"Siap. Dipastikan bersedia, komandan," jawab Sarmin.
"Baikalh kalau begitu. Saya akan mencari solusi untuk kamu agar bisa menikah dengan wanita pujaanmu itu," kata komandan.
"Siap, Â komandan," jawab Sarmin.
Lalu komadan membuatkan seragam untuk Sarmin dengan pangkat Sersan. Di salah satu sisi dadanya juga tertera nama, 'Sarmin'. Seragam Sarmin juga dijahit di tukang jahit khusus di penjahit seragam militer. Â Setelah seragam itu jadi, Sarmin diminta menghadap kepada komandan.
"Baikalh Sarmin, sekarang kamu saya angkat sebagai militer. Tapi tugasmu tetap mencuci. Kamu tetap bagian sipil. Ini seragam boleh kamu gunakan hanya digunakan  untuk mendekati calon pujaan hatimu," kata komandan.
Sarmin merasa girang. Kini boleh mengenakan seragam militer. Dan apalagi di dadanya tertera namanya. Pangkatnya pun lumayan tinggi. Sersan. Tentu dia akan kepincut. Â Â
Benar saja. Ketika Sarmin mendatangi pujaan hatinya  dengan mengenakan seragam militer, wanita itu langsung jatuh hati.  Dan siap dinikahi. Komandan merasa senang. Persoalan Sarmin bisa diselesaikan.  Terbukti wanita pujaan hati Sarmin siap dinikahi. Seragam militer yang diberikan kepada Sarmin, hanya boleh dipakai di hadapan wanita pujaan hatinya saja. Selain itu tidak boleh. Kemana -- mana harus tetap menggunakan pakaian sipil.  Â
Tibalah saat yang berbahagia. Sarmin menikah dengan wanita pujaan hatinya. Tapi muncul satu persoalan. Bayaran sebagai tukang cuci tentu tak sama dengan gaji seorang Sersan. Â Sungguh ajaib. Secara kompak, para prajurit lain bersedia memberikan sedikit gajinya untuk menutup kekurangan, agar nilainya menyamai gaji seorang sersan. Karena yang bersedia membantu banyak, maka potonganya pun jadi tidak banyak. Apalagi secara suka rela.
Setelah dua bulan berlalu, istri Sarmin dinyatakan hamil. Sementara kondisi Indonesia sedang tidak aman. Semua pasukan harus disiagakan maju ke garis depan untuk menghadapi  serangan Belanda. Istri Sarmin khawatir, suaminya bisa tewas di medan perang.  Sementara dia sedang mengandung anak Sarmin. Istrinya tentu tak mau anak yang dikandungnya lahir tidak mempunyai ayah.Sampai pada suatu hari istri Sarmin bicara pada Sarmin.
"Mas Sarmin, aku mau ngomong," kata istri Sarmin.
"Bicaralah Dek," kata Sarmin lembut.