Mohon tunggu...
Abdul Rahman
Abdul Rahman Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan penulis

Kenikmatan yang diberikan Allah juga ujian.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kisah Sersan Sarmin

6 Oktober 2019   03:04 Diperbarui: 6 Oktober 2019   03:31 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Takutlah pada tentara. Pertama, tentara mempunyai senjata. Kedua tentara mempunyai teman  banyak. Tapi yang paling menakutkan adalah, solidaritas sesama tentara. Inilah sesungguhnya senjata yang paling menakutkan bagi seorang tentara.

Jika solidaritas muncul, apapun bisa terjadi. Dan solidaritas itu akan muncul jika saudara atau sahabat disakiti. Tak harus negara yang disakiti. Mereka akan mengeluarkan rasa solidaritas sesama prajurit.  Seperti kisah ini. Peristiwa ini terjadi di era perang kemerdekaan. Di mana tentara belum bernama Tentara Nasional Indonesia. Tentara masih berasal dari rakyat. Tapi mereka sudah mempunyai seragam.

Sarmin, mempunyai cita-cita menjadi tentara. Sebenarnya tidak terlalu sulit menjadi tentara di zaman peperangan.    Di mana sebagain besar orang malah menghindar jadi tentara. Tentu takut berada di garis depan menjemput desingan peluru. Melihat secara langsung teman seperjuangan merintih kesakitan karena terkena pecahan mortir.  Tak pernah pasti,  hari ini masih ada,  atau justru tinggal nama.

Tapi ketika mendaftar tentara, Sarmin hanya diterima sebagai tukang cuci seragam tentara. Posisi sebagai sipil yang dipekerjakan di dinas militer.  Sarmin tidak berkecil hati. Paling tidak setiap hari berangkat ke markas militer. Dia mendatangi satu-satu ke barak militer untuk mengambil cucian yang kotor. Dan bekerja di sana.

 Kerja nyata. Mengubah seragam kotor menjadi  seragam kinclong.  Sesungguhnya bukan hanya baju seragam. Semua pakaian militer dicuci. Sarmin tidak membedakan pangkat. Semua seragam dalam rendaman ember yang sama. Menggunakan detergen yang sama. Yang penting, seragam Kopral, Mayor atau Letnan sama kinclongnya.

Karena kesungguhan dan kecintaan Sarmin pada tentara, tentara pun merasa sayang kepada Sarmin.   Mereka tahu, gaji sebagai tukang cuci tak seberapa. Itu sebabnya, mereka sesekali memberi tips lebih kepada Sarmin. Untunglah Sarmin masih bujangan. Tak banyak kebutuhan. Tapi jiwa patriotnya tak perlu diragukan. Beberapa kali Sarmin menghadap kepada komandan agar diterima sebagai pasukan tempur, tapi tetap kondisi Sarmin tidak memenuhi syarat. 

"Kamu sudah mempunyai medan tempur yang tak kalah mulianya Sarmin," kata komandan kepada Sarmin.

"Mencuci seragam militer itu juga jihad. Itu malah hasilnya bisa dilihat langsung. Walau tidak bertempur secara langsung di medan perang, perangmu juga mulia," lanjut komandan membesarkan hati Sarmin.

Sarmin berpikir, yang namanya tentara, ya harus  memanggul senjata dan maju di medan perang.  Bukan membawa ember, sikat dan sabun. Sesekali Sarmin mengikuti latihan dan mempraktikan apa yang diajarkan dalam latihan militer. Sarmin juga mencoba  lari sambil bernyanyi.

 Latihan angkat beban. Latihan push up. Latihan tiarap melewati duri-duri. Melihat tingkah Sarmin, komandan membiarkan saja. Mengikuti latihan militer juga baik. Paling tidak, menurut komandan, Sarmin mempunyai fisik yang jauh lebih kuat. Ketika melaksanakan tugas mencuci pakaian jadi lebih tahan dan lebih bersih hasilnya.

Tapi Sarmin tidak berhenti sampai di situ. Sarmin juga menjajal, atraksi berbahaya yang biasa dilakukan militer ketika unjuk kebolehan. Melintasi bara api.   Berenang dengan seragam lengkap sambil membawa ransel dan menggunakan sepatu. Karena Sarmin tidak memiliki senjata, maka digantinya laras senjata itu dengan potongan besi yang sekiranya mempunyai bobot  sama.

Sesungguhnya bukan hanya Sarmin yang ngebet jadi tentara tapi hanya diterima sebagai pembantu tentara. Ada juga yang ahli memasak. Karena militer memerlukan seoarnag juru masak, maka akan lebih tepat jika dia ditempatkan di bagian dapur.

Memasak untuk satu orang siapa saja tentu bsia. Tapi ketika memasak untuk seluruh pasukan, harus menggunakan perhitungan yang matang dan tepat. Di situlah letak ilmu pengetahuan bicara. Begitu juga Sarmin.  Ketika harus mencuci seragam militer yang berjumlah ratusan,  tentu dibutuhakn ilmu pengetahuan. Kapan saatnya mencuci dan menyetrika. Dan Sarmin sudah sangat piawai dalam soal itu.

Suatu hari Sarmin menghilang. Tak tentu rimbanya. Komandan kelabakan. Seragam sudah menumpuk harus segera dicuci. Komandan lalu memerintahkan salah seorang inteljen untuk melacak keberadaan Sarmin.  Ternyata Sarmin sedang berada di rumah. Dia terlihat sedang sedih. Lalu  beberapa pasukan yang ditugaskan melacak Sarmin segera bertanya kepada Sarmin.    

"Selamat siang Sarmin," sapa salah seorang prajurit kepada Sarmin.

"Selamat siang," jawab Sarmin sambil memberi hormat ala militer.

"Saya mendapat perintah dari komandan untuk  mencari Sarmin. Dan setelah ketemu diminta untuk menghadap komandan. Kenapa beberapa hari ini menghilang?" tanya salah seorang prajurit.

"Siap mengaku salah. Dan saya siap menghadap komandan," jawab Sarmin tak kalah tegasnya.   

Lalu Sarmin digiring ke markas guna menghadap kepada komandan. Sarmin dipersilakan masuk oleh prajurit yang menjemputnya. Diberikan waktu menghadap komandan sendirian.

"Apa kabar Sarmin," tanya komandan.

"Siap. Baik komandan," jawab Sarmin dalam sikap sempurna.

"Apakah keluarga juga dalam kondisi baik?" tanya komandan penuh empati.  

"Siap, baik komandan," jawab Sarmin.

"Syukurlah kalau begitu," kata komandan.

"Sekarang kamu ceritakan ke mana saja selama tiga hari," tanya komandan.

"Siap komandan. Saya mengaku salah," jawab Sarmin.

"Sarmin walau kita mempunyai posisi yang berbeda, kita saudara. Kita satu tim. Kamu itu sangat vital posisinya di dalam kesatuan. Kamu tidak masuk tiga hari telah membuat kacau keadaan. Saya sudah bolak -- balik cerita bahwa posisimu sangat penting dan vital," papar komandan.

"Siap komandan. Siap salah," kata Sarmin.

"Sekarang ceritakan apa adanya. Kalau kamu ada kesulitan, kita siap membantu," kata komandan.

"Saya sedang patah hati komandan," jawab Sarmin jujur.

Mendengar jawaban Sarmin, komandan terkejut. Wah berarti persoalan serius. Gara-gara patah hati, sampai -- sampai pekerjaan ditinggalkan. Komandan tak berani menganggap sepele persoalan yang dihadapi Sarmin.

"Begini komandan, saya berusaha masuk militer, salah satunya juga untuk menaklukan hati wanita yang saya puja. Kalau saya jadi tentara setidaknya cukup dihormati oleh dia. Ketimbang jadi tukang cuci. Makanya saya berusaha keras bisa masuk militer komandan. Pangkat apa saja tidak terlalu penting. Yang penting masuk sebagai kesatuan militer, punya seragam  dan ada pangkat yang menempel di baju," papar Sarmin.    

"Apakah kalau kamu jadi militer, wanita yang kamu puja bersedia menikah dengan kamu?" tanya komandan.

"Siap. Dipastikan bersedia, komandan," jawab Sarmin.

"Baikalh kalau begitu. Saya akan mencari solusi untuk kamu agar bisa menikah dengan wanita pujaanmu itu," kata komandan.

"Siap,  komandan," jawab Sarmin.

Lalu komadan membuatkan seragam untuk Sarmin dengan pangkat Sersan. Di salah satu sisi dadanya juga tertera nama, 'Sarmin'. Seragam Sarmin juga dijahit di tukang jahit khusus di penjahit seragam militer.  Setelah seragam itu jadi, Sarmin diminta menghadap kepada komandan.

"Baikalh Sarmin, sekarang kamu saya angkat sebagai militer. Tapi tugasmu tetap mencuci. Kamu tetap bagian sipil. Ini seragam boleh kamu gunakan hanya digunakan  untuk mendekati calon pujaan hatimu," kata komandan.

Sarmin merasa girang. Kini boleh mengenakan seragam militer. Dan apalagi di dadanya tertera namanya. Pangkatnya pun lumayan tinggi. Sersan. Tentu dia akan kepincut.    

Benar saja. Ketika Sarmin mendatangi pujaan hatinya  dengan mengenakan seragam militer, wanita itu langsung jatuh hati.  Dan siap dinikahi. Komandan merasa senang. Persoalan Sarmin bisa diselesaikan.  Terbukti wanita pujaan hati Sarmin siap dinikahi. Seragam militer yang diberikan kepada Sarmin, hanya boleh dipakai di hadapan wanita pujaan hatinya saja. Selain itu tidak boleh. Kemana -- mana harus tetap menggunakan pakaian sipil.   

Tibalah saat yang berbahagia. Sarmin menikah dengan wanita pujaan hatinya. Tapi muncul satu persoalan. Bayaran sebagai tukang cuci tentu tak sama dengan gaji seorang Sersan.  Sungguh ajaib. Secara kompak, para prajurit lain bersedia memberikan sedikit gajinya untuk menutup kekurangan, agar nilainya menyamai gaji seorang sersan. Karena yang bersedia membantu banyak, maka potonganya pun jadi tidak banyak. Apalagi secara suka rela.

Setelah dua bulan berlalu, istri Sarmin dinyatakan hamil. Sementara kondisi Indonesia sedang tidak aman. Semua pasukan harus disiagakan maju ke garis depan untuk menghadapi  serangan Belanda. Istri Sarmin khawatir, suaminya bisa tewas di medan perang.   Sementara dia sedang mengandung anak Sarmin. Istrinya tentu tak mau anak yang dikandungnya lahir tidak mempunyai ayah.Sampai pada suatu hari istri Sarmin bicara pada Sarmin.

"Mas Sarmin, aku mau ngomong," kata istri Sarmin.

"Bicaralah Dek," kata Sarmin lembut.

"Aku khawatir dengan kondisi saat ini. Bisa nggak Mas Sarmin pindah formasi di bagian sipil saja. Bagian apa saja yang penting tidak maju perang," tanya istri Sarmin.

"Saya rasa bisa Dek. Besok saya menghadap komandan," jawab Sarmin penuh semangat.       

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun