Mohon tunggu...
Teguh Ari Prianto
Teguh Ari Prianto Mohon Tunggu... Penulis - -

Kabar Terbaru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pemulihan Trauma Anak, Distribusi Bantuan, dan Pendekatan Pendidikan Layanan Khusus Pasca Bencana

3 Desember 2022   10:55 Diperbarui: 13 Desember 2022   11:17 894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak pengungsian terpusat Desa Mangunkerta, Kecamatan Cugenang, Cianjur, kembali mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pada Jumat (2/12/2022). (Dok. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB))

Ribuan anak di daerah Cianjur dipastikan terkena trauma pasca guncangan gempa bumi, 21 November 2022 lalu.

Secara keseluruhan, anak korban trauma bencana ada bersama sekitar 13.784 pengungsi lainnya yang ditampung dan tersebar di lokasi posko-posko darurat pengungsian.

Angka-angka trauma anak itu terus bertambah bersama dengan proses evakuasi korban diseluruh tempat terdampak gempa bumi hingga saat ini.

Mayoritas anak-anak yang menjadi korban gempa bumi dan mengalami traumatik saat awal gempa terjadi, terutama mereka yang sedang dalam kondisi belajar di sekolah umum dan madrasah.

Anak-anak terdampak seperti itu, secepatnya harus mendapat penanggulangan agar terhindar dari trauma berkepanjangan saat mereka memasuki proses kehidupan berikutnya.

Upaya penanganan bencana bagi anak-anak ini semestinya menjadi bagian prioritas layanan berbagai pihak termasuk melindungi anak-anak oleh warga Cianjur sendiri. 

Hal tersebut dimaksudkan agar anak korban gempa bumi tetap mendapatkan penguatan hak dan perlindungannya secara khusus.

Perlindungan secara khusus ini sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. 

Dari siaran pers yang disampaikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam laman kpai.go.id terdapat rekomendasi tentang pemulihan korban trauma anak yang disampaikan kepada mitra pemerintah, bahwa kementerian dan lembaga terkait; Kemenag RI, Kemensos RI, KemenPPPA RI dan Baznas RI penting membangun kolaborasi dengan masyarakat dan dunia profesi dalam memastikan layanan psikososial dan dukungan keluarga, terutama anak-anak yang saat ini masih minim penanganan dan dalam situasi terdampak psikologis agar segera dilakukan assessment penanganan dukungan psikologis dengan melibatkan psikolog dan psikolog klinis.

Relawan Badan Pemuda dan Olahraga (Bapora) MPW Pemuda Pancasila Jawa Barat berphoto usai bakti sosial di lokasi bencana gempa Cianjur. Photo: Donny DS.
Relawan Badan Pemuda dan Olahraga (Bapora) MPW Pemuda Pancasila Jawa Barat berphoto usai bakti sosial di lokasi bencana gempa Cianjur. Photo: Donny DS.

UU Perlindungan anak lebih lanjut menyebutkan bahwa anak korban bencana agar mendapat penanganan yang sesuai dengan tumbuh kembangnya serta menikmati kehidupan yang wajar.

Mengenai pemenuhan logistik dan pendistribusian bantuan, dalam hal pelaksanaan UU Perlindungan Anak, pihak pemerintah berserta jajarannya, dalam hal ini Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Kementerian Sosial dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), dapat mengoptimalkan penyediaan perlengkapan dan makanan ramah anak yang spesifik seperti Susu Formula, Susu Anak Pertumbuhan, Makanan Pendamping Asi (MPASI), makanan tambahan balita, kebutuhan obat-obatan dan gizi anak, children kit, dan baby kit yang harus terintegrasi dalam pasokan logistik ke posko-posko pengungsian.

Disamping logistik bagi anak-anak tersebut, perlu juga menghadirkan petugas yang mampu memantau, mengevaluasi dan berkoordinasi secara berkala terkait proses penyaluran bantuan agar logistik yang dikirim tidak tersendat dan dapat merata kepada seluruh pengungsi anak yang membutuhkan.

Kita tidak tahu kapan bencana itu akan berakhir, apalagi hingga beberapa hari pasca awal gempa bumi, Cianjur masih terdapat kejadian gempa susulan yang cukup mengguncang.

Kehati-hatian perlu kiranya terus ditingkatkan, terutama dalam hal melindungi anak-anak yang nota bene sangat butuh bantuan khusus setiap kali bencana melanda.

Bapora Jabar berbagi kebahagiaan bersama anak-anak korban gempa Cianjur melalui santunan. Photo: Donny DS 
Bapora Jabar berbagi kebahagiaan bersama anak-anak korban gempa Cianjur melalui santunan. Photo: Donny DS 

Distribusi

Antusiasme yang tinggi pasca terjadinya gempa bumi di Cianjur, muncul dari barbagai kalangan masyarakat dan juga aparatur pemerintah. Selain karena faktor kewajiban, terbangunnya rasa empaty dari kelompok masyarakat tertentu membuat kiriman bantuan kepada korban gempa terus berdatangan.

Jenis-jenis bantuan berdatangan ke Cianjur. Sebagian besar tampak secara kasat mata di lapangan berupa kebutuhan logistik dan pelayanan kesehatan darurat. 

Sebagian lain relawan membuat posko-posko penjagaan keamanan diberbagai titik bencana serta patroli lingkungan terutama di area rumah-rumah penduduk yang terdampak.

Hal tersebut dianggap sebagai sebuah kewajaran, reaksi yang timbul karena adanya korban berjatuhan yang tidak ternilai dalam jumlah besar.

Berjubel orang menyalurkan bantuan secara serentak dengan jenis logistik yang bermacam-macam. Lautan barang dan orang menumpuk pada titik-titik tertentu serta menimbulkan dampak turunan yang perlu diurai.

Beruntung bagi jenis-jenis bantuan logistik yang memiliki masa kadaluarsa panjang untuk tetap bisa dikonsumsi. 

Namun bagi jenis bantuan yang mudah busuk seperti makanan dan minuman atau jenis logistik tertentu, tentunya hal ini malah akan menimbulkan kerugian karena bantuan menjadi tidak sampai tersalurkan kepada pihak penerima.

Dalam memberikan pemahaman ini, berkaitan dengan pengertian logistik kebencanaan dan distribusi, BNPB melalui Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Bantuan Logistik Pada Status Keadaan Darurat Bencana menyebutkan bahwa Logistik adalah segala sesuatu yang berwujud yang dapat digunakan untuk memenuhi suatu kebutuhan dasar manusia yang habis pakai terdiri atas pangan, sandang dan papan atau turunannya.

Barang-barang lain yang termasuk dalam kategori logistik diantaranya barang yang habis pakai atau dikonsumsi, misalnya: sembako (sembilan bahan pokok), obat-obatan, pakaian dan kelengkapannya, air, kantong tidur (sleeping bag), perlengkapan bayi, perlengkapan keluarga (pembalut wanita, odol, sabun mandi, shampo, detergen, handuk).

Tentunya, bahwa setiap logistik yang sudah disalurkan kepada korban bencana, BNPB menegaskan, tentunya tanpa memperoleh penggantian atau dipinjam-pakaikan kepada pihak yang membutuhkan dalam rangka penanggulangan bencana.

Dari logistik yang terkumpul, para relawan juga wajib mengetahui mengenai Distribusi Bantuan Logistik itu sendiri. Dalam hal ini, Distribusi Bantuan Logistik itu merupakan suatu sistem penyaluran dan atau pembagian bantuan logistik dalam rangka penanggulangan bencana dari daerah asal ke daerah tujuan sampai pada sasaran yang dituju.

Hingga pada akhirnya kita sampai kepada suatu tempat yang disebut Titik Distribusi, yaitu tempat atau fasilitas yang ditentukan atau ditetapkan untuk penyimpanan atau penyaluran bantuan logistik yang telah ditentukan oleh pejabat yang berwenang dalam rangka penanggulangan bencana.

Semua pemahaman mendasar ini perlu dipahami sebelum relawan atau siapa pun melakukan pendistribusian logistik agar niatan membantu sesama insan manusia yang terkena bencana betul-betul mencapai pada titik yang diharapkan.

Selain penentuan titik pengumpulan logistik dan penyalurannya, relawan harus memperhatikan titik koordinasi kumpul relawan sebelum masuk lebih jauh ke lokasi bencana. Ini untuk mencegah penumpukan lautan orang sehingga menyulikan akses bantuan menuju lokasi bencana.

Kita juga menyayangkan kejadian bencana ini malah dimanfaatkan oleh sekelompok orang untuk hal-hal lain seperti terjadi pemalakan terhadap mobil-mobil pengangkut bantuan dan ada pula yang menjadikan lokasi gempa sebagai "wisata bencana" seperti disampaikan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, dalam akun media sosialnya.

Pada masa penanganan dan penantian akhir bencana ini, sejumlah bantuan terus disalurkan. Pendistribusian bantuan berusaha diarahkan oleh berbagai pihak secara merata ke lokasi bencana.

Ada sisi lain pemandangan penanganan pasca gempa oleh para relawan yaitu distribusi tenaga manusia untuk melakukan layanan masalah trauma dan gangguan mental pengungsi. 

Anak-Anak korban gempa Cianjur cukup terhibur dengan hadirnya relawan meski berada di posko darurat. Photo: Donny DS.
Anak-Anak korban gempa Cianjur cukup terhibur dengan hadirnya relawan meski berada di posko darurat. Photo: Donny DS.

Pendidikan Layanan Khusus

Pasca gempa bumi Cianjur, kita menyaksikan banyak sekali fasilitas umum mengalami kerusakan. Beberapa diantaranya yaitu bangunan sekolah.

Setelah banyak fasilitas sekolah yang rusak, pemerintah secara bertahap akan langsung memperbaiki sarana pendidikan itu. 

Sementara anak-anak bersekolah dalam situasi darurat dengan menggunakan fasilitas yang ada.

Tentunya, fasiltas yang bersifat seadanya akan memiliki keterbatasan dan kurang optimalnya pelayanan. 

Namun paling tidak, proses layanan darurat pendidikan semacam itu akan menjawab tuntutan pemerintah, dimana pemerintah memiliki kewajiban melakukan pelayanan wajib belajar kepada para peserta didik dalam keadaan apapun.

Langkah yang ditempuh pemerintah, khususnya elemen terkait pendidikan, yaitu Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek RI) dalam hal ini melaksanakan pendekatan layanan pendidikan layanan khusus atau PLK.

Penyelenggaraan PLK, kita bisa merujuk kepada Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud RI) Nomor 72 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Layanan Khusus.

Permendikbud RI Nomor 72 Tahun 2013 pasal 1 poin (1) menyebutkan bahwa pendidikan layanan khusus yang selanjutnya disebut PLK adalah pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan yang tidak mampu dari segi ekonomi.

Bencana alam disebutkan menjadi salah satu jenis layanan PLK disamping keadaan khusus lainnya dalam Permendikbud tersebut dan menjadi tanggung jawab pihak kementerian untuk melaksanakannya.

Pelaksanaan PLK lebih lanjut disebutkan bertujuan menyediakan akses pendidikan bagi peserta didik agar haknya memperoleh pendidikan terpenuhi. 

Sementara itu, untuk ruang lingkup penyelenggaraan PLK meliputi jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal pada semua jenjang pendidikan.

Pemerintah, dalam melaksanakan PLK ini dapat menunjuk lembaga baik itu secara langsung ditunjuk dari struktural pemerintah sendiri dengan membetuk satuan pendidikan atau secara bersama-sama melaksanakan PLK oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

Sebagai bentuk layanananya, PLK dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk diantarnya yaitu satuan pendidikan jalur pendidikan formal yaitu: sekolah kecil, sekolah terbuka, sekolah darurat dan sekolah terintegrasi.

Pengertian dari masing-masing istilah tersebut, diuraikan sebagai berikut: 1. Sekolah kecil yaitu sekolah yang dapat menyelenggarakan layanan pendidikan untuk jumlah peserta didik minimal 3 (tiga) orang.

Lalu yang ke 2, sekolah terbuka, yaitu sekolah yang dapat menyelenggarakan layanan pendidik kunjung dari sekolah induk. 

Ke 3, sekolah darurat adalah sekolah dengan penyelenngaraan layanan pada saat situasi bencana alam dan/atau bencana sosial.

Pengertian yang terakhir yaitu sekolah terintegrasi adalah penyelenggaraan sekolah atau pendidikan yang dilaksanakan antar jenjang pendidikan dalam satu lokasi.

Secara teknis, semua pelaksanakan jenis sekolah-sekolah dalam ruang lingkup PLK dilaksanakan dalam bentuk antara lain, a. pemindahan peserta didik ke daerah lain dengan fasilitas bantuan pendanaan dan/atau asrama, bantuan dana tranportasi, kunjungan pendidik, pendidikan jarak jauh yang menyelenggarakan layanan pendidikan tertulis, radio, audio, video, TV, dan/atau berbasis IT; dan/atau layanan lain yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

PLK pada jalur pendidikan formal atau nonformal diselenggarakan dengan cara menyesuaikan waktu, tempat, sarana dan prasarana pembelajaran, pendidik dan tenaga kependidikan, bentuk, program dan/atau sumber daya pembelajaran lainnya dengan kondisi kesulitan peserta didik

Dari setiap uraian sebagaimana tersebut diatas, sebetulnya ada berbagai macam alternatif yang dapat kita tempuh saat menghadapi bencana.

Artinya, setiap konsep dan pendekatan menghadapi bencana tersebut dapat mengantarkan kita kepada optimisme hidup pasca bencana. 

Kita diharapkan dapat segera bangkit dari keadaan terpuruk. Mesti ada masa-masa transisi yang harus dilewati pasca bencana sebelum akhirnya kita memasuki masa normal kembali. 

Pendekatan mengenai layanan pasca bencana kepada anak, distribusi dan PLK tersebut, setidaknya pernah saya alami dan laksanakan pada masa pandemik Covid-19 yaitu antara tahun 2020 sampai dengan tahun 2021 dibeberapa lokasi berbeda di Indonesia, mulai dari Provinsi Papua Barat, Provinsi Riau, dan Porvinsi DIY Jogjakarta. 

Selalu ada cara keluar dari bencana, apalagi Indonesia tergolong sebagai negara yang rawan bencana. 

Semua yang menimpa saudara kita di Cianjur selalu bisa kita jadikan pelajaran dan pengalaman penanganan agar kita menjadi lebih mumpuni apabila terjadi hal serupa (walau bencana sebetulnya sangat tidak ingin terjadi menimpa siapa pun). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun