoh gak bakal kemana dek, kalo takdir adek sama dia, pasti bakal sadar dia tu”, “Oke bang”. Besar harapanku akan bersamanya lagi, tapi dia jauh di sana. Rasanya masih tidak mungkin mendengar bahwa dia menyayangiku.

Tiga bulan setelah itu, aku ditembak dengan seniorku di basket yaitu bang Fahri, aku memilih menerimanya karena aku tau sakitnya ditolak, awalnya aku memang tidak menyukainya tetapi kata mereka cinta bisa tumbuh karena terbiasa, mungkin setelah terbiasa bersamanya aku bisa melupakan bang Revan. Setelah jadian selama 4 bulan lamanya, aku masih saja memikirkannya, sampai saat dia tiba-tiba kembali.

Waktu itu, aku sedang sakit dan bang Fahri mengantarkanku pergi ke UKS, namun saat berjalan aku tidak melihat ada batu di depanku dan aku hampir terjatuh kalau saja dia tidak memegang tanganku. Dia melihatku. Setelah selesai mengantarkanku ke UKS, dia pun kembali ke kelasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun