Saatnya Punya Festival Film Horor
Eksistensi film horor, di jagat perfilman nasional tidak bisa diabaikan begitu saja. Baik oleh para pemberi penghargaan, ataupun pihak yang berkuasa terhadap layar bioskop.
Sebab faktanya sudah puluhan judul film horor yang  sanggup mendatangkan penonton hingga jutaan. Dan pengemasan dari sisi cerita maupun artistik pun layak mendapat apresiasi. Bahkan sering mendapat penghargaan dari luar negeri.
 Tetapi fakta di lapangan, film horor jarang mendapat penghargaan dan kerap kesulitan mendapat jumlah layar bioskop seperti yang diharapkan. Sampai-sampai salah seorang penggiat film mengatakan, film horor masih dipandang sebelah mata.  Â
Melihat kegelisahan itu, KJSI (Kumpulan  Jurnalis Sinema Indonesia) yang diketuai Kicky Herlambang,  memandang perlu untuk mengumpulkan berbagai pihak demi membicarakan masalah ini. Maka dibentuklah kepanitiaan yang diketuai juga oleh Kicky Herlambnag menggelar forum diskusi.
 Untuk menggelar diskusi itu tentu  tidak mudah. Mengumpulkan banyak orang yang mempunyai kesibukan seabreg dalam waktu dan tempat yang sama, butuh kesabaran.  Belum lagi memikirkan tempat dan konsumsi. Beruntung, diskusi film yang telah digagas jauh -- jauh hari itu akhirnya bisa terlaksana  pada Kamis (22/8) lalu bertempat di Theater Museum Manggala Wanabhakti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta.
Hadir dalam diskusi tersebut artis Rency Milano, Roni Dozer, Ustad Astari, Caitlin North Lewis, Azzura Pinkan, dan rekan -- rekan wartawan yang tergabung di Kumpulan Jurnalis Sinema Indonesia, akademisi dan para blogger. Â
Diskusi dimulai sekira pukul 11.00 WIB dan berakhir pukul 14.00 WIB. Kesempatan pertama diberikan kepada Pramu Risanto sebagai pengamat sosial untuk menyampaikan makalahnya.
Menurut Pramu Risanto, sejarah film horor dimulai oleh film film horor bergenre komedi horor. Film horor Indonesia kerap menjadi pioner, namun belakangan menjadi tertinggal dengan negara - negara lainnya. Hal tersebut lantaran sering lalai, tidak pernah menjadi sebuah tujuan, dan sering ditinggalkan.
''Ini menjadi PR buat kita untuk terus memperbaiki karakter film horor Indonesia tentunya terkait pesan moral yang akan disampaikan, berpengaruh kepada kehidupan sehari -- hari. Setidaknya jangan terus memenuhi selera pasar atau dengan kata lain, mencoba mendidik dengan memulai sesuatu yang baik meski harus melawan arah. Film horor selain menghibur penontonnya juga punya pesan moral yang bisa disampaikan dan berguna bagi masyarakat. Film Horor jangan menyesatkan karena ini akan menjadi beban moral filmmaker-nya,'' tandasnya lagi.