Mohon tunggu...
Taufiq Agung Nugroho
Taufiq Agung Nugroho Mohon Tunggu... Asisten Peneliti

Seorang bapak-bapak berkumis pada umumnya yang kebetulan berprofesi sebagai Asisten Peneliti lepas di beberapa lembaga penelitian. Selain itu saya juga mengelola dan aktif menulis di blog mbahcarik.id

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kesehatan Mental Gen Z dan Milenial, Suka Baperan atau Memang Sudah Gawat Darurat?

10 Juli 2025   07:37 Diperbarui: 20 Juli 2025   09:39 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan mental gen Z dan milenial (Sumber: Unsplash)

Ini PR besar kita bersama: menghilangkan stigma. Meminta bantuan psikolog atau psikiater itu bukan tanda kelemahan, tapi justru kekuatan. Itu tanda bahwa kita peduli pada diri sendiri dan ingin menjadi lebih baik. Mari kita mulai normalisasi percakapan tentang terapi, tentang pentingnya mencari profesional, sama seperti kita tidak malu pergi ke dokter gigi saat sakit gigi.

Uluran Tangan yang Ditunggu Dari Pemerintah dan Komunitas

Peran pemerintah dan lembaga juga sangat krusial. Mempermudah akses ke layanan kesehatan mental yang terjangkau, bahkan gratis jika memungkinkan, adalah langkah nyata yang harus terus didorong. Program-program edukasi berskala nasional, dukungan untuk komunitas-komunitas peduli kesehatan mental, sampai penyediaan konselor di sekolah dan kampus. Ini semua adalah uluran tangan yang sangat dinanti.

Peer Support, Kekuatan dari Teman Sebaya

Tak kalah penting, dukungan dari teman sebaya (peer support) juga krusial bagi Gen Z. Di usia ini, lingkungan pertemanan seringkali menjadi tempat paling nyaman untuk berbagi. Menciptakan ruang aman di antara teman-teman, saling menguatkan, dan berani mengajak teman yang terlihat kesulitan untuk mencari bantuan adalah salah satu bentuk peer support yang efektif. Kadang, suara dari teman seperjuangan lebih mudah diterima daripada nasihat orang tua atau guru.

Self-Care yang Nggak Cuma di Instagram, tapi Nyata!

Bagi individu, ada banyak hal kecil tapi berarti yang bisa dilakukan. Batasi waktu di media sosial, coba deh healing 10 menit setiap pagi (misalnya dengan meditasi singkat atau sekadar menghirup udara segar di luar ruangan) untuk menjernihkan pikiran. Cari hobi baru, bergerak aktif, jaga pola makan, dan yang paling penting: jangan ragu untuk bercerita pada orang yang dipercaya. Ini bukan cuma "self-care" yang kelihatan keren di Instagram, tapi tindakan nyata untuk menjaga kewarasan.

Fenomena darurat kesehatan mental pada Gen Z dan milenial ini bukan hanya tanggung jawab satu pihak. Ini adalah panggilan bagi kita semua. Keluarga, teman, sekolah, pemerintah, sampai diri kita sendiri. Mari kita mulai melihat masalah ini bukan sebagai aib, tapi sebagai bagian dari tantangan zaman yang harus kita hadapi bersama. Dengan pemahaman yang lebih baik, dukungan yang nyata, dan keberanian untuk mencari pertolongan, kita bisa membantu generasi muda ini menemukan pijakan lagi, dan berjalan menuju masa depan yang lebih cerah, bukan lagi abu-abu.

Karena, pada akhirnya, kesehatan mental bukan cuma soal individu. Ini adalah fondasi generasi masa depan. Kira-kira, sudah siapkah kita menciptakan lingkungan yang benar-benar peduli pada jiwa-jiwa muda ini?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun