Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menikah Mudah (Meski Tidak) Indah?

12 September 2019   23:45 Diperbarui: 12 September 2019   23:59 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sementara dari pihak calon suami, kondisinya memang tidak memungkinkan. Jika dipaksakan sih yakin bisa, mampu. Toh keluarganya tidak miskin-miskin amat meski ayahnya telah tiada. Tapi calon suami tidak ingin seperti itu. 

Sebagai anak bungsu, ia tidak ingin membebani kakak-kakaknya. Apalagi ibunya yang sedang sakit stroke dan jantung memerlukan biaya rutin untuk berobat. Calon suami memilih menikah apa adanya, asal sah dengan wali adik kandung saya karena bapak sudah tiada sejak saya masih SMP.

Kesederhanaan serta pandangannya yang memilih hemat, justru itu  membuat saya semakin yakin untuk berumah tangga dengannya.

Jadinya? Kami menikah di kantor KUA disaksikan keluarga dekat saja. Tanpa ada sebar undangan apalagi resepsi. Sedih? Alhamdulillah tidak. Meski secara jujur tentu saja ingin menikah itu ada momen sakral dan spesialnya. 

Meski tetangga banyak yang bergunjing nikah kok tidak ramai, bahkan ada yang nyeletuk nikah diam-diam, jangan-jangan sudah hamil duluan, kami hadapi dengan senyuman saja.

Anjing menggonggong kafilah berlalu. Saya dan suami merasa bersyukur telah sah jadi sepasang suami istri tanpa meninggalkan hutang sepeserpun.

Memang beberapa teman mengaku kecewa tidak tahu kabar pernikahan saya. Tapi saya kira itu hanya basa-basi. Saya yakin kalaupun dikasih tahu mereka tidak akan hadir di acara pernikahan kami.

Lokasi yang jauh, akses transportasi yang sulit, kalaupun menggunakan kendaraan pribadi tapi jalannya bikin mabuk dan penuh horornya, membuat siapapun akan mencari seribu alasan supaya terbebas dari beban memenuhi undangan. 

Jadi dengan tidak saya undang ke pernikahan bukankah justru saya meringankan urusan mereka?

Hari Kamis pagi menikah, selepas duhur saya dibawa suami ke rumah ibunya. Masih kami berdua karena mama mertua yang sakit berada di rumah kakak tertua suami.

Berdua kami bercerita tentang segala. Mulai rencana ke depan, pekerjaan, hobi, dan segala macam. Bebas rasanya ketika tiba-tiba suami ngajak jalan ke gunung. Pengantin baru mau mendaki?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun