Di lubuk hati kita yang terdalam mungkin masih merasakan ingin bertumbuh sesuai dengan idealisme. Ingin bekerja di bidang yang kita sukai, hidup dengan prinsip yang kita yakini, dan membuat keputusan berdasarkan hati nurani.
Kenyataan pahitnya, hidup tak selalu semulus itu. Ketika perjanjian honor datang tak sesuai dengan usaha, pengeluaran makin besar, dan mulai pemasukan stagnan, kita terasa mulai goyah.
Bukan hanya soal kabar dompet, tapi juga tentang jati siapa diri kita sebenarnya.
Badai finansial membuat banyak hal bergeser. Termasuk mindset kita. Nilai-nilai yang dulu kita jaga bisa tiba-tiba terasa seperti beban di pikiran.
Diam-diam layaknya seperti muncul pertanyaan di dalam hati, "Kalau aku harus mengorbankan bagian dari diriku demi bertahan, apakah aku masih jadi diriku yang sebenarnya?"
Ketika Realita Menantang Jati Diri
Tak sedikit dari kita yang akhirnya memilih jalan yang tak kita duga sebelumnya.
Seseorang yang dulu ingin menjadi penulis yang dikenal dengan cemerlangnya ide-ide, sekarang harus menggandeng AI untuk menjadi partner ide untuk kebutuhan bisnis.
Seseorang yang dulu bercita-cita menjadi seniman, kini bekerja di bagian admin demi stabilitas.
Seorang yang punya idealisme untuk mengabdi di dunia pendidikan, akhirnya banting setir ke pekerjaan korporat agar bisa memenuhi kebutuhan keluarga.
Di media sosial, kita melihat orang lain sukses dengan caranya, sedangkan kita sendiri mungkin bertanya-tanya, “Apakah aku sudah menyerah pada diriku sendiri?”
Penting untuk menyadari bahwa realita hidup seringkali menuntut kita beradaptasi. Menjadi dewasa berarti membuat pilihan-pilihan sulit, termasuk ketika pilihan itu terasa menjauhkan kita dari mimpi atau jati diri.
Tapi bukan berarti itu menjadi kegagalan. Itu adalah bagian dari bertahan hidup.
Banyak orang yang mengira jadi diri sendiri berarti harus selalu mengikuti hati, idealisme, dan passion tanpa kompromi.
Padahal, di dunia nyata, menjadi diri sendiri juga bisa berarti mampu membuat keputusan sulit sambil tetap menjaga nilai-nilai dasar kita.
Memang terkadang, jadi diri sendiri bukan soal pekerjaan apa yang kita lakukan, tapi bagaimana kita melakukannya dengan integritas, tanggung jawab, dan kesadaran.
Menemukan Ruang untuk Tetap Otentik
Di tengah segala keterbatasan, kita masih bisa mencari ruang untuk tetap otentik.
Meski tidak bisa sepenuhnya mengikuti passion, kita bisa menyisihkan waktu untuk hal-hal yang kita cintai, sekecil apapun.
Misalnya, menulis blog di malam hari meski siangnya kerja kantoran. Menggambar sepuluh menit sebelum tidur.
Atau hanya mendengarkan musik favorit dan membiarkan diri kembali terhubung dengan apa yang membuat kita hidup.
Menjadi diri sendiri tidak selalu harus ekstrem. Kadang, bentuk terkecil dari keteguhan bisa sangat berarti.
Seperti tetap memilih jujur meski tekanan untuk memanipulasi data besar atau tetap menghormati waktu kerja meski pekerjaan tidak ideal. Di situ, kita sedang menjaga versi diri kita yang terbaik.
Yang perlu disadari ialah tak ada yang salah dengan beradaptasi. Tidak ada yang gagal hanya karena harus mengutamakan kebutuhan dasar.
Justru keberanian untuk tetap berjuang sambil menjaga bagian dari diri kita itulah bentuk keaslian yang paling murni.
Mungkin Perjalanan Itu Tidaklah Sempurna, Tapi Masih Ada Secercah Harapan
Tetap menjadi diri sendiri di tengah krisis finansial memanglah tidak mudah. Tapi bukan berarti mustahil.
Mungkin kita tak bisa sepenuhnya memilih pekerjaan ideal atau hidup sepenuhnya sesuai prinsip.
Namun selama kita masih menyisakan ruang untuk jujur pada diri sendiri, untuk mendengar suara hati, dan untuk terus bergerak walau pelan itu pun sudah cukup.
Menjadi diri sendiri bukan berarti harus menang dalam semua hal. Tapi tentang bertahan dengan cara yang tidak menghilangkan kita sebagai manusia.
Sekencang badai apapun, selama kita tahu siapa diri kita, kita akan tetap punya arah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI