Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menikah Mudah (Meski Tidak) Indah?

12 September 2019   23:45 Diperbarui: 12 September 2019   23:59 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pulang dan menikah atau diam saja dan menyandang predikat perawan tua? Begitu ultimatum si mamah awal tahun 2011, tepat 12 tahun saya bekerja merantau jadi TKW (tenaga kerja wanita) di luar negeri.


Galau? Iya juga. Bukan masalah titel perawan tuanya itu, tapi lebih ke menjaga perasaan si mamah, orang tua yang tinggal sebelah lagi. Saya bisa merasakan bagaimana perasaan seorang ibu, yang dinyinyiri tetangga kok mau-maunya punya anak perawan tua.

Saya sendiri bisa cuek saja. Mau orang ngomong apa terserah. Toh usia saya memang sudah 33, dimana teman sepantaran itu, di kampung saya sudah pada punya anak bujang dan perawan, sudah punya cucu bahkan ada yang sudah menjanda (lagi). 

Bagi saya emang apa urusannya? Yang penting kan saya tidak merugikan siapapun. Tapi tidak bagi si mamah. Baginya mending hidup sederhana asal hati tentram. Daripada dikirim uang per bulan tapi tidak nyaman karena telinga panas keseringan mendengar cibiran.

Setahun dalam kebimbangan alhamdulillah akhirnya Tuhan beri kami jalan. Doa si mamah, doa keluarga dan teman yang mengetahui permasalahan saya didengar Nya. Hati saya diluluhkan oleh seorang teman yang tiada lain ternyata kakak kelas saat sekolah. 

Saya merasa nyaman meski saat itu interaksi kami hanya lewat udara. Awal tahun 2012 saya pulang ke Indonesia tidak meneruskan kontrak kerja dan mantap memilih bersedia menikah bersama belahan jiwa.

Tapi pernikahan yang akan dilangsungkan, secara keseluruhan jauh dari ekspektasi keluarga dan teman-teman. Bayangan kami pernikahan akan digelar secara meriah dan spesial mengingat saya ini anak perempuan pertama, sementara calon suami anak laki-laki paling kecil alias bungsu. 

Belum lagi di mata mereka jeri payah saya kerja belasan tahun di negara orang itu buat apa kalau tidak buat bikin pesta pernikahan yang meriah.

Tapi sayang sekali, semua perkiraan mereka itu salah. Bukan kami tidak mampu, tapi kami punya alasan tersendiri. Saya sendiri memilih nikah di KUA dengan tidak ada pesta resepsi dan sejenisnya karena saya merasa malu. Siapalah saya? 

Belasan tahun merantau sudah banyak yang melupakan saya. Mereka tidak tahu dan kalaupun diundang, bukannya datang dengan ketulusan yang ada malah makin meruncingkan cibiran: "Oh, ini perawan tua yang selama ini jadi bahan omongan orang di kampung itu..."

Sementara dari pihak calon suami, kondisinya memang tidak memungkinkan. Jika dipaksakan sih yakin bisa, mampu. Toh keluarganya tidak miskin-miskin amat meski ayahnya telah tiada. Tapi calon suami tidak ingin seperti itu. 

Sebagai anak bungsu, ia tidak ingin membebani kakak-kakaknya. Apalagi ibunya yang sedang sakit stroke dan jantung memerlukan biaya rutin untuk berobat. Calon suami memilih menikah apa adanya, asal sah dengan wali adik kandung saya karena bapak sudah tiada sejak saya masih SMP.

Kesederhanaan serta pandangannya yang memilih hemat, justru itu  membuat saya semakin yakin untuk berumah tangga dengannya.

Jadinya? Kami menikah di kantor KUA disaksikan keluarga dekat saja. Tanpa ada sebar undangan apalagi resepsi. Sedih? Alhamdulillah tidak. Meski secara jujur tentu saja ingin menikah itu ada momen sakral dan spesialnya. 

Meski tetangga banyak yang bergunjing nikah kok tidak ramai, bahkan ada yang nyeletuk nikah diam-diam, jangan-jangan sudah hamil duluan, kami hadapi dengan senyuman saja.

Anjing menggonggong kafilah berlalu. Saya dan suami merasa bersyukur telah sah jadi sepasang suami istri tanpa meninggalkan hutang sepeserpun.

Memang beberapa teman mengaku kecewa tidak tahu kabar pernikahan saya. Tapi saya kira itu hanya basa-basi. Saya yakin kalaupun dikasih tahu mereka tidak akan hadir di acara pernikahan kami.

Lokasi yang jauh, akses transportasi yang sulit, kalaupun menggunakan kendaraan pribadi tapi jalannya bikin mabuk dan penuh horornya, membuat siapapun akan mencari seribu alasan supaya terbebas dari beban memenuhi undangan. 

Jadi dengan tidak saya undang ke pernikahan bukankah justru saya meringankan urusan mereka?

Hari Kamis pagi menikah, selepas duhur saya dibawa suami ke rumah ibunya. Masih kami berdua karena mama mertua yang sakit berada di rumah kakak tertua suami.

Berdua kami bercerita tentang segala. Mulai rencana ke depan, pekerjaan, hobi, dan segala macam. Bebas rasanya ketika tiba-tiba suami ngajak jalan ke gunung. Pengantin baru mau mendaki?

Dok pribadi
Dok pribadi

Tapi saya pikir kenapa tidak? Dengan mendaki gunung, saya akan mengetahui banyak sifat dan karakter suami yang sejujurnya tidak (belum) banyak saya ketahui. 

Ya meski sudah mengenal beberapa bulan tapi untuk bertemu langsung kan kami hanya empat kali itupun bareng keluarga. Banyaknya kami saling diam. Jadi deal, anggap saja mau bulan madu, keesokan harinya Jumat pagi kami berangkat naik Gunung Gede, melalui jalur Gunung Putri.

Pernah dengar saat pacaran disayang-sayang, setelah menikah dan punya anak malah ditelantarkan? Mungkin mendaki gunung bisa jadi miniatur uji coba kehidupan untuk membuktikan apakah benar dia yang kita sayang menyayangi dalam arti sebenarnya? Dan saya jadikan itu sebagai ajang pembuktian.

Alhamdulillah, meski selama berumah tangga pasti ada cekcok, salah paham dan kadang timbul rasa ingin menang sendiri, tapi selama 7 tahun lebih saya diperistri olehnya, ketenangan hati yang tidak bisa dibeli oleh apapun ini sangat terasa begitu nyata. 

Entah kenapa meski hidup pas-pasan, bahkan bisa dibilang kekurangan jika mengandalkan uang honorer suami yang hanya sebesar Rp seratus ribu per bulan (3 tahun pertama) tapi Tuhan selalu saja memberi kami jalan untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup. 

Mungkin itu yang dinamakan keberkahan. Kami selalu merasa cukup meski jika dibandingkan dengan harga dan kebutuhan, secara logika tentu saja sangat tidak mencukupi.

Tujuh tahun berumah tangga, dikaruniai seorang putra saya merasa masih saja jadi pacar sang suami. Menjadi pacarnya dalam arti saya tetap diperlakukan seperti seorang gadis yang sedang ditaksir. Diperhatikan, diperjuangkan, bahkan dipujanya. Alhamdulillah.

Boleh tanya teman seperjalanan saat kami mendaki gunung, meski saya team pendaki kura-kura, alias merayap dengan lambatnya, dan suami termasuk team Gundala alias mampu berjalan cepat, namun sebentar pun ia tidak pernah jauh dari saya. 

Jangankan meninggalkan, mendahului saja kalau kepepet, suami selalu lebih dahulu meminta izin kepada saya. Nikmat mana lagi yang kan kau dustakan?

Dok pribadi
Dok pribadi

Boleh jadi saya dianggap sengsara karena tinggal di kampung dengan segala keterbatasannya, namun dengan hati yang tenang dan jiwa yang terasa damai, saya sudah merasa lebih dari cukup. 

Apalagi ditambah dengan perlakuan suami yang selalu menjadikan saya sebagai pacarnya, bukan sekadar teman di kasur, teman di dapur atau teman di sumur.

Pernikahan tidak selalu indah. Itu betul. Tetapi menurut saya menikah itu mudah. Memang semua kembali kepada diri masing-masing. Tapi saya alami, dengan komunikasi, dengan kesetiaan dan saling percaya, insyaallah pernikahan yang didambakan akan berjalan indah dan menjadi sarana ibadah yang pada setiap detiknya akan mengalir pahala yang berlipat-lipat.

Menikah meriah tidak lagi jadi sebuah beban, apalagi di jaman serba canggih dan teknologi seperti sekarang ini. Segala urusan tinggal serahkan kepada ahlinya, maka kita tinggal menerima hasilnya. See, menikah itu mudah, bukan?

Salah satu cara menikah supaya terasa mudah, ialah dengan dibantu oleh even organizer yang terpercaya dan berpengalaman. Untuk mendapatkan itu, sok kunjungi Bekasi Wedding Exhibition. Di sana semua informasi terkait pernikahan bisa didapat secara lengkap. 

Seperti gedung untuk resepsi pernikahan, Grand Galaxy Convention Hall (GGCH) Bekasi, yang rutin mengadakan pameran pernikahan Bekasi Wedding Exhibition itu bisa jadi pilihan.

GGCH Bekasi dok Bekasi Wedding Exhibition 
GGCH Bekasi dok Bekasi Wedding Exhibition 

GGCH Bekasi dok Bekasi Wedding Exhibition
GGCH Bekasi dok Bekasi Wedding Exhibition

Grand Galaxy Convention Hall yang muat untuk 2500 orang bisa dibilang Convention Hall Termewah dan Terbesar di Bekasi. Dengan desain arsitektur unik, suasana elegan, megah serta interior yang memaksimalkan sistem tata suara merupakan satu-satunya Convention Hall yang dapat dibagi jadi 3 mini hall.

GGCH Bekasi dok Bekasi Wedding Exhibition
GGCH Bekasi dok Bekasi Wedding Exhibition

GGCH Bekasi dok Bekasi Wedding Exhibition
GGCH Bekasi dok Bekasi Wedding Exhibition

Dapatkan penawaran menarik dari Grand Galaxy Convention Hall (GGCH) Bekasi, seperti:

  • Ballroom mewah tapi harga terjangkau.
  • Fasilitas  setara hotel bintang 5 tapi harga dan paket dapat menyesuaikan dengan budget.
  • Kapasitas besar.
  • Lokasi strategis. Dapat diakses dari tol terdekat becak kayu, atau tol dalam kota.
  • Kita bisa memilih budget sesuai kebutuhan.
  • Praktis. All in one. Semua kebutuhan dasar acara dari awal persiapan hingga terlaksananya acara  diakomodir oleh JEE.
  • Kalau kita menggunakan GGCH, akan dibantu oleh tim JEE di GGCH dari awal hingga akhir.

Tidak sulit mencari lokasi Grand Galaxy Convention Hall yang beralamat di Grand Galaxy Boulevard no.1 Bekasi. Semua sudah tahu kalau Grand Galaxy Convention Hall adalah gedung pernikahan di Bekasi yang pas untuk tempat resepsi pernikahan, peluncuran produk, pameran, konferensi, konvensi, wisuda atau pertemuan lainnya.

Bekasi Wedding Exhibition pun memang akan diselenggarakan di Grand Galaxy Convention Hall Bekasi, yang berada di bawah naungan Jakarta Event Enterprise (JEE) Ballroom Group & Exhibitor pada 13-15 September 2019. Tahun ini Wedding Exhibition itu sudah menginjak tahun ke tujuh dan acara akan dibuka oleh Sandiaga Salahuddin Uno.

Info menarik seputar Bekasi Wedding Exhibition yang ke 7 diantaranya :

  1. Tema industrial wedding cocok untuk generasi millenial
  2. Ada banyak voucher, cash back, hadiah emas serta potongan harga vendor untuk setiap transaksi 7th Bekasi Wedding Exhibition
  3. Grand prize 100 gram logam mulia
  4. Free konsultasi

Sekali lagi selain memiliki event rutin Bekasi Wedding Exhibition, Grand Galaxy Convention Hall juga menawarkan paket all in one untuk para (calon) pengantin.

Kesempatan tidak boleh disia-siakan, semoga bisa hadir ke GGCH Bekasi dalam acara Bekasi Wedding Exhibition 13-15 September besok, dan dimudahkan dalam mempersiapkan pernikahannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun