Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Berharap kepada Omnibus Law Demi Bisa Dapat Bantuan Tunai?

3 September 2020   17:30 Diperbarui: 3 September 2020   17:28 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kelas C angkatan 55 wirausaha baru Jabar 2018. Dok pribadi 

Berharap Kepada Omnibus Law Demi Bisa Dapat Bantuan Tunai?

Grup kelas C angkatan 55 wirausaha baru Jawa Barat 2018 sejak bulan kemarin ramai. Tepatnya ketika merebak informasi kalau Pemerintah menyediakan program Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro (BPUM) untuk pelaku UMKM yang terdempak pandemi Covid-19.

Kami saling tukar informasi mengenai syarat dan ketentuan di daerah masing-masing terkait Banpres Produktif untuk pelaku usaha mikro yang selama ini susah atau belum mendapat akses pinjaman untuk modal kerja, terlebih di masa pandemi ini.

Kami memang berasal dari berbagai kota dan kabupaten di Jawa Barat. Dan ternyata menurut cerita di grup setiap daerah memiliki aturan serta ketentuan yang tidak sama. Padahal ini Banpres langsung dari pusat.

Kami sendiri sih yakin pemerintah mengambil kebijakan memberikan bantuan ini bukan bagi-bagi uang percuma, melainkan supaya para pelaku usaha baru seperti kami ini bisa tetap bertahan.


Jangankan pelaku usaha yang banyak kena dampaknya dari diberlakukannya PSBB, para pekerja kantoran saja, termasuk beberapa orang yang cukup dan berada seperti di daerah saya, saling berlomba untuk mendapatkan uang sebesar Rp2,4 juta per pelaku usaha mikro atau Rp600 ribu per bulan selama empat bulan ini.

Mungkin untuk sementara waktu rasa malu dan tanggung jawab dikesampingkan dulu. Saya tidak mau berburuk sangka bagaimana cara mereka --yang sebenarnya tidak berhak ini---bisa mendapatkan kuota sehingga bisa lolos seleksi untuk menjadi penerima. Sementara teman-teman pelaku usaha sebenarnya, khususnya yang saya tahu langsung dari obrolan di grup, banyak yang gagal karena terkendala dalam pembuatan persyaratan. Misalnya dalam syarat pelaku usaha mikro tidak sedang menerima kredit perbankan.

Presiden dan Wakil berbincang dengan penerima Banpres di Jakarta melalui BNI, Senin 24 Agustus 2020. Dok. Website BNI
Presiden dan Wakil berbincang dengan penerima Banpres di Jakarta melalui BNI, Senin 24 Agustus 2020. Dok. Website BNI

Jeritan mereka yang sebenarnya tentu saja sangat mengharapkan Banpres Produktif ini. Soalnya ini dana semacam hibah kan ya. Bukan pinjaman. Uang ini bisa jadi modal  buat pelaku usaha mikro tanpa harus mikirin gimana cara balikinnya... Bantuan yang diharapkan betul-betul dipakai pelaku usaha untuk menambah modal usaha.

Kebanyakan teman di grup wirausaha kelas C angkatan 55 tahun 2018 daftar dan mengajukan persyaratan ke Dinas Koperasi dan UKM di daerah masing-masing.

Bu Uchie selaku pembina kami dari mulai pelatihan di Bandung sampai kami kembali ke daerah masing-masing dan membentuk group wirausaha ini dengan sabar selalu mengingatkan akan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapat bantuan untuk UMKM atau BPUM ini. Beliau banyak diakui memang sangat dekat dengan setiap angkatan wirausaha baru Jabar.

Namun nyatanya tidak semua berhasil mendapatkan dananya. Kebanyakan gagal pada tahap verifikasi data oleh Dinas UMKM dan Koperasi Kabupaten/Kota daerah masing-masing. Padahal soal dana ini sangat sensitif dan dibutuhkan para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM)

Saya jadi ingat ungkapan Khoiril Anwar, pengamat kebijakan publik dari Universitas Pasundan, dalam diskusi  "Apa & Bagaimana Omnibuslaw RUU Cipta Kerja Memberdayakan UMKM" di Bandung, beberapa waktu lalu.

Menurut Khoiril, RUU Cipta lapangan Kerja ini seperti angin segar bagi para pelaku UMKM. Di sana ada poin yang membahas Koperasi dan UMKM. Poin yang paling dinanti-nanti para pelaku UMKM adalah penyederhanaan Izin dan kemudahan akses pembiayaan.

Khoiril Anwar, pengamat kebijakan publik dari Universitas Pasundan. Sumber investor.id
Khoiril Anwar, pengamat kebijakan publik dari Universitas Pasundan. Sumber investor.id

Para pelaku usaha barengan saya, saat ikut pelatihan wirausaha baru Jabar di Bandung tahu sama tahu, gimana sulit dan ribetnya dalam permasalahan perizinan. Ada teman yang mengeluh bahkan hampir putus asa saat mengurus P-IRT. Saat itu pengurusan P-IRT mandiri bisa memakan waktu setahun. Itu pun kalau pelaku usahanya sudah masuk list Pelatihan PKP.

Sementara dalam draft RUU Cipta Lapangan Kerja Pasal 4 ayat lima, ada bahasan pemberdayaan yang meliputi kemudahan perizinan berusaha, kemitraan, insentif dan pembiayaan UMK.

Buat pelaku usaha modal minim seperti kami jelas berita ini akan memudahkan para pelaku usaha untuk mengurus perizinan. Meski tetap sebelum mengurus izin, setiap pelaku usaha harus mengikuti Pelatihan Kesehatan Pangan atau Laik Higienis untuk pengusaha makanan.

Pelatihan itu hanya diadakan 2 sampai 3 kali dalam setahun. Berharap semua urusan itu bisa dipermudah melalui RUU Cipta Kerja. Selain perizinan, akses pembiayaan juga menjadi harapan menjanjikan bagi pelaku usaha.

Besar harapan para pelaku usaha ini dengan kemudahan akses pembiayaan dan pembinaan yang intens, makin tumbuh jadi UMKM yang siap berdaya saing. Tidak kolaps begitu saja meski pandemi ini berlangsung entah sampai kapan. Semoga saja segera berakhir dan semua kegiatan kembali normal seperti biasa sebelum pandemi.

Tahu sendiri gimana kita mulai dari RT/RW lalu Desa hingga Kementrian, proses perizinan UMKM antriannya panjang. Itu membuat para pelaku usaha pemula dan daerah bingung. Sementara perusahaan besar mudah banget ngurus itu karena akses permodalan lebih gampang.

Karena itu para pelaku usaha mikro kecil menengah berharap dengan diterbitkannya RUU Cipta Lapangan kerja bisa semakin mudah membantu para pelaku UMKM untuk maju meskipun dalam keterbatasan modal.

Salah satu pasal menyebutkan bahwa pemerintah akan mendampingi terkait permodalan. Itu pula yang diharapkan bagi para pelaku UMKM selain perizinan. Maka dari itu banyak pelaku usaha mendorong RUU Cipta Lapangan Kerja segera disahkan. Berharap para pelaku UMKM mulai bangkit kembali pasca pandemi.

Yang saya baca di media bulan Agustus lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja sudah mencapai sekitar 70 persen. Termasuk masalah ketenagakerjaan antara tripartit pekerja, pengusaha, dan pemerintah yang dipimpin Menteri Ketenagakerjaan.

Sebagai warga negara yang baik, percaya kepada pemerintah jika pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja dilakukan secara cermat, hati-hati, transparan, dan terbuka. Bukankah yang harus didahulukan adalah kesinambungan kepentingan nasional, baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang?

Memang  akhir-akhir ini di kota besar bahkan di Gedung DPR banyak massa berunjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja. Massa aksi berasal dari beberapa elemen organisasi, seperti Front Perjuangan Rakyat, Front Mahasiswa Nasional, hingga Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI). Yang jelas mereka bukan pelaku usaha yang mendengar dan memperjuangkan jerit kecil kami.

Yang saya baca menurut mereka RUU Cipta Kerja banyak menimbulkan kekecewaan  masyarakat. Pembahasan RUU dianggap tergesa-gesa dan sangat kecil ruang partisipasi bagi yang lainnya.

Meski banyak penolakan, pemerintah dan DPR menetapkan pembahasan berlanjut. Bahkan Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan lembaganya sudah membentuk Badan Pengkajian MPR yang beranggotakan sebanyak 45 orang dari DPR dan DPD. Badan bentukannya ini sedang mengkaji isu-isu aktual yang berkembang di masyarakat, termasuk RUU Cipta Kerja.

Terlepas pro dan kontra, saya yakin kalau pemerintah tidak sementah itu dalam menentukan kebijakan. Apalagi ini rancangan undang-undang. Pastinya sudah dibekali kajian terukur berikut instrumen dan indikator perencanaan ekonomi ke depan yang dihasilkan para tenaga ahli, pakar bahkan staff khusus.

Supaya muatan Omnibus Law semakin terarah, tidak berlarut-larut seperti (mungkin) kebijakan paket ekonomi berjilid-jilid yang saya tidak tahu itu pastinya bagaimana, masyarakat hendaknya mendukung dan kalaupun ada ketidaksesuaian, sampaikan masukan dengan bijak.

Terlebih nih saat pandemi seperti sekarang,  Idealnya bantu pemerintah supaya fokus ke upaya penanganan dan pemulihan baik itu keselamatan jiwa dari wabah, dan ekonomi. Bukan larut dalam agenda masing-masing (bahkan mungkin pribadi) yang bikin buyar konsentrasi dan menguras pikiran dan tenaga. Itu mereka yang berdemo, apa sudah menerapkan protokol kesehatan?

Memang itikad pemerintah pusat dibalik Omnibus Law itu baik. Seperti kita tahu di negara kita ini banyak regulasi yang menyulitkan investasi, berikut terobosan menghindarkan bangsa dari ancaman resesi. Namun perlu diketahui, Omnibus Law bukan tongkat sim salabim yang efeknya langsung terasa. Ada jalan panjang tahap implementasi. Karena itu masyarakat jangan mau enaknya saja. Setidaknya dukung pemerintah dalam mempersiapkan segalanya sehingga itikad baik ini bisa terlaksana dengan maksimal.

Bersama Ibu Uchie saat pelatihan wirausaha baru Jabar 2018 dok. Pribadi
Bersama Ibu Uchie saat pelatihan wirausaha baru Jabar 2018 dok. Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun