Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Mudik, Fakta tentang Urbanisasi dan Tantangan Visi Membangun Indonesia dari Desa

2 Juni 2019   23:05 Diperbarui: 2 Juni 2019   23:12 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desa Talimbaru Kec. Barusjahe-Kab. Karo, Sumatera Utara (dokpri)

Masih menurut publikasi tersebut, bahwa urbanisasi dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu pertumbuhan penduduk daerah perkotaan, migrasi dari daerah perdesaan ke daerah perkotaan, dan reklasifiasi desa perdesaan menjadi desa perkotaan. Proyeksi penduduk daerah perkotaan pada proyeksi ini tidak dilakukan dengan membuat asumsi untuk ketiga faktor tersebut, tetapi berdasarkan perbedaan laju pertumbuhan penduduk daerah perkotaan dan daerah perdesaan (Urban Rural Growth Difference/URGD). Namun begitu, dengan membuat asumsi URGD untuk masa yang akan datang, berarti proyeksi ini secara tidak langsung juga sudah mempertimbangkan ketiga faktor tersebut.

Kalau proyeksi ini benar terjadi, setidaknya pada tahun depan, akan menjadi sebuah tantangan ironis di mana pada saat yang sama pemerintah pusat tengah menggalakkan niat membangun Indonesia dari desa, dari pinggiran. Niat yang diafirmasi melalui kebijakan alokasi anggaran Dana Desa, yang setiap tahun mengalami kenaikan sangat signifikan sejak tahun 2014 sampai sekarang.

Mengapa orang desa berbondong-bondong berniat menjadi orang kota? Adakah kemungkinan orang kota berbondong-bondong berniat menjadi orang desa?

Menyadari hal itu, pada hari libur kenaikan Isa Al Masih pada tanggal 30 Mei yang lalu, kami bersama rombongan teman-teman kantor dan keluarga sepakat berlibur di sebuah kawasan persawahan sambil menangkap ikan di Desa Talimbaru, Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Bukan lagi soal banyaknya ikan yang akan bisa ditangkap, tapi esensi dari pengenalan akan desa adalah hal yang penting untuk didekatkan kepada anak-anak.

Menangkap ikan di sawah bersama anak-anak dan keluarga teman sekantor di Desa Talimbaru (dokpri)
Menangkap ikan di sawah bersama anak-anak dan keluarga teman sekantor di Desa Talimbaru (dokpri)
Menangkap ikan di sawah bersama anak-anak dan keluarga teman sekantor di Desa Talimbaru (dokpri)
Menangkap ikan di sawah bersama anak-anak dan keluarga teman sekantor di Desa Talimbaru (dokpri)
Kalau dari sudut pandang studi fenomenologi, untuk menangkap esensi dari sebuah hal dan peristiwa maka setidaknya perlu diperhatikan dua hal, yakni visi eidetik dan epoche. Untuk bisa melanjutkan pemahaman ke tingkat visi eidetik, yakni mampu menangkap esensi atau makna hakiki dari suatu fenomena, maka harus terlebih dulu terbangun epoche yang kuat, yang berarti terbangunnya pengekangan atau penundaan terhadap sebuah penilaian subjektif. Kenapa sebuah penilaian subjektif perlu dikekang atau ditunda? Karena penilaian yang subjektif dan terlalu cepat tanpa usaha untuk mendalami esensi atau hakikat, maka yang terjadi adalah timbulnya penilaian yang salah.

Penundaan sebuah penilaian demi mampu menangkap esensi dan hakikat sesuatu hal atau peristiwa bisa melalui sebuah proses penciptaan pengalaman reproduktif atas hal yang ingin didekati dan dipahami. Oleh karena itu, untuk mengenali dan memahami tentang keberadaan desa dan segala hal yang terkait dengannya tidak ada jalan yang lebih baik, selain mencoba menjadi orang desa sendiri. Hal itu mencakup empati terhadap pengalaman, pemikiran, emosi dan ide-ide dari orang-orang desa.

di sawah desa Talimbaru bersama keluarga (dokpri)
di sawah desa Talimbaru bersama keluarga (dokpri)
mandi di sungai bersama anak-anak di desa Talimbaru (dokpri)
mandi di sungai bersama anak-anak di desa Talimbaru (dokpri)
keceriaan mandi di sungai bersama bapa-bapa di sungai desa Talimbaru (dokpri)
keceriaan mandi di sungai bersama bapa-bapa di sungai desa Talimbaru (dokpri)
dokpri
dokpri
kebersamaan dan keceriaan di desa bersama keluarga (dokpri)
kebersamaan dan keceriaan di desa bersama keluarga (dokpri)
Baca juga: https://www.kompasiana.com/teotarigan/5c018fbebde5756ec61085d3/lingkaran-besar-dengan-beragam-isi-dialektika-orang-kampung-dalam-bungkus-obrolan-kedai-kopi?page=1

Memandang hamparan sawah dan kolam ikan yang terpampang di depan mata, terbersit imaji bahwa desa sesungguhnya memendam potensi besar kesejahteraan bila dila berhasil direspons dengan baik, baik oleh orang desa sendiri maupun oleh orang kota yang telah mengalami mental hectic menghadapi berbagai keterbatasan dan permasalahan yang rumit di perkotaan, baik lapangan kerja, ketimpangan sosial, sanitasi, tingkat kriminalitas, dan lain sebagainya. Desa dengan dana desa berpotensi menggarap berbagai hal menjadi bernilai ekonomi, membuka lapangan kerja, dan menyehatkan secara mental. Dana desa berpotensi membuka berbagai bentuk badan usaha milik desa yang begerak di bidang agrobisnis, pariwisata, maupun kedua-duanya sekaligus dalam bentuk agrowisata.

kolam ikan di desa Talimbaru, Kec. Barusjahe, Kab. Karo-Sumatera Utara (dokpri)
kolam ikan di desa Talimbaru, Kec. Barusjahe, Kab. Karo-Sumatera Utara (dokpri)
bersama keluarga di sawah di Desa Talimbaru (dokpri)
bersama keluarga di sawah di Desa Talimbaru (dokpri)
Hal ini tentu hanya akan bisa terwujud, bila generasi muda yang menjadi kelompok umur dominan piramida penduduk Indonesia, dengan 60% populasi merupakan penduduk berusia di bawah 40 tahun, mau mengalami empati terhadap pengalaman, pemikiran, emosi dan ide-ide dari orang-orang desa dan oleh karenanya bersedia membangun Indonesia dari desa, dari pinggiran. Tidak sekadar memandang desa sebagai berbau pesing, penuh sampah plastik berserakan, dan hanya mengenal orang-orangnya sebatas orang yang pasrah dan terlena menunggu senja, karena sebenarnya tidak ada kota yang tidak dimulai dari sebuah desa.

Refleksi dari Mudik ke Kampung Halaman bagi Pembangunan Desa

Masa menjelang berakhirnya bulan suci Ramadhan dan menyambut perayaan hari raya Idul Fitri biasanya diikuti oleh sebuah fenomena migrasi penduduk yang dinamakan mudik. Mudik adalah fenomena khas Indonesia. Di satu sisi mudik membawa migrasi temporer penduduk kota ke desa-desa di berbagai wilayah, dan di sisi yang lainnya tidak jarang juga membawa migrasi permanen penduduk desa ke kota-kota di berbagai wilayah Indonesia setelahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun