Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tinggal Apa yang Terasa, Bukan yang Terlihat

28 Mei 2021   22:39 Diperbarui: 28 Mei 2021   23:06 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tinggal Apa yang Terasa, Bukan yang Terlihat (Dokpri)

"But all the things that you've seen, will slowly fade away" -- Noel Gallagher

Kutipan di atas adalah sebuah lirik dalam lagu berjudul "Don't Look Back in Anger" yang ditulis oleh seorang pria bernama lengkap Noel Thomas David Gallagher. Ia seorang penulis lagu, yang juga adalah pemain gitar utama, dan co-lead vokalis dari grup band Inggris yang membawakan lagu ini, bernama Oasis.

Bila dimaknai lirik lagu yang ditulis itu menyatakan bahwa suatu saat apa yang terlihat akan menghilang secara perlahan. Ia mungkin akan luntur dan memudar. Apa yang tertinggal kemudin hanyalah apa yang terasa, bukan lagi yang terlihat.

Perasaan sepi ditinggalkan itu kemudian sering kali akan menjadi pintu masuk bagi kita untuk bisa menjelajah lebih jauh kedalam alam jiwa tanpa wujud. Dalam penjelajahan itu, kita mungkin akan berkenalan dengan situasi baru, berkenalan dengan kesadaran atau ketaksadaran. Atau bisa juga berkenalan dengan kewarasan, atau bahkan kegilaan.


Berkenalan dengan Perasaan Carl Gustav Jung

Adalah pengalaman dari Carl Gustav Jung, saat dirinya menjadi seorang psikiater jaga di rumah sakit Burgholzi, Zurich pada rentang tahun 1900-1909. Saat merawat sekaligus mengamati para pasien rumah sakit jiwa, khususnya penderita schizofrenia.

Kenyataan yang dia lihat mengajarkannya bahwa kegilaan itu tidak mungkin terlahir dari suatu pengalaman sadar, tapi dihasilkan oleh suatu benak tak sadar yang otonom. Dominasi total benak tak sadar ini berakibat pada kegilaan. Sedangkan dominasi sebagian masih memungkinkan adanya peluang pertumbuhan psikologis.

Kata Jung, kematangan psikologis berakar pada gagasan untuk mengintegrasikan benak sadar dan benak tak sadar. Materi alam tak sadar yang personal ia beri nama "sang bayangan".

Eksplorasi terhadap alam tak sadar personal dan kualitas bayangannya memberi akses terhadap alam tak sadar kolektif. Materi alam tak sadar kolektif bersifat non spesifik, merupakan pola atau bentuk yang mendapatkan kepribadian tertentu saat bermanifestasi di alam sadar pada konteks masyarakat tertentu.

Manifestasi alam tak sadar kolektif di alam sadar masyarakat dalam bentuk kepribadian tertentu itu disebut oleh Jung sebagai arketipa.

Penjelasan atas "sang bayangan", alam tak sadar personal, alam tak sadar kolektif, dan arketipa ini bisa digunakan untuk memahami bagaimana sebuah hal atau nilai yang diyakini bersama bisa terasa dan tampak sebagai sebuah kegilaan. Termasuk yang bisa dipakai sebagai contoh yang paling umum, aktual, dan dekat dengan keseharian homo sapiens dalam hal ini adalah mabuk agama.

Bagi Jung, agama dipahami sebagai suatu pengalaman atau sikap, yang merupakan wadah perjumpaan manusia fana (profan) dengan numinosum. Itu adalah istilah yang diambilnya dari Rudolf Otto. Istilah ini oleh Jung dipahami sebagai ketaksadaran kolektif yang oleh nenek moyang manusia disebut Tuhan.

Agama seringkali disalahartikan dan disalahgunakan hingga merenggut dan mengendalikan manusia sebagai subjek. Pada kenyataannya, manusia justru seringkali menjadi korban agama ketimbang sebagai penciptanya.

Dalam perjumpaan manusia profan dengan numinosum ini, dogma atau creed atau kaidah memberikan suatu alternatif simbolis terhadap pengalaman empiris dan berfungsi sebagai penyangga antara benak sadar dengan kuasa yang sangat kuat dari alam tak sadar. Oleh manusia, meskipun Tuhan dialami dan disadari sebagai sesuatu yang lain, sesungguhnya adalah juga bagian dari diri setiap insan manusia.

Materi alam tak sadar atau sang bayangan dalam diri manusia dapat menjadi contoh yang baik untuk menjelaskan dan membantu kita menyadari bahwa betapa demikian mudahnya kita mencap orang lain sebagai yang memiliki sifat-sifat buruk, dan menyangkal sifat-sifat buruk di dalam diri kita sendiri. 

Proses penyadaran terhadap hal tersebut adalah bentuk proyeksi. Bentuk-bentuk proyeksi memberikan penyadaran akan perjumpaan manusia fana dengan bayangan dirinya sendiri. Itu adalah salah satu tahap awal perjalanan religius, yang bila berhasil akan mewujudkan keutuhan psikologis atau kewarasan, tapi bila gagal akan menghasilkan disharmoni atau kegilaan. 

Penjelajahan akan alam tak sadar kolektif ini menginisiasikan perjumpaan-perjumpaan dengan keseluruhan arketipa, yang menghasilkan manifestasi ketaksadaran kolektif. Hasil perjumpaan bisa sangat dominan sehingga bisa bersifat sangat berbahaya atau ekstrem. Oleh Jung disebut sebagai suatu "misi seorang pahlawan."

Dalam konteks ini, simbol-simbol religius yang asimetris tidak dipahami secara utuh. Akibatnya, agama yang seharusnya berfungsi memberikan petunjuk-petunjuk, terkadang dapat ditangkap sebagai petunjuk yang keliru. Dalam aspek psikologis dapat dikatakan keliru pada perjalanan mencapai keutuhan psikologis alias menjadi gila.

Carl Gustav Jung meyakini bahwa perkembangan alam sadar mensyaratkan ditariknya semua bentuk proyeksi yang dapat kita jamah. Segala sesuatu yang bersifat ilahi atau iblis di luar diri kita haruslah dikembalikan kedalam jiwa.

Dalam bahasa Jung, "Kita dapat masuk dalam cengkeraman segala hal yang memiliki karakter ketuhanan atau setan di luar kita yang harus dikembalikan kepada psike (jiwa)."

Penjelasan itu memberikan kesimpulan bahwa religiusitas dengan demikian secara esensi adalah bersifat batiniah. Kehidupan keagamaan adalah internal, itu dialami secara pribadi, hingga menghasilkan sesuatu yang terasa, tidak melulu pada apa yang terlihat. Karena apa yang terlihat sering kali tidak seiring jalan dengan apa yang terasa.

Selamat mengolah rasa dalam kata menjadi karya. Salam waras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun