Nama sumur masih melekat dari ingatan kita. Tetapi apakah nama sumber air warga itu masih sejalan dengan keberadaannya saat ini?
Saat dulu sumur dengan salah satu fungsi sebagai penyedia kebutuhan air minum, pamornya bergeser oleh hadirnya air minum kemasan.
Sejumlah kekhawatiran warga saat mengkonsumsi air minum dari sumber air sumur, muncul bersamaan dengan keadaan dan persoalan lingkungan hidup warga.
Peningkatan jumlah penduduk dan pengaturan sanitasi lingkungan, ditenggarai menjadi sebab orang ragu pakai air sumur untuk minum.
Kandungan air sumur, terutama di perkotaan rata-rata tercemar bahan limbah berbahaya. Kelayakan konsumsinya terus menurun walau air minum dari sumur itu telah direbus sebelum dipakai.
Menurunnya kualitas kandungan air sumur, mengantarkan sejumlah warga beralih pemakaian air kepada air mineral atau air kemasan.
Produksi air kemasan menjadi marak dan semua mengklaim sebagai produk yang  memberi manfaat lebih dari sekedar air biasa. Air semakin populer diperjual belikan.
"Sedih rasanya", kata seorang kawan yang sekarang tinggal di Kota Bandung, saat dia harus meminum segelas air dari dispenser yang terpasang galon merek air mineral terkenal, karena air yang dia minum itu bersumber dari mata air di kampungnya, disebuah tempat di Kabupaten Subang.
"Dulu air di kampung saya itu, dengan leluasa saya ambil bahkan saya juga suka berenang dilokasi sumber air itu. Tetapi sekarang, saya harus membeli air dari kampung sendiri". sambungnya.
Bagaimana kisah ini terus berlangsung? Air sumur atau mata air kita banyak tergantikan oleh air minum kemasan.