Mohon tunggu...
Tedi Sumaelan
Tedi Sumaelan Mohon Tunggu... Penulis

Penulis Artikel Berita di beberapa Media Online

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar Hukum Keluarga di Negara Islam. Apa bedanya dengan Indonesia?

14 September 2025   17:52 Diperbarui: 14 September 2025   17:52 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kalau ngomongin soal hukum keluarga di negara-negara Islam, sebenernya ini topik yang menarik banget. Dalam istilah klasik, orang-orang biasa nyebutnya al-Ahwal al-Syakhsiyyah alias hukum pribadi. Nah, ini bukan cuma aturan hukum kaku yang sifatnya pasal-pasal, tapi lebih kayak "paket lengkap" aturan hidup keluarga yang diambil langsung dari ajaran Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Jadi, bayangin aja, semua hal yang nyangkut urusan rumah tangga---mulai dari nikah, cerai, urusan anak, sampai warisan---semuanya ada panduannya.

Kenapa penting? Karena hukum keluarga ini jadi tulang punggung kehidupan sosial umat Islam. Orang mau nikah, cerai, ngurus anak, bagi harta warisan---semuanya diatur biar nggak asal-asalan. Dan kalau dipikir-pikir, keren juga ya, gimana prinsip-prinsip Ilahi bisa diturunkan dan diterjemahkan ke dalam aturan hukum sehari-hari, bahkan di era modern sekarang.

Dari Kitab Suci ke Undang-undang

Dasar hukum keluarga di negara Islam tentu aja balik lagi ke Al-Qur'an dan Sunnah.

  • Qur'an jadi fondasi utama: ada aturan soal mahar, hak-hak istri, sampai soal masa iddah setelah cerai.

  • Sunnah Nabi jadi "manual" yang lebih praktis, kayak contoh gimana Nabi ngejalanin kehidupan rumah tangga.

Nah, kalau ada kasus-kasus yang nggak langsung dibahas di Qur'an atau Sunnah, para ulama pakai metode kayak ijma' (konsensus ulama) atau qiyas (analogi). Itu cara biar hukum keluarga tetap relevan meski zaman berubah.

Lanjut ke era modern, banyak negara Islam akhirnya bikin undang-undang keluarga versi mereka masing-masing. Jadi syariah tetap dipakai, tapi sering di-"modifikasi" biar sesuai dengan kondisi sosial dan politik di negaranya. Contohnya, ada negara yang nyesuain aturan poligami, ada yang bikin syarat lebih ketat soal usia nikah, ada juga yang kasih ruang lebih besar buat perempuan dalam proses cerai.

Topik Utama dalam Hukum Keluarga

Kalau dibongkar, hukum keluarga ini ngatur banyak hal, tapi yang paling sering dibahas ada empat:

  1. Nikah (Pernikahan)
    Nikah itu bukan sekadar "akad cinta", tapi kontrak sakral plus legal. Ada syarat-syaratnya: harus ada mahar buat istri, wali yang mewakili, dan saksi. Tujuannya? Bukan cuma biar sah di mata agama, tapi juga buat bangun keluarga yang harmonis, penuh kasih (mawaddah) dan rahmat (rahmah).

  2. Cerai (Talaq)
    Cerai itu diperbolehkan, tapi sifatnya opsi terakhir banget. Dalam syariah, ada prosedur jelas kayak talak raj'i (masih bisa rujuk) sama talak ba'in (final). Di zaman sekarang, banyak negara Islam masukin prosedur mediasi biar nggak sembarangan cerai, dan yang paling penting: hak perempuan serta anak tetap dijaga.

  3. Hak Asuh Anak (Hadhanah)
    Setelah cerai, ini yang paling ribet biasanya: siapa yang ngasuh anak? Prinsipnya sih, yang utama itu kepentingan terbaik anak. Dulu biasanya anak kecil otomatis ikut ibu, sementara ayah wajib kasih nafkah. Tapi sekarang makin banyak faktor dipertimbangin, kayak kesiapan mental, kondisi finansial, sampai lingkungan tempat anak tumbuh.

  4. Waris (Faraidh)
    Nah, ini bagian yang super detail. Qur'an sendiri udah ngasih porsi jelas buat ahli waris: anak, orang tua, pasangan. Ada hitungannya sendiri, jadi nggak bisa asal bagi. Walau gitu, masih ada ruang buat wasiat---misalnya, sebagian harta bisa dialihin buat amal atau orang yang nggak masuk daftar ahli waris.

Modernisasi & Tantangan

Sekarang tantangannya gede banget: gimana caranya ngawinin (hehe, maksudnya menggabungkan) aturan syariah yang udah ada sejak berabad-abad lalu dengan hukum modern.

  • Beberapa negara udah bikin reformasi, misalnya naikin usia minimum nikah, batasi poligami, atau kasih akses lebih luas buat istri gugat cerai.

  • Tapi ada juga perdebatan sengit: sebagian kelompok dorong interpretasi syariah yang lebih progresif dan sesuai tuntutan zaman, sementara sebagian lagi keukeuh dengan tafsir klasik.

Jadinya, hukum keluarga di dunia Islam itu dinamis banget. Nggak bisa dipukul rata, karena tiap negara punya kombinasi unik antara syariah, hukum nasional, dan realitas sosial mereka.

Jadi, kalau mau ngerti hukum keluarga di negara-negara Islam, kita harus lihat dari dua sisi:

  • sisi tradisi syariah yang udah rapi dari dulu,

  • sama sisi modernisasi yang bikin hukum ini terus berkembang.

Intinya, hukum keluarga Islam bukan sekadar peninggalan masa lalu, tapi sistem yang terus bergerak, beradaptasi, dan jadi bagian penting dari kehidupan umat Islam di era global ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun