Seperti yang kita ketahui, media sosial mempermudah kita untuk berinteraksi dengan orang yang sudah dikenal maupun orang asing. Media sosial juga mudah dipakai oleh kalangan generasi internet di zaman sekarang.
Apakah kamu punya banyak akun media sosial? Cocok banget nih bagi orang-orang yang demen punya akun lebih dari satu, seperti Facebook, Instagram, dan Twitter. Kayak zaman-zaman sekarang, punya banyak akun di mana-mana.
Tapi, sebenarnya apa sih yang membuat orang-orang pengen banget punya banyak akun medsos?
1. Buat Gaya-gayaan
Secara general, orang memiliki media sosial dengan tujuan supaya bisa mendapatkan pengetahuan secara tak terbatas. Apalagi dengan kemudahan medsos, semua orang bisa mengakses informasi dengan gratis. Namun terbayang nggak sih? Ada orang yang rela punya banyak akun demi mengejar bidang yang disukai?
Gaya-gayaan ini juga terlihat pada anak-anak muda yang baru pertama kali mencoba media sosial. Biasanya mereka pertama kalinya bakalan pamer ke teman-temannya karena sudah punya akun media sosial.
Sayangnya, tetap saja ada yang lupa sama password sendiri. Coba, diingat-ingat lagi terakhir bikinnya bagaimana.
2. Belajar Buat Paham Sama Kebutuhan Konten Pribadi
Saya pernah bertemu dengan seseorang yang kebetulan suka bermain medsos plus punya banyak akun.
Sore hari, saya iseng bertanya kepada dia. Sedangkan latar belakang ia adalah anak sekolah. Seharusnya kalau sesuai dengan aturan sih, yang punya harus cukup umur dulu.
Setelah saya tanya kenapa alasannya punya banyak akun, beginilah jawaban dia.
“Untuk bersenang-senang.”
Se-simple itu jawabannya. Hanya untuk hiburan.
Yup, pada akhirnya manusia mudah menemukan hiburan hanya melalui media sosial. Suka scrolling di sesi-sesi tertentu sambil menenangkan pikiran dari beban tugas.
Semenjak itulah, orang juga berani untuk mengeksplor jati dirinya melalui akun medsos. Caranya begitu unik sih, tapi sebenarnya apakah satu medsos saja tidak mampu untuk mencerminkan dia secara menyeluruh?
3. Paham Betul dengan Posisi Ruang Privasi
Dalam kehidupan nyata, kita masih bisa memilih teman karib untuk diajak bercerita. Sebaliknya dalam menggunakan medium digital, kita kerap kali harus berhati-hati terhadap heterogenitas masyarakat.
Masalahnya, kita sebagai pengguna media sosial seringkali rancu ketika ingin menyertakan standar etika mana yang baik untuk diumbar ke publik dan manakah yang tidak pantas. Jika kejadian ini tidak diperhatikan, bisa saja menimbulkan ketidakpahaman terhadap masyarakat yang tidak kita kenal.
Misalnya, anda ingin beropini bahwa ketegasan orang tua, seperti membentak dan memukul dapat membawa anak semakin cerdas. Lalu ada orang lain melihat opini anda tidak berdasar kepada fakta yang dia alami. Dari situlah timbul kesalahpahaman dan memicu perdebatan antarpihak.
4. Stalking si “Dia”
Nah, ini dia tipe pengguna medsos untuk stalking orang. Siapa ayo yang punya second account untuk stalking dia? Punya masalah apa kemarin sampai-sampai masih keingat terus sama dia?
Biasanya akun privasi cenderung berbeda dengan akun publik.
Terlihat jelas kalau akun privat cenderung menggunakan nama samaran, biasan foto, maupun deskripsi akun yang terkesan privat.
5. Mengejar Hobi, Prestasi, atau Bisnis Usaha
Untuk tipe alasan yang satu ini, biasanya orang cenderung berambisi ketika ingin mengejar keterampilan di akun lain.
Misalnya, ada suatu kegiatan relawan yang mengharuskan peserta untuk mengunggah foto twibbon. Sebab konsepnya ada foto pribadi, nama, daerah, dsb, pengguna bisa memutuskan untuk membuat akun lain demi galeri kerelawanannya. Terkadang rasa ketidakpercayaan diri dapat menghantui mereka untuk tidak mem-branding diri sendiri.
Atau ada juga suatu organisasi yang ingin menyelenggarakan paid promote, di situlah jiwa-jiwa ambis siap untuk membantu dana usaha organisasi agar bisa terwujud. Dengan alasan punya banyak akun, orang juga dapat dipakai untuk tidak spam di kanal media pengikutnya.
Sebanyak-banyaknya akun media sosial yang kita miliki, tentunya balik lagi kepada pengguna. Kita perlu memerhatikan kembali data-data pribadi yang masuk ke dalam identitas media sosial.
Selain itu, kepercayaan sangat dibutuhkan dalam peranan kita sebagai pengguna media sosial. Jangan sampai ketika kita percaya status pesan tersebut sudah disebar ke media sosial, justru orang-orang menanggapi pesanmu dengan kondisi yang berbeda.
Salam,
Tesalonika.