Mohon tunggu...
tercerahkan literat
tercerahkan literat Mohon Tunggu... Broadcast

NEWS

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pasal 2 KUHP Baru: Menjadi Hakim Atas 1001 Hukum Adat, Antara Kearifan Lokal Dan Ketidak Pastian Hukum

7 September 2025   20:24 Diperbarui: 7 September 2025   20:27 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Penulis/Zulfikri Hasan/Mahasiswa Fakultas Hukum UMMU. 

Penulis : Zulfikri Hasan, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Maluku Utara. 

KOMPASIANA-Delapan puluh tahun pasca kemerdekaan, Indonesia terus berupaya melepaskan diri dari warisan kolonial, termasuk dalam bidang hukum pidana. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama yang berasal dari masa Hindia Belanda masih digunakan hingga kini. Namun, KUHP baru telah disahkan pada tahun 2023 melalui UU No. 1 Tahun 2023 dan akan mulai berlaku pada 2 Januari 2026.

Tantangan dalam KUHP Baru

Pasal 2 ayat (1) KUHP baru secara eksplisit mengakui keberadaan hukum yang hidup dalam masyarakat, termasuk hukum adat, sebagai dasar pemidanaan meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam KUHP nasional. Ayat (2) menegaskan bahwa hukum adat tersebut harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, hak asasi manusia, dan asas-asas hukum umum yang diakui secara internasional. Artinya, hukum adat kini memiliki dasar pemidanaan yang resmi. Yang dapat di pakai untuk memidanakan para pelaku yang melakukan pelanggaran adat istiadat, yang bisa di tuntut secara hukum di pengadilan. Sekilas ini menjadi langkah progresif dalam mengakui realitas sosial masyarakat Indonesia.

Namun, Pasal 1 KUHP baru menegaskan adanya asas legalitas (nullum crimen sine lege), yang menyatakan bahwa tidak ada perbuatan yang dapat dipidana tanpa adanya aturan pidana tertulis yang jelas dan telah ada sebelum perbuatan dilakukan. Hal ini menimbulkan kontradiksi antara pengakuan terhadap hukum adat yang bersifat tidak tertulis dan asas kepastian hukum yang menjadi fondasi hukum pidana modern. Pemberlakuan terhadap pasal 2 berpotensi menjadi pisau bermata dua yang bukan hanya saja mengakui eksistensi masyarakat adat. Namun, juga memicu kemunduran terhadap kepastian hukum.

Dilema Praktis dan Konsekuensi Sosial

Indonesia memiliki keragaman adat yang sangat kaya dan beragam, di Maluku utara seperti tradisi "Cokaiba" di Halmahera Tengah dan "pukul adat" di Pulau Makian. Tradisi-tradisi ini merupakan warisan budaya yang dijaga turun-temurun, namun dalam konteks hukum pidana dapat menimbulkan konflik dan tindak pidana. Karena berpotensi melanggar pasal 170 KUHP sekarang yang mengatur "kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama dimuka umum mengakibatkan cedera atau kerusakan barang dipidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan" ataupun dalam KUHP baru juga di atur dalam pasal 448. Pertanyaan yang muncul setelahnya adalah apakah pelaku tradisi tersebut akan dikenai sanksi pidana ketika KUHP baru mulai berlaku.?

Ketidakjelasan ini, berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum dan risiko penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum dan hakim, yang harus menyeimbangkan antara hukum tertulis dan hukum adat yang tidak terdokumentasi secara formal dan sangat beragam. Oleh karena tidak ada aturan yang secara eksplisit mengatur tentang adat-istiadat yang di maksudkan oleh pasal 2 KUHP baru ini.

Landasan Konstitusional dan Peran Hakim

Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 mengakui dan menghormati keberadaan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, selama masih hidup dan sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 juga menegaskan hak setiap orang atas kepastian hukum dan perlakuan yang adil, yang harus menjadi perhatian utama dalam penerapan hukum adat agar tidak menimbulkan ketidakadilan. Pasal 2 KUHP baru memang mempunyai landasan konstitusional. Namun, faktanya istiadat yang ada di indonesia sangatlah banyak, hal ini berpotensi menimbulkan konflik yang lebih besar nantinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun