Karena itu para pelaku usaha mikro kecil menengah berharap dengan diterbitkannya RUU Cipta Lapangan kerja bisa semakin mudah membantu para pelaku UMKM untuk maju meskipun dalam keterbatasan modal.
Salah satu pasal menyebutkan bahwa pemerintah akan mendampingi terkait permodalan. Itu pula yang diharapkan bagi para pelaku UMKM selain perizinan. Maka dari itu banyak pelaku usaha mendorong RUU Cipta Lapangan Kerja segera disahkan. Berharap para pelaku UMKM mulai bangkit kembali pasca pandemi.
Yang saya baca di media bulan Agustus lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja sudah mencapai sekitar 70 persen. Termasuk masalah ketenagakerjaan antara tripartit pekerja, pengusaha, dan pemerintah yang dipimpin Menteri Ketenagakerjaan.
Sebagai warga negara yang baik, percaya kepada pemerintah jika pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja dilakukan secara cermat, hati-hati, transparan, dan terbuka. Bukankah yang harus didahulukan adalah kesinambungan kepentingan nasional, baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang?
Memang  akhir-akhir ini di kota besar bahkan di Gedung DPR banyak massa berunjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja. Massa aksi berasal dari beberapa elemen organisasi, seperti Front Perjuangan Rakyat, Front Mahasiswa Nasional, hingga Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI). Yang jelas mereka bukan pelaku usaha yang mendengar dan memperjuangkan jerit kecil kami.
Yang saya baca menurut mereka RUU Cipta Kerja banyak menimbulkan kekecewaan  masyarakat. Pembahasan RUU dianggap tergesa-gesa dan sangat kecil ruang partisipasi bagi yang lainnya.
Meski banyak penolakan, pemerintah dan DPR menetapkan pembahasan berlanjut. Bahkan Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan lembaganya sudah membentuk Badan Pengkajian MPR yang beranggotakan sebanyak 45 orang dari DPR dan DPD. Badan bentukannya ini sedang mengkaji isu-isu aktual yang berkembang di masyarakat, termasuk RUU Cipta Kerja.
Terlepas pro dan kontra, saya yakin kalau pemerintah tidak sementah itu dalam menentukan kebijakan. Apalagi ini rancangan undang-undang. Pastinya sudah dibekali kajian terukur berikut instrumen dan indikator perencanaan ekonomi ke depan yang dihasilkan para tenaga ahli, pakar bahkan staff khusus.
Supaya muatan Omnibus Law semakin terarah, tidak berlarut-larut seperti (mungkin) kebijakan paket ekonomi berjilid-jilid yang saya tidak tahu itu pastinya bagaimana, masyarakat hendaknya mendukung dan kalaupun ada ketidaksesuaian, sampaikan masukan dengan bijak.
Terlebih nih saat pandemi seperti sekarang, Â Idealnya bantu pemerintah supaya fokus ke upaya penanganan dan pemulihan baik itu keselamatan jiwa dari wabah, dan ekonomi. Bukan larut dalam agenda masing-masing (bahkan mungkin pribadi) yang bikin buyar konsentrasi dan menguras pikiran dan tenaga. Itu mereka yang berdemo, apa sudah menerapkan protokol kesehatan?
Memang itikad pemerintah pusat dibalik Omnibus Law itu baik. Seperti kita tahu di negara kita ini banyak regulasi yang menyulitkan investasi, berikut terobosan menghindarkan bangsa dari ancaman resesi. Namun perlu diketahui, Omnibus Law bukan tongkat sim salabim yang efeknya langsung terasa. Ada jalan panjang tahap implementasi. Karena itu masyarakat jangan mau enaknya saja. Setidaknya dukung pemerintah dalam mempersiapkan segalanya sehingga itikad baik ini bisa terlaksana dengan maksimal.