Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Korupsi Dana Desa (Lagi)

5 Agustus 2020   15:51 Diperbarui: 5 Agustus 2020   15:44 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Adalah IA (36) Sekdes Petunjungan Brebes yang mencuri BLT tahap III dana desa bagi warga terdampak covid-19 sebesar Rp 231 juta rupiah (mediaindonesia.com, 3/8/2020). Jelas ia tak akan duduk di kursi Sekdes lagi, tapi harus duduk di kursi pesakitan di Pengadilan nantinya.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat kasus korupsi pengelolaan dana desa menjadi kasus yang terbanyak ditindak oleh aparat penegak hukum. ICW mencatat ada 96 kasus korupsi anggaran desa dari total 454 kasus korupsi yang ditindak sepanjang 2018.
Kerugian negara yang dihasilkan pun mencapai Rp37,2 miliar.  Sedangkan pada rentang tahun 2019, terdapat 46 kasus korupsi di sektor anggaran desa, yakni 271 kasus korupsi. Korupsi anggaran desa tercatat memberi kerugian negara hingga Rp 32,3 miliar (kompas.com, 18/2/2020).

Para aktor sesat itu pun harus meringkuk di jeruji besi. Membaca angka-angka murung di atas, sekurangnya kades dan pelaku lainnya telah melakukan pokrol korupsi : pengingkaran atas sumpah/janji saat dia dilantik kepala daerah. Ia rupanya juga telah mengabaikan kehendak rakyat, karena mandat yang diberikan kepadanya telah absen bahkan nihil dalam kinerjanya.

Selain itu, pelaku ini nampaknya sedang atau suka berpetualang di jalan terjal berisiko hukum dan melintas di jalan instan pada jalur korupsi. Korupsi adalah aksi yang banyak dilawan rakyat, meski korupsi ada yang kelasnya masih coba-coba, tapi ada yang lihai berkamuflase dengan segunung aksi sosial kemanusiaan yang dibangunnya.

Mimpi kita, kapan dana desa itu selamat, tanpa korupsi para kades atau siapapun. Kapan cukup itu berasa cukup. Kades tidak bisa kebal atau imun. Mengapa kades itu tetap saja korupsi yang bikin otak tak enak dan nyawa tak nyenyak. Salah satunya karena lebih didorong oleh gaya hidup yang keblinger dengan kekayaan, keenakan dan kedudukan maupun kehormatan. Yang pasti low product, low attitude.

Lalu, bagaimana kasus Sekdes di atas dengan statemen Pak Jaksa Agung ST Burhanuddin minta kades korupsi dana desa jangan langsung dipidana (Tempo.co, 24/2/2020). Setarik nafas Jaksa Agung, bagaimana juga atas pernyataan Pak Mendagri Tito Karnavian kalau Kades salah administrasi dana desa jangan diproses hukum, ujarnya (Liputan6,29/2/2020).

Pada dasarnya, mencegah itu penting tapi penindakan juga tak kalah pentingnya. Pembinaan, penyuluhan, pendidikan dan pelatihan serta pendampingan relevan diketengahkan ketimbang pidana/hukuman. Mungkin saja, saking sayangnya kedua top leader di atas kepada para kades. Karena dianggap belum berpengalaman, belum paham administrasi dana atau tak terbiasa dengan pelaporan penggunaan dana desa, apalagi kades baru, dll.

Untuk itu, penting bagi pemda memberikan pembekalan dengan berbagai pelatihan dan praktik sistem keuangan desa. Hal ini bisa lebih efektif ketika juga melibatkan para pendamping lokal desa maupun pendamping desa. Sekurangnya, mereka juga harus melakukan transfer pengetahuan dan ketrampilan implementasi UU Desa, terutama pengelolaan dana desa.

Mengoptimalkan peran fungsi BPD, camat hingga inspektorat kabupaten, satgas desa, kejaksaan, kepolisian sampai dengan KPK tak kalah pentingnya harus ditempuh. Kita ingin, dana desa tidak hilang ke mana-mana dan terkonsentrasi untuk pembangunan desa, kesejahteraan rakyat desa.

Maka kemudian, model afirmasi, kelonggaran maupun tolerir atas kesalahan administrasi meskipun bisa berujung pada praktik korupsi dana desa ini, seharusnya menjadi momentum me-repair perilaku dan mental para kades dan perangkat desa maupun pengelola lainnya.

Perangkat desa, kepala desa dan para penjarah lainnya itu sudah seharusnya mengkonstruksi program positif apapun bukan sebaliknya mendestruksinya dengan praktik korupsi dana desa. Jangan sampai yang gampang itu menjadikan nggampangke. Praktik korup di Brebes dan Pakalongan di atas mesti menjadi reminder stop korupsi. Korupsi, hanya ada satu bahasa : Tolak!! Lawan!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun