Bahkan pekerja lepas yang dulu harus mengerjakan semuanya sendiri, kini terbantu oleh AI dalam riset dan pengelolaan proyek.
AI bukan hanya soal otomatisasi, tapi juga tentang augmentasi. Membantu manusia menjadi lebih baik dari sebelumnya.Â
Dengan catatan, manusia tetap memegang kendali, membuat keputusan akhir, dan menyuntikkan elemen emosional serta etika yang belum bisa ditiru oleh mesin.
Bisakah AI Menyulap Satu Juta Pengangguran Menjadi Produktif?
Indonesia memiliki lebih dari satu juta anak muda yang belum terserap ke dunia kerja. Di sinilah potensi AI bisa diuji, bukan hanya sebagai alat individu, tapi sebagai katalis perubahan sosial.Â
Dengan akses pelatihan yang tepat, AI bisa menjadi "pembuka jalan" bagi mereka yang sulit masuk ke pasar kerja konvensional.
Anak muda bisa belajar menulis dengan bantuan AI, membuat konten digital, membuka jasa desain, atau bahkan memulai bisnis kecil-kecilan secara daring.
Platform berbasis AI juga sudah mulai digunakan untuk pelatihan kerja otomatis, bimbingan karier, dan asesmen keterampilan.
Namun, semua itu tidak terjadi secara ajaib. Dibutuhkan dukungan ekosistem, seperti pemerintah, sektor swasta, dan komunitas untuk menyediakan akses, pendampingan, serta literasi digital.
Tanpa itu, AI hanya akan memperluas kesenjangan antara yang melek teknologi dan yang tertinggal.
Pasti AI membuka kemungkinan baru, bahkan bagi mereka yang tak punya gelar tinggi atau pengalaman kerja. Dengan kemauan belajar, satu laptop, dan koneksi internet, produktivitas bisa dibangun dari mana saja.